Sosok Zulkifli memang penuh inspirasi. Ia begitu setia dengan puluhan ribu buku-buku bekas miliknya. Selepas maghrib ia masih berada di lapaknya yang kecil di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.

Di usianya yang sudah 89 tahun, Zulkifli tak pernah berpikir akan berhenti berjualan buku. Karena dengan buku, puluhan tahun ia menghidupi keluarganya. Ia dikaruniai 7 anak.

"Alhamdulillah. Waktu zaman dulu. Cukup sekali. Sekarang sudah goncang. Apalagi buku pendidikan gonta ganti. Kalau buku umum nggak, normal biasa," ceritanya tentang dunia yang digelutinya.

Pasang surut dunia buku telah dilaluinya sejak ia jual buku bekas di Pasar Bringharjo tahun 1965. Lalu pindah ke tempatnya kini pada tahun 1980 an. Ia lahir dan tinggal di Aceh hingga akhirnya pindah ke Jogja sekitar tahun 1945.

"Adeknya nenek saya, dapat panggilan di Departemen Agama ditempatkan di Jogja. Memerlukan tenaga saya. Saya diajak. Dia seorang penulis," katanya.

Kenapa kemudian memutuskan berjualan buku? "Saya prinsip dulu, setelah nggak sekolah lagi jangan sampai terputus dengan buku. Saya berniat jualan buku bisa sambil baca-baca," katanya.

Baginya jualan buku bukan sekadar urusan mencari uang, tetapi juga untuk hiburan. Selain jualan, ia juga membeli buku bacaan bekas apapun temanya. "Kita jualan namanya. Orang beli senang. Orang jual ya senang. Jadi boleh dikatakan saya ini menghibur dengan buku. Orang terhibur kan senang," terangnya.

Fisik Zulkifli memang sudah lemah, tapi semangatnya membaca buku tak pernah surut. Ia berujar tak akan berhenti berteman dengan buku sampai ia benar-benar tak mampu melakukannya.

Selamat Hari Buku Nasional 17 Mei 2018