Jalan HOS Cokro Aminoto berada di sebelah selatan Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul, Yogyakarta. Di tepi jalan ini angkringan milik Paimin berada. Namun jangan bayangkan warung angkringan dengan gerobak seperti umumnya. Angkringan milik Pak Min, begitu ia biasa disapa, berupa becak yang telah ditambahkan meja dan atap. Didominasi warna hijau tua dan oranye, serta ada sedikit hijau tosca.

Di bagian depan kursi penumpang disediakan sebagai meja pelanggan, berupa satu lembar papan sepanjang 1,5 meter. Dudukan penumpang ditutup dengan beberapa lembar papan. Di atasnya terdapat beberapa nampan berisi nasi kucing, gorengan, toples berisi krupuk, rak berisi gelas, toples gula, serta teko. Semua makanan dihasilkan dari dapur rumah Pak Min sendiri. Atapnya berupa terpal biru, inilah yang paling mencirikan bahwa becak itu adalah warung angkringan jika dilihat dari kejauhan.

Kami menyambangi Pak Min menjelang waktu Maghrib. Tiga jam setelah warung angkringan dia buka. Satu pria berseragam rumah sakit mampir ke warung angkringan tak lama setelah kami datang. Satu lagi pelanggan datang, pria berseragam oranye dengan peluit di tangan.

Angkringan Becak  © 2018 brilio.net

Angkringan becak Pak Min sudah digunakan 6 bulan. Sebelumnya, selama 1,5 tahun pria yang kumis dan rambutnya tak lagi hitam ini membuka warung angkringan gerobak. Gerobak itu rusak sehingga Pak Min harus memutar otak agar usaha warung tetap berjalan. Perihal ekonomi menjadi pendorong Paimin untuk berpikir kreatif.

"Saya beli becak bekas terus saya buat angkringan. Mau beli gerobak mahal harganya, saya nggak punya uang. Saya bikin sendiri dari becak yang saya beli cuma Rp 500 ribu. Atapnya saya ganti pakai kayu-kayu ini. Kayu-kayunya nggak beli, dikasih tetangga. Ini sudah paten, nggak pernah saya copot tendanya," tuturnya dengan antusias.

Warung angkringan Pak Min rata-rata menghasilkan Rp 30.000 per hari. Uang itu menjadi pemasukan tambahan dari mengoperasikan becak motor dari pagi hingga siang.

Jumlah pemasukan angkringan kisaran itu selama beberapa bulan belakangan terbilang menurun. Sebelum-sebelumnya, per hari Pak Min bisa mengantongi hingga Rp 100 ribu per hari. Pelanggan yang kerap datang adalah para pasien Dokter Barkah Djaka Purwanta yang pernah membuka praktik di sekitar area itu. Semenjak Dokter Barkah pindah, pemasukan Pak Min menurun drastis.

"Angkringan saya pakai becak itu orang-orang heran, dibilang kreatif. Semua tanya 'kok pakai becak?'. Saya jawab mau beli gerobag tapi mahal," imbuhnya.

Malam itu, pukul 21.00 WIB, Pak Min mematikan penerangan untuk angkringan becaknya. Dia membereskan sisa dagangan beserta peralatan makan, lalu menata kursi panjang ke becak. Dia mendorong becak menuju sebuah jalan kecil di seberang kembali ke rumahnya.