Brilio.net - Pandemi Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan manusia. Bukan hanya pada skala sosial dan budaya, lebih dari itu, ia juga berpengaruh pada kesehatan mental, dimana tingginya angka kematian menjadi duka bagi keluarga.

Dalam kasus ini, peningkatan jumlah kasus teridentifikasi virus corona yang terjadi di Indonesia. Terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada awal Maret 2020, virus ini telah menginfeksi hampir setiap daerah di Indonesia.

Terlebih, di Yogyakarta yang tiap harinya selalu mengalami peningkatan. Di Kulonprogo sendiri, berdasarkan laporan kulonprogokab.go.id dilansir dari Dinas Kesehatan Kulon Progo per tanggal (11/11), tercatat jumlah kematian akibat Covid-19 sebanyak 8 jiwa. Sedangkan, kematian yang diduga terjangkit virus corona sebanyak 26 jiwa.

Kasus kematian yang terjadi rupanya membawa berkah tersendiri bagi sebagian pengusaha. Seperti halnya yang dialami pengrajin peti mati. Salah satunya adalah Sucipto, seorang penjual peti mati di Driyan, Kapanewon, Wates.

Usaha yang dirintisnya selama puluhan tahun, belakangan kebanjiran pesanan. Di masa pandemi saat ini, Sucipto mengungkapkan penjualannya mengalami keuntungan hingga 20% - 30%. Dalam sehari rata-rata bisa mendapat panggilan dan mampu menjual sebanyak 2 hingga 4 peti mati dengan berbagai jenis.

Hal tersebut tentu sangat berbeda jauh dari sebelum wabah virus corona masuk ke Indonesia, khususnya di Kulon Progo. Dahulu pemesanan peti mati hanya sebanyak satu atau dua peti per hari. Kini, berdasarkan rata-rata penghitungannya, pesanan yang masuk mencapai 50-60 peti jika dihitung per bulan.

"Dampak yang dirasakan sejak pandemi ini terhadap usaha peti mati ya mengalami peningkatan. Peningkatannya itu ya bisa sekitar 20%-30%. Sehari, kita bisa ditelfon maupun disuruh antar 3-4 peti," ungkapnya saat dihubungi oleh brilio.net pada Rabu (11/11).

<img style=

foto: brilio.net/Ferra Listianti P

 

Peti mati bikinan Sucipto dipergunakan tak hanya menyasar satu pihak saja namun banyak kalangan. Pasalnya, ia membikin peti mati dengan beberapa jenis, yaitu pahlawan, limasan, joglo, saten, ukir, dan perjamuan. Hal ini sesuai dengan permintaan konsumen.

Sementara, harga peti mati di toko Sucipto per unitnya dibanderol dengan harga bervariasi, mulai dari harga yang paling murah Rp 550 ribu hingga Rp 1 juta untuk jenis peti mati joglo. Menambahkan, peti mati memiliki desain yang sudah ditentukan. Untuk ukuran dewasa dengan panjang sekitar 190 X 60 sentimeter (cm).

Sucipto juga menuturkan, sebenarnya muncul rasa keprihatinan saat melihat wabah virus corona menyerang masyarakat. Pasalnya, masa pandemi Covid-19 saat ini membuat tingkat kematian di masyarakat meningkat. Namun, ia mendapatkan hikmah pada kondisi saat ini.

Ia mengaku sedikit banyak mengikuti pemberitaan mengenai usaha kecil menengah (UKM) yang gulung tikar. Namun, tak bisa dipungkiri, kondisi pandemi saat ini, ia justru mengalami pesanan yang meningkat.

Lebih jauh, Sucipto tak pernah membebani keluarga yang berduka dengan kenaikan harga. Kondisi pandemi yang kerap kali dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk meraup keuntungan, nyatanya tak lantas dilakukan oleh Sucipto. Ia bahkan, memberikan keringanan bagi keluarga dengan sistem bisa mengambil peti dengan membayar belakangan.

"Bagi keluarga yang mau ambil dulu nggak papa nanti bayarnya belakangan. Kita juga walaupun antar jauh nggak pakai ongkos kirim, bahkan yang beli dengan membawa kendaraan sendiri, tentu ada potongan yang kita berikan," terangnya.

Kendati mengalami peningkatan sejak pandemi berlangsung, penjualan peti mati tidak bisa patok dengan jumlah setiap harinya. Namun, secara terang-terangan Sucipto mengungkapkan bisnisnya bisa membuahkan omzet sebulannya sekitar Rp 5 juta. Omzet tersebut dihitung dari laba yang sudah dikurangi dari gaji karyawan, pembelian kayu, dan cat.

<img style=

foto: brilio.net/Ferra Listianti P

 

"Sebelum pandemi itu ya sekitar Rp 2,5 juta per bulan, kalau sekarang bisa mencapai Rp 5 juta," terang Sucipto.

Tak hanya peti mati saja, Sucipto juga menyediakan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan untuk jenazah. Tentu hal tersebut memberikan kemudahan bagi keluarga, sehingga tak perlu kerepotan dan kesusahan mencari di berbagai tempat. Jika dikalkulasikan, peti mati dengan satu set perlengkapan dibanderol dengan harga Rp 1,3 juta.

<img style=

foto: brilio.net/Ferra Listianti P

 

"Kita nggak cuma sedia peti mati aja, ada kain kafan, maejan, igo-igo, payung, plastik untuk membungkus jenazah, yang semuanya bisa dibeli per paket dengan peti mati maupun hanya dibeli sendiri-sendiri," tambahnya.

Namun, mengenai penjualan, Sucipto menerangkan tidak mengandalkan secara online. Ia hanya, memberikan servis terbaik untuk pelanggan. Sehingga, para pelanggan akan merasa puas dan akan memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk membeli peti mati miliknya. Sejauh ini, walau masih dipasarkan di Kulon Progo saja, ia sudah memiliki berbagai pelanggan.

Bahkan diketahui, toko peti mati milik Sucipto yang berada di tengah kota Wates, Kulon Progo ini sudah menjadi langganan pesanan dari rumah sakit, salah satunya rumah sakit RSUD Wates dan RS Kharisma, karena siap melayani 24 jam. Kendati tokonya tutup, setiap yang membutuhkan akan dilayaninya tanpa membedakan.

"Walau udah tutup toko, kalau ada telpon kita layani. Pernah ada jam 1 malam, ya kita layani, diantar kalau dari pihak keluarga minta seperti itu," ucapnya.

Ndori, petugas jenazah RS Wates mengungkapkan, jika pihak rumah sakit sudah bekerja sama dengan pengrajin peti mati milik Sucipto. Pihaknya membeli satu set perlengkapan untuk jenazah yang akan dikebumikan.

"RS Wates memang kerja sama ke sini, kita membeli satu set perlengkapan dengan peti mati," terangnya.

Sementara itu, pembelian tersebut bukan tanpa alasan. Kualitas yang terjamin dengan harga sesuai nyatanya membuat pihak rumah sakit mempercayakan pembelian peti mati di pengrajin yang sudah berlangganan dari lama.

"Untuk pembelian kita berpusat ke toko Bapak Sucipto, ya karena kualitasnya sudah tahu dan terjamin," ungkapnya.

Sucipto juga menambahkan, membuat peti mati sesuai pesanan dari RSUD Wates yang berbeda aturannya dengan peti pada umumnya. Karena itu, peti mati tersebut harus memiliki tebal berbeda dengan penambahan plastik. Hal tersebut bertujuan agar virus corona tersebut tidak menulari orang-orang di sekitarnya.

<img style=

foto: brilio.net/Ferra Listianti P

 

Saat ditanya mengenai pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung dan banyaknya pasien yang meninggal karenanya, Sucipto mengajak sama-sama masyarakat untuk tetap patuh pada aturan. Selalu menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan. Hal tersebut lantaran, ia sadar betul mengenai dampak pandemi terhadap kehidupan masyarakat.

"Ya nggak doa yang gimana-gimana juga, hati-hati. Jaga jarak, pakai masker, pokoknya kita sendiri harus hati-hati. Kalau ingin piknik jalan-jalan gitu, kalau nggak mendesak, ya hati-hati ajalah," terangnya.