Brilio.net - Pada suatu hari seorang menteri tiba-tiba punya niat jelek kepada Abu Nawas. Menteri tersebut iri pada perhatian Raja yang dia anggap berlebihan pada Abu Nawas. Tak ada angin dan tak ada hujan, menteri tersebut tiba-tiba memberikan seekor keledai pada Abu Nawas.

"Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali kemari, kita lihat akhirnya," ujar sang menteri pada Abu Nawas.

Tanpa mikir panjang dan melontarkan pertanyaan, Abu Nawas menerima keledai pemberian menteri. Padahal dalam hatinya, Abu Nawas merasa cemas, apakah dia bisa menuruti kemauan sang menteri atau tidak. Ia juga penasaran dengan maksud dan tujuan si menteri yang tiba-tiba memberikannya keledai.

"Apakah ini satu di antara tipu dayanya buat menghancurkan nama baikku?" tanya Abu Nawas dalamh hati.

Meski merasa cemas, Abu Nawas tetap berusaha tenang. Dua minggu kemudian, Abu Nawas kembali ke istana dan bertemu dengan menteri. Tanpa banyak bicara, sang menteri kemudian mengajak Abu Nawas menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid.

"Baginda, saya akan perlihatkan siapa sesungguhnya diriku ini," kata menteri tersebut.

"Hai menteri, ada apa dengan dirimu?" tanya Raja Harun Al Rasyid dengan suara tinggi.

"Tenang Baginda, hari ini Baginda akan tahu kecerdasan akalku sesungguhnya, mengungguli kecerdasan Abu Nawas," ucap menteri itu dengan angkuh.

Mendengar pernyataan menteri tersebut, Abu Nawas merasa heran dan penasaran dengan maksu omongan sang menteri.

"Apa yang akan dibuat oleh menteri ini?" gumam Abu Nawas dalam hati.

"Baiklah, bila satu di antara kalian menang, maka ia memiliki hak memperoleh satu kantung dinar ini, namun untuk yang kalah akan dihukum tiga bulan di penjara," tutur Raja Harun.

Tak bisa mengelak, Abu Nawas terpaksa menyanggupi permainan yang ia anggap aneh ini. Belum selesai ia menerka-nerka maksud permainan ini, tiba-tiba menteri itu menunjuk pada satu buku besar.

"Coba tunjukkan bila keledai itu dapat membaca, tidakkah engkau cerdas dalam semua hal?" Pinta menteri pada Abu Nawas.

Tanpa berpikir lama, Abu Nawas lalu menggiring keledainya ke buku itu. Sampul dibuka. Kemudian di keledai memandang buku itu. Selang beberapa saat, keledai mulai membalik halaman demi halaman dengan lidahnya.

Keledai itu terus membalik lembar demi lembar, hingga halaman paling terakhir buku itu. Setelah tak ada lagi lembaran yang harus dibuka, keledai tersebut memandang Abu Nawas.

"Demikian, keledaiku dapat membaca," kata Abu Nawas. Mendengar kata-kata Abu Nawas, sang menteri kembali angkat bicara.

"Bagaimana caramu mengajari dia membaca?" tanya sang menteri mulai merasa panik.

"Sesampainya di rumah, saya siapkan lembaran-lembaran besar serupa buku serta saya sisipkan biji-biji gandum di dalamnya," jawab Abu Nawas.

"Keledai itu harus belajar membalik halaman agar bisa memakan biji-biji gandum itu, hingga ia terlatih benar untuk bisa membalik halaman buku," lanjut Abu Nawas.

"Namun bukankah dia tak tahu apa yang dibacanya?" bantah sang menteri.

"Memang demikian cara keledai membaca, dia cuma membalik-balik halaman tanpa tahu isinya," jawab Abu Nawas enteng.

"Bila kita membuka-buka buku tanpa tahu isinya, kita disebut setolol keledai bukan?" kata Abu Nawas lagi.

Jawaban cerdik Abu Nawas tersebut mendapat anggukan setuju dari Baginda Raja Al Rasyid. Raja tahu, sepintar-pintarnya hewan, tak ada yang bisa sesempurna manusia. Hanya manusia bodoh saja yang tidak mau memakai akalnya buat berpikir.

Mendengar penjelasan Abu Nawas, sang menteri tersebut merasa kesal. Raja akhirnya memberikan hadiah berupa sekantung dinar kepada Abu Nawas, sedangkan menteri masuk penjara sesuai perjanjian yang sudah disepakati.