Brilio.net - Sebagian orang menganggap bahwa anak yang pernah dikeluarkan dari sekolahnya hampir pasti tidak memiliki masa depan cemerlang. Namun rupanya, hal tersebut tak selalu benar. Seorang pria asal Malaysia, Mohammad Afiq Ismail, berhasil mematahkan anggapan tersebut.

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh Humans of Kuala Lumpur, Afiq bercerita tentang dirinya yang sempat dikeluarkan dari sekolah, tetapi akhirnya bisa menjadi lulus dengan nilai terbaik dari salah satu universitas top di Inggris.

"Saya gagal dalam Penilaian Menengah Rendah (PMR) dan dikeluarkan dari sekolah saya yang sebelumnya, tetapi sekarang saya adalah orang pertama dari kampung saya yang pernah belajar di Inggris, lulus dari University of Essex dengan First Class Honors dalam akuntansi dan keuangan," ucapnya, seperti yang brilio.net lansir dari laman Facebook Humans of Kuala Lumpur.

"Saat itu, dari 200 orang, saya adalah salah satu dari 6 orang yang harus keluar dari sekolah karena memiliki nilai terendah. Saya sempat tidak sekolah selama sebulan setelahnya, sebab tak ada sekolah di daerah saya yang mau menerima saya," tambahnya.

Untungnya, meski sempat kecewa, sang ibu tetap mengusahakan yang terbaik bagi pendidikan sang anak. Ibu Afiq pun pergi ke Kementerian Pendidikan Negara dan meminta sang pimpinan untuk menempatkan anaknya di sekolah menengah yang baik.

Kala itu pula, Afiq mengakui bahwa teman-temannya memang sempat memandang rendah dirinya. Ia pun sempat merasa dikucilkan.

"Saya sempat merasa tersisih, tapi saya lalu berkata pada diri sendiri 'lihat saja nanti'. (Dan tak disangka) saya lalu jatuh cinta pada bidang akuntasi dan berusaha dengan keras untuk menunjukkan jika pandangan mereka salah," jelasnya.

lulusan terbaik © 2019 brilio.net

foto: Facebook/thehumansofkl

Beruntungnya, usaha dan kerja kerasnya itu tak mengkhianati. Atas prestasi yang ditorehkannya, ia pun mendapat tawaran beasiswa untuk belajar di Inggris.

Namun, tentu saja perjalanannya dalam menimba ilmu ini tak melulu mulus. Ada banyak hal yang harus ia korbankan. Setiap harinya, ia selalu bangun pukul 4 pagi. Lalu, mulai bekerja pada pukul 5 pagi dan setelahnya bersepeda ke sekolah.

"Saya bekerja tiga hari seminggu, hingga 20 jam. 5-6 jam sehari, dibayar sekitar Rp 136 ribu per jam. Tugas saya menggosok lantai, mengatur ulang kursi, membersihkan meja, dan membersihkan toilet," tutur Afiq.

lulusan terbaik © 2019 brilio.net

foto: Facebook/thehumansofkl

Menariknya, uang yang didapatnya itu tak kemudian ia habiskan untuk berfoya-foya saja. Sebagian pendapatannya ia tabung untuk membelikan tiket pesawat bagi kedua orangtuanya agar bisa pergi ke Inggris saat ia wisuda.

"Saya tahu (momen wisuda) itu sangat berarti bagi mereka. (Toh) saya tidak akan berada di sini hari ini tanpa mereka," pungkasnya.