Brilio.net - Pramoedya Ananta Toer tentunya sudah cukup terkenal di Indonesia sebagai sastrawan terbaik. Terlebih jika kamu anak sastra atau penyuka sastra tentunya sudah mengenal Pramoedya dengan baik. Lewat karyanya yang fenomenal yakni Tetralogi Pulau Buru, ia menghasilkan empat novel yang membahas roman sejarah Indonesia pra kemerdekaan, salah satunya Bumi Manusia yang kini diadaptasi menjadi film oleh sutradara Hanung Bramantyo.

Saat kecil, Pram dipanggil dengan sebutan Moek atau Mamoek oleh orangtuanya. Ia merupakan sulung kelahiran Blora, Jawa Tengah, pada 6 Februari 1925 dari pasangan suami istri Mastoer dan Oemi Saidah. Di usia mudanya, Pram dianggap orang tuanya, Mastoer, sebagai anak kurang cerdas. Pasalnya, sewaktu mengeyam sekolah dasar IBO di Blora, selama tiga kali tidak naik kelas. Saat itu pimpinan tempat pendidikan tersebut adalah ayahnya sendiri.

Meski tidak berprestasi di bidang akademik, Pramoedya Ananta Toer memiliki kemampuan di bidang lain yang hingga sekarang karya-karyanya masih dikenang. Nah beberapa kata-kata quote Pram banyak dianggap menginspirasi, seperti dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (23/1).

 

1. "Kami memang orang miskin. Di mata orang kota kemiskinan itu kesalahan. Lupa mereka lauk yang dimakannya itu kerja kami."

2. "Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai."

3. "Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit."

4. "Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya."

5. "Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan."

6. "Jarang orang mau mengakui, kesederhanaan adalah kekayaan yang terbesar di dunia ini: suatu karunia alam. Dan yang terpenting di atas segala-galanya ialah keberaniannya. Kesederhanaan adalah kejujuran, dan keberanian adalah ketulusan."

7. "Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?"

8. "Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai."

9. "Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan."

10. "Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua."

11. "Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya."

12. "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah."

13. "Letakkan cambukmu, raja, kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah membuka babak baru di bumi manusia ini."

14. "Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya."

15. "Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia."

16. "Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain."

17. "Menulislah sedari SD, apa pun yang ditulis sedari SD pasti jadi."

18. "Di balik setiap kehormatan mengintip kebinasaan. Di balik hidup adalah maut. Di balik persatuan adalah perpecahan. Di balik sembah adalah umpat. Maka jalan keselamatan adalah jalan tengah. Jangan terima kehormatan atau kebinasaan sepenuhnya. Jalan tengah."

19. "Dengan ilmu pengetahuan modern, binatang buas akan menjadi lebih buas, dan manusia keji akan semakin keji. Tapi jangan dilupakan, dengan ilmu-pengetahuan modern binatang-binatang yang sebuas-buasnya juga bisa ditundukkan."

20. "Saya selalu percaya dan ini lebih merupakan sesuatu yang mistis, bahwa hari esok akan lebih baik dari hari sekarang."

Orang yang selam ini dikenal dengan sosok yang cerdas lewat karya-karyanya itu harus menyelesaikan sekolah dasarnya selam 10 tahun. Usai tamat dari sekolah dasar IBO di Blora, Pramoedya Ananta Toer kemudian melanjutkan ke pendidikan sekolah setingkat SLTP kejuruan radio (Radio Vakschool) Surabaya yang dibiayai oleh sang ibunya Oemi Saidah. Waktu itu, ayahnya Mastoer menolak menyekolahkan di MULO (setingkat SLTP). Pecahnya perang dunia II membuat ijazah sekolah itu tidak pernah sampai ditangannya.

21. "Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri."

22. "Apa gunanya memaki? Mereka memang anjing. Mereka memang binatang. Dulu bisa mengadu, dulu ada pengadilan. Dulu ada polisi, kalau duit kita dicolong tetangga kita. Apa sekarang? Hakim-hakim, jaksa-jaksa yang sekarang juga nyolong kita punya. Siapa mesti mengadili kalau hakim dan jaksanya sendiri pencuri?"

23. "Jangan Tuan terlalu percaya pada pendidikan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi kalau guru itu sudah bandit pula pada dasarnya."

24. "Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri."

25. "Sekarang, kepalaku membayangkan kuburan, tempat manusia yang terakhir. Tapi kadang-kadang manusia tak mendapat tempat dalam kandungan bumi. Ya, kadang-kadang. Pelaut, prajurit di zaman perang, sering mereka tak mendapat tempat tinggal terakhir. Dalam kepalaku membayangkan, kalau ayah yang tak mendapatkan tempat itu."

26. "Mendapat upah karena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan kata hati sendiri, kan itu dalam seni namanya pelacuran?"

27. "Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya kehormatan dan nasi."

28. "Saya pegang ajaran Multatuli bahwa kewajiban manusia adalah menjadi manusia."

29. "Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas."

30. "Biarlah hati ini patah karena sarat dengan beban, dan biarlah dia meledak karena ketegangan."

31. "Ibu bapak tani—ibu bapak tanah air—akan meratapi putera-puterinya yang terkubur dalam udara terbuka di atas rumput hijau, di bawah naungan langit biru di mana awan putih berarak dan angin bersuling di rumpun bambu. Kemudian tinggalah tulang belulang putih yang bercerita pada musafir lalu. Di sini pernah terjadi pertempuran. Dan aku mati di sini."

32. "Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik."

33. "Gadis Pantai! dia merupakan sosok wanita yang mandiri. Dia tidak pernah menggantungkan diri pada orang lain. Bahkan pekerjaan yang paling kasarpun dia kerjakan sendiri."

34. "Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."

35. "Barangsiapa muncul di atas masyarakatnya, dia akan selalu menerima tuntutan dari masyarakatnya-masyarakat yang menaikkannya, atau yang membiarkannya naik.... Pohon tinggi dapat banyak angin? Kalau Tuan segan menerima banyak angin, jangan jadi pohon tinggi."

36. "Perwakilan rakyat? Perwakilan rakyat hanya panggung sandiwara. Dan aku tidak suka menjadi badut, sekalipun badut besar."

37. "Sejak zaman nabi sampai kini, tak ada manusia yang bisa terbebas dari kekuasaan sesamanya, kecuali mereka yang tersisihkan karena gila. Bahkan pertama-tama mereka yang membuang diri, seorang diri di tengah-tengah hutan atau samudera masih membawa padanya sisa-sisa kekuasaan sesamanya. Dan selama ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai dan menguasai, orang berpolitik."

38. "Bagiku, kata-kata hiburan hanya sekedar membasuh kaki. Memang menyegarkan. Tapi tiada arti."

39. "Bersikap adillah sejak dalam pikiran. Jangan menjadi hakim bila kau belum tahu duduk perkara yang sebenarnya."

40. "Gairah kerja adalah pertanda daya hidup; dan selama orang tidak suka bekerja sebenarnya ia sedang berjabatan tangan dengan maut."