Brilio.net - Tak terasa kini kita telah memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Hari Raya Idul Fitri pun sebentar lagi tiba. Nah, salah satu tradisi yang kerap dilakukan di masyarakat Indonesia yakni Halal Bihalal. Momen ini selalu digunakan untuk saling bermaafan di hari Lebaran saling melebur salah paham, emosional, atau rasa marah antara satu orang dengan lainnya. Lebih tepatnya digunakan untuk kegiatan bersilaturahmi dan mengekspresikan kebahagiaan setelah menjalani hari penuh berkah Ramadhan.

Biasanya Halal Bihalal diisi dengan kegiatan positif seperti berkunjung ke rumah keluarga, reuni atau makan-makan. Tradisi ini sering dilakukan mulai dari lingkup kecil seperti, keluarga tingkat RT di lingkungan desa, kantor bahkan instansi resmi pemerintah. Halal Bihalal sudah menjadi tradisi yang bernuansa religius sosial lho di Indonesia.

Meskipun Halal Bihalal sudah umum dilakukan, banyak dari kita yang belum mengetahuinya. Walaupun kata Halal Bihalal merupakan kata dari Bahasa Arab, tapi rupanya orang Arab sendiri tidak akan mengerti maknanya. Karena Halal Bihalal ini hanya ada di Indonesia. Kata Halal Bihalal merupakan kreasi sendiri orang Indonesia, maknanya bertujuan untuk menciptakan keharmonisan antar sesama manusia.

Jadi walaupun merupakan kata kreasi tersendiri dari orang Indonesia, hakikat Halal Bihalal adalah hakikat ajaran Alquran. Penasaran dengan sejarah Halal Bihalal yang ada si Indonesia? Berikut brilio.net himpun dari berbagai sumber, sejarah Halal Bihalal yang ada di Indonesia, serta maknanya, Kamis (14/5).

Sejarah Halal Bihalal © 2020 freepik.com

foto: freepik.com

Ternyata Halal Bihalal ini hanya ada di Indonesia. Bahkan istilah ini sampai dikaji oleh para pakar dan ulama. Sebagian cerita menyebutkan bahwa Halal Bihalal merupakan kreasi kolaborasi Kiai Wahab Hasbullah seorang pendiri Nahdlatul Ulama dengan Bung Karno pada 1948.

Ceritanya berawal pada pertengahan Ramadhan 1948, keduanya berembuk untuk mencari solusi ancaman disintegrasi bangsa oleh kelompok DI/TII dan PKI. Kiai Wahab mengusulkan silaturahmi nasional. Bung Karno menganggap ide itu bagus, namun istilahnya harus dimodifikasi, Kiai Wahab mengusulkan istilah 'halalbihalal'.

Maksud dan arti yang ingin dirujuk adalah masing-masing pribadi saling memberikan kehalalan atas kesalahan-kesalahan yang terlanjur sudah diperbuat. Sang Proklamator lalu mengundang semua tokoh politik ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahmi bertajuk ‘Halal Bihalal’. Dari situ kemudian para elit politik dapat kembali berkumpul dan duduk dalam satu meja untuk kembali menyusun kekuatan dan persatuan bangsa

Kemudian instansi-instansi pemerintah menyelenggarakan Halal Bihalal yang kemudian diikuti oleh warga masyarakat secara luas. Dan sampai sekarang Halal Bihalal terus digalakkan setiap Lebaran.

Makna Halal Bihalal dalam tinjauan hadits.

Sejarah Halal Bihalal © 2020 freepik.com

foto: freepik.com

Halal merupakan lawan kata dari haram. Jadi dari segi hukum makna halal bi halal memberikan kesan bahwa akan terbebas dari dosa seseorang yang melakukannya. Jadi makna halal bi halal menurut tinjauan hukum, membuat sikap yang haram menjadi halal atau tidak berdosa lagi. Tentunya hal ini harus didukung dengan saling memaafkan secara lapang dada.

Sedangkan, kata halal menurut tinjauan bahasa atau linguistik berasal dari kata halla atau halala. Makna halal bi halal dalam hal ini adalah menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusut, mencairkan yang membeku, melepaskan ikatan yang membelenggu.

Seperti yang telah diketahui, halal bi halal adalah kegiatan silaturahmi dan saling memaafkan yang merupakan risalah Islam, dan makna Halal Bihalal ini tidak terbatas hanya pada saat Idul Fitri saja. Adapun tujuannya adalah sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW berikut:

“Barangsiapa yang telah menganiaya kepada orang lain baik dengan cara menghilangkan kehormatannya ataupun dengan sesuatu yang lain maka mintalah halalnya pada orang tersebut seketika itu, sebelum adanya dinar dan dirham tidak laku lagi (sebelum mati). Apabila belum meminta halal sudah mati, dan orang yang menganiaya tadi mempunyai amal sholeh maka diambilah amal sholehnya sebanding dengan penganiayaannya tadi. Dan apabila tidak punya amal sholeh maka amal jelek orang yang dianiaya akan diberikan pada orang yang menganiaya”. (HR. Al Bukhori)

Banyak hadits yang sangat mementingkan makna Halal Bihalal atau menjaga silaturahmi dan saling memaafkan, di antaranya adalah:

Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Siapa saja yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka sambunglah tali persaudaraan" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Nabi Muhammad SAW bersabda: "Tidak ada dosa yang pelakunya lebih layak untuk disegerakan hukumannya di dunia dan di akhirat daripada berbuat zalim dan memutuskan tali persaudaraan" (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi).

Nabi Muhammad SAW bersabda: "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka sambunglah tali silaturrahmi" (HR. Al-Bukhari).

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak ada dua orang muslim yang bertemu kemudian bersalaman kecuali dosa keduanya diampuni oleh Allah SWT sebelum mereka berpisah.” (HR. Tirmidzi)