Brilio.net - Sulawesi Barat, sebagai salah satu provinsi termuda di Indonesia saat ini sedang berbenah. Selain membangun infrastruktur, beberapa wilayah juga difokuskan menjadi destinasi wisata, salah satunya Kabupaten Mamasa. Maklum, daerah ini menyimpan keindahan alam dan berbagai tradisi leluhur yang merupakan perpaduan antara budaya Polewali dan Toraja. Salah satunya adalah rambu solo’ (kedukaan).

Peti mayat dibuat melalui proses tertentu

Rambu Solo’ © 2017 brilio.net

foto: brilio.net/yani andryansjah

Dalam tradisi ini, anggota keluarga akan menyemayamkan jenazah di dalam banua (rumah) untuk kurun waktu yang cukup lama sebelum dimakamkan bisa sampai bertahun-tahun. Di depan rumah yang sedang berduka biasanya digantung gendang. Menyemayamkan jenazah dalam rumah dilakukan sampai keluarga almarhum punya cukup biaya untuk membeli kerbau dan babi yang harus dipersembahkan dalam upacara pemakaman nantinya.

Pelayat membawa sirih, pinang, kapur atau rokok

Rambu Solo’ © 2017 brilio.net

foto: brilio.net/yani andryansjah

Dulu masyarakat menggunakan rempah ramuan tertentu pada tubuh jenazah untuk menghilangkan bau. Kini cukup dengan formalin.

Saat brilio.net mendatangi Desa Orobua, Kecamatan Sesenapadang akhir pekan lalu, salah satu tokoh setempat, Benyamin Sambulayuk atau yang biasa dipanggil Bongga Tiboyong belum lama wafat. Jenazah almarhum disimpan di ruang depan rumah di dalam peti mayat berbentuk perahu yang pada ujungnya terdapat ukiran kepala kerbau dan kuda.

Anggota keluarga mengenakan pakaian serba hitam selama masa berduka

Rambu Solo’ © 2017 brilio.net

foto: brilio.net/yani andryansjah

"Kami masih berduka. Jenazah bapak kami simpan di sini paling tidak dua tahun sebelum nanti dimakamkan lewat upacara pemakaman," ujar Puang Bonga, anak tertua almarhum kepada brilio.net beberapa waktu lalu.

Di depan rumah duka digantung beberapa gendang. Jumlah gendang menunjukkan strata sosial

Rambu Solo’ © 2017 brilio.net

foto: brilio.net/yani andryansjah

Tradisi ini melalui beberapa tahap prosesi tertentu lho. Sebelum dimasukkan ke peti mayat, jenazah terlebih dahulu didudukkan di halaman depan rumah kurang lebih selama beberapa hari sampai menunggu peti mayat selesai dibuat. Jenazah didandani layaknya orang yang masih hidup.

Peti mayat dibuat dari batang pohon yang diambil dari hutan sekitar melalui prosesi upacara tersendiri. Bagian dalam pohon dibuang sehingga menyerupai bentuk perahu sebagai tempat meletakkan jenazah.

Uniknya, saat hendak dimasukkan ke peti mayat, jenazah yang sudah berhari-hari didudukkan tersebut tidak kaku. Sebelum disemayamkan dalam rumah, seluruh anggota keluarga dilarang melakukan aktivitas apapun termasuk bekerja.

Makam umumnya berada di daerah tinggi dan berbentuk menyerupai rumah adat Mamasa

Rambu Solo’ © 2017 brilio.net

foto: brilio.net/yani andryansjah

"Kami anggota keluarga cukup membisikkan sesuatu ke telinga jenazah, maka tubuhnya akan seperti baru saja meninggal. Percaya atau tidak, tapi itulah tradisi kami," kata Alex Palullungan, anak kedua almarhum.

Jika ada kerabat yang ingin melangsungkan pernikahan selama masa berduka, maka dia harus memberikan persembahan. Biasanya berupa babi. Nah, selama disemayamkan, jenazah akan ditunggui sedikitnya tiga anggota keluarga hingga tiba waktu dimakamkan. Mereka dilarang membawa nasi ke dalam ruangan tersebut. Alasannya, nasi adalah makanan bagi mereka yang masih hidup.

Babi sebagai persembahan

Rambu Solo’ © 2017 brilio.net

foto: brilio.net/yani andryansjah

Bagi warga sekitar atau kerabat yang ingin melayat, diwajibkan membawa sirih, pinang, dan kapur. Sementara bagi tamu bisa juga menyalakan sebatang rokok yang kemudian diletakkan di dekat peti mayat. Tradisi leluhur ini hingga sekarang masih dipertahankan masyarakat Mamasa dan menjadi kearifan lokal yang terjaga.