Brilio.net - Magelang merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang menyimpan segudang warisan turun temurun oleh nenek moyang. Selain itu Magelang sendiri juga memiliki wilayah geografis yang unik, lantaran dikelilingi oleh gunung-gunung di sekitarnya. Hal itu yang membuat Magelang memiliki wisata alam yang menakjubkan.

Selain wisata alamnya yang terkenal indah, banyak budaya turun temurun yang menarik dikunjungi saat berwisata di Magelang. Salah satu budaya warisan turun temurun dari nenek moyang yang hingga saat ini masih dilestarikan adalah pembuatan gerabah asli Dusun Klipoh, Borobudur.

Berjarak kurang lebih tiga kilometer dari Candi Borobudur, Dusun Klipoh ini memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan peninggalan Kerajaan Medang. Dusun Klipoh sendiri terletak di Desa Karanganyar, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Wilayah Magelang, terutama sekitar Candi Borobudur sendiri beberapa waktu lalu d nobatkan sebagai wilayah super prioritas oleh pemerintah.

Hal itu tentu akan berdampak pada pemulihan sektor ekonomi dan pariwisata pasca pandemi Covid-19. Dampak tersebut juga dirasakan oleh para perajin gerabah yang ada di Dusun Klipoh, yang mana lebih dari 60 persen warganya berprofesi sebagai perajin gerabah.

Dusun Klipoh sendiri menjadi salah satu sentral pembuatan gerabah tanah liat yang sudah turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Salah satu perajin gerabah di Dusun Klipoh yang masih aktif hingga saat ini adalah Supoyo, salah satu generasi ke-10 dari keluarganya yang juga berprofesi sebagai pengrajin gerabah. Budaya pembuatan gerabah di Dusun Klipoh sendiri konon sudah ada sejak sebelum didirikannya Candi Borobudur.

"Sesuai dengan cerita dari kakek nenek saya pada zaman dahulu, jika proses pembuatan gerabah di Dusun Klipoh ini sudah lebih dari ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu," ujar Supoyo selaku pendiri Galeri Komunitas yang sering dikunjungi oleh wisatawan.

Supoyo, pria kelahiran 1 Januari 1971 ini sering dipanggil Pak Poyo. Ia sebenarnya memiliki nama asli yang cukup unik yaitu 'Supoyo Gampang', nama tersebut diberikan neneknya lantaran pada zaman dahulu di keluarganya sangt sulit memiliki cucu laki-laki.

Sejak kecil dirinya memang sudah akrab dengan pembuatan gerabah, mengingat kedua orang tuanya juga berprofesi sebagai perajin gerabah. Pada saat dirinya masih kecil justru ketika Supoyo hendak belajar membuat gerabah, dirinya selalu dimarahi oleh kedua orang tuanya lantaran sering memainkan tanah liat.

"Dulu sewaktu saya kecil, saya malah sering diomeli oleh orang tua saya karena memainkan tanah liat, yang mana pada saat itu tanah liat merupakan bahan baku gerabah yang cukup susah untuk didapatkan," imbuh Supoyo saat ditemui pada Jumat (2/12).

Asal Usul Dusun Klipoh menjadi sentral pembuatan gerabah.

supoyo klipoh gerabah © 2022 brilio.net

foto: Muhammad Reza Ariski

Pada zaman dahulu ada seorang perempuan yang bernama Nyai Klipah, dirinya merupakan keturunan Kerajaan Medang yang terdampar di wilayah Borobudur. Pada awalnya Nyai Klipah mendirikan sebuah gubuk di suatu hutan, yang kemudian mulai membuat kerajinan tanah liat untuk kehidupannya sehari hari.

Konon katanya adanya konflik di Kerajaan Medang sehingga mengharuskan Nyai Klipah beserta dengan para pengikutnya harus keluar dari Kerajaan tersebut dan bermukim di wilayah Borobudur. Sejak saat itu gubuk yang didirikan oleh Nyai Klipah dan para pengikutnya semakin berkembang hingga kini menjadi Dusun Klipoh tersebut.

Nama Kalipah sendiri sebenarnya diberikan oleh warga sekitar karena dirinya bermukim di sebuah tanah yang dekat dengan sumber air. Kalipah terdiri dari dua kata yaitu kali yang berarti sungai dan poh yang berarti tanah, dengan tempatnya yang bermukim di dekat sungai tersebut dirinya dijuluki dengan nama Kalipah. Hingga kini pun nama asli Nyai Kalipah tidak ada yang tahu, lantaran Kerajaan Medang sendiri masuk ke tanah Jawa pada tahun 723 – 929 Masehi.

"Pada saat itu Nyai Kalipah sering membuat gerabah dari tanah sekitar rumahnya yang dekat dengan sungai sehingga cocok digunakan membuat gerabah," imbuh Supoyo.