Keberadaan penyu di Indonesia terancam punah. Menurut laporan rri.co.id, perwakilan World Wide Fund For Nature (WWF) Indonesia di Kabupaten Maluku Tenggara, Andreas Hero, mengatakan bahwa di antara 30 jenis penyu yang ada di dunia kini tinggal tujuh jenis saja yang masih bertahan. Enam di antaranya ada di Indonesia.

Banyak faktor yang menyebabkan semakin berkurangnya populasi penyu, seperti kematian penyu yang disebabkan sampah-sampah di laut, juga banyaknya warga yang mengonsumsi mau pun mengambil telur dan penyu itu sendiri untuk diperjualbelikan.

Padahal penyu merupakan salah satu spesies yang dilindungi dan dilestarikan di habitatnya. Sudah seharusnya masyarakat ikut melindungi dan menyelamatkan penyu dari kepunahan. Hal tersebut ternyata dilakukan oleh Sarwidi, lelaki 52 tahun yang berjuang menjadi penyelamat penyu di Pantai Pelangi, Kretek, Bantul, Yogyakarta.

Kepada brilio.net, Sarwidi yang ditemui di Pantai Pelangi pada Jumat (9/11), menjelaskan alasannya ingin menyelamatkan penyu-penyu di sekitarnya itu. Awalnya Sarwidi prihatin dengan keberadaan penyu dan telurnya yang terus diburu warga untuk dikonsumsi pada tahun 60-70an. Ia berpikir jika kebiasaan warga ini diteruskan, lama-lama penyu bisa benar-benar punah. Akhirnya Sarwidi pun berinisiatif untuk melindungi penyu-penyu itu dari buruan warga.

sarwidi penyelamat penyu brilio.net

foto: syamsu dhuha/brilio.net


Pada tahun 2008, Sarwidi mulai mencoba mengambil telur dan diletakkan pada sebuah sarang. Setelah sebulan lebih, ternyata telur itu berhasil menetas. Akhirnya Sarwidi pun menggencarkan usahanya untuk menyelamatkan telur penyu dengan membuat konservasi di dekat rumahnya.

Konservasi milik Sarwidi akhirnya berkembang hingga saat ini. Per tahun, ia bisa menetaskan sekitar 1.000 telur penyu. Di tahun 2018 sendiri, sebanyak 1.900 telur penyu sudah berhasil ia tetaskan. Tukik-tukik yang Sarwidi selamatkan ini nantinya ia rawat, hingga ada orang yang mau mengambilnya untuk dilepaskan lagi.

sarwidi penyelamat penyu brilio.net

foto: syamsu dhuha/brilio.net


Setiap tukik yang diambil, per orang diharapkan dapat memberikan kontribusi sebanyak Rp 15.000 untuk biaya operasional konservasi. Sarwidi sendiri mengaku biaya tersebut seringkali tidak mencukupi untuk keperluan perawatan tukik, dari mulai biaya mengganti air hingga memberi makan. Untuk per harinya saja minimal Sarwidi bisa menghabiskan sekitar Rp 50.000. Selain itu Sarwidi juga harus membayar warga yang mau menyelamatkan telur penyu sebanyak Rp 3.000 untuk satu butir telur.

"Kalau soal untung dan ruginya, itu selalu tombok terus. Istilahnya nggak ada kata untung," ucap Sarwidi ketika ditanya tentang operasional konservasi.

Ia menerangkan, untuk menjalankan konservasi ini harus membutuhkan niat yang kuat sebagai modal utamanya.

"Kalau dihitung rupiah, itu (niat) nggak ada harganya bagi saya. Jadi, saking ingin mengembangkan ini (konservasi penyu), untung dan rugi nggak saya pikir. Yang penting tujuan saya bisa menyelamatkan. Yang ngasih imbalan itu, kan nanti ada. Ya imbalan itu ya dari Allah. Yang penting saya dikasih sehat itu udah alhamdulillah," terang Sarwidi.

sarwidi penyelamat penyu brilio.net

foto: syamsu dhuha/brilio.net


Berkat usaha Sarwidi selama 10 tahun, kini warga sekitar sudah mulai sadar untuk tidak memburu penyu mau pun mengosumsi telurnya. Mereka kini selalu memberikan telur itu kepada Sarwidi. Telur-telur yang sudah menetas dan menjadi tukik itu pun sering menjadi serbuan mahasiswa untuk dilepaskan. Bahkan untuk tahun ini, ratusan tukik di konservasi Sarwidi sudah habis dipesan mahasiswa.

Hingga kini sudah ada bantuan dari pemerintah yang memberikan sejumlah bak sebagai tempat tukik berenang. Meski begitu, Sarwidi berharap agar pemerintah semakin memberikan perhatian lebih, terutama soal operasional perawatan konservasi.

sarwidi penyelamat penyu brilio.net

foto: syamsu dhuha/brilio.net


"Harapan saya dari pemerintah atau dari dinas yang terkait, orang-orang konservasi khususnya yang di Jogja, mudah-mudahan diperhatikan. Dan mudah-mudahan ada bantuan-bantuan, entah itu makanan, atau untuk mengganti (biaya) telurnya. Dan tempat, semoga bisa dibikinin yang lebih baik, lebih besar. Kan ini untuk wisata juga, kan gitu," ucap Sarwidi.