Brilio.net - Pernikahan adalah prosesi sakral yang dinanti-nanti oleh setiap orang. Dengan adanya pernikahan, diharapkan seorang manusia mendapatkan teman hidup dalam membina mahligai rumah tangga.

Selain untuk mendapatkan keturunan, tujuan menikah dalam islam adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah serta diberkahi oleh Allah.

Untuk menuju pernikahan, ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi seseorang. Dari mulai mengenal kepribadian calon pasangan, lamaran, serta harus memenuhi syarat dan rukun menikah. Dilansir brilio.net dari berbagai sumber pada Jumat (26/6) salah satu syarat dan rukun nikah yang harus dipenuhi adalah adanya wali nikah bagi calon mempelai wanita.

Wali nikah adalah orang yang akan menikahkan pihak wanita atau menjadi wali mempelai wanita. Wanita yang akan menikah harus dengan persetujuan walinya sedangkan pria tidak membutuhkan wali untuk menikahkannya. Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa di antara perempuan yang nikah dengan tidak seizin walinya, nikahnya itu batal." (HR Aisyah RA)

"Jangan menikahkan perempuan akan perempuan yang lain dan jangan pula menikahkan perempuan akan dirinya sendiri." (HR Ibnu Majah)

Dalam kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa tanpa adanya wali nikah dari pihak wanita maka pernikahannya tidak dapat dilangsungkan atau pernikahannya dianggap batal.

Kemudian mahzab Syafi'i menyatakan bahwa wali nikah hukumnya wajib sementara mahzab Hanafi berpendapat bahwa wali nikah hukumnya sunnah.

Wali nikah yang akan menikahkan seorang wanita dengan pasangannya, biasanya adalah ayah kandung dari mempelai wanita. Namun, bagaimana jika sang ayah sudah meninggal? siapa yang akan menjadi wali nikah dari mempelai wanita?

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat wali nikah dalam hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.

Mengenai siapa saja yang dapat menjadi wali, Imam Abu Suja' dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrib menjelaskan sebagai berikut:

"Wali paling utama ialah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara lelaki seayah seibu (kandung), saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu (kandung), anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak lelaki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya. Apabila tidak ada waris 'ashabah, maka…hakim."

Macam-macam wali nikah beserta urutannya

Urutan wali nikah © 2020 brilio.net

foto: nu.or.id

1. Wali Nasab.

Wali nasab adalah orang yang merupakan anggota keluarga pihak mempelai wanita yang memiliki hubungan darah patrilineal dan bisa menikahkan wanita tersebut dengan seorang pria. Dari penjelasan tersebut, ayah adalah orang yang paling berhak menjadi wali bagi anak perempuannya namun apabila sang ayah sudah meninggal dapat digantikan dengan urutan wali nasab sebagai berikut:

- Ayah, kakek (orang tua ayah) dan seterusnya ke atas
- Saudara laki-laki kandung seayah seibu
- Saudara laki-laki seayah lain ibu
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki kandung
- Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seterusnya
- Paman, yaitu saudara dari ayah sekandung
- Paman seayah, yaitu saudara dari ayah, seayah lain ibu
- Anak-anak paman kandung (saudara sepupu)
- Anak laki-laki paman seayah

2. Wali Hakim.

Wali hakim adalah wali yang berasal dari menteri agama dan selanjutnya diserahkan pada petugas pencatat nikah. Petugas tersebut biasanya berasal dari kantor KUA. Wali hakim ini boleh menikahkan seorang wanita apabila wanita tersebut tidak memiliki wali nasab yang memenuhi syarat secara urutannya. Selain itu ada pun syarat digunakannya wali hakim dalam pernikahan apabila ditemui kondisi sebagai berikut:

- Wali nasab memang tidak ada atau sudah meninggal
- Wali nasab sedang bepergian jauh atau tidak berada di tempat di mana pernikahan akan berlangsung dan ia tidak memberi kuasa kepada wali nasab yang lainnya
- Wali nasab kehilangan hak atas perwaliannya
- Wali nasab sedang pergi menunaikan ibadah haji atau umrah
- Wali nasab menolak bertindak sebagai wali
- Wali nasab tersebut menjadi mempelai laki-laki dari wanita yang ada di bawah perwaliannya seperti halnya jika seorang wanita menikah dengan anak dari saudara ayahnya atau sepupunya yang tidak termasuk pernikahan sedarah.

3. Wali Muhakkam.

Wali Muhakkam merupakan wali yang digunakan sebagai pilihan terakhir apabila mempelai wanita tidak memiliki wali nasab ataupun wali hakim yang bersedia untuk menikahkan dirinya serta menolak bertindak sebagai wali nikah dan tidak dapat menjalankan kewajiban maupun haknya sebagai wali.

Wali muhakkam digunakan saat seorang laki-laki Muslim menikah dengan seorang wanita beragama Nasrani atau mualaf yang tidak memiliki wali. Jika pernikahan itu tetap ingin berlangsung meski terjadi konflik dalam keluarga, maka mereka dapat mengangkat seseorang untuk menjadi walinya karena tanpa adanya wali pernikahan tidaklah sah. Dengan kata lain wali muhakkam adalah wali yang terjadi karena wali tersebut diangkat oleh pihak mempelai.