Saat ini tak banyak arsiparis yang masih eksis. Seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan melalui pendidikan formal tersebut sudah jarang ditemui di Indonesia. Pasalnya tugas tersebut dinilai tidak menjajikan untuk menyokong kehidupan sehari-hari.

Arsip yang merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa berharga dalam berbagai bentuk saat ini hanya bisa ditemukan di Museum. Beberapa arsip yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, dan beberapa organisasi di Indonesia zaman sekarang jarang ada yang memperhatikan bahkan melestarikan.

Namun siapa sangka pria bernama Toni Lubis yang berasal dari Medan dan tinggal di utara stasiun Patukan, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta ini menangkap peluang tersebut. Pria yang kerap disapa dengan sapaan Mas Toni ini memiliki inisiatif mengumpulkan beberapa arsip-arsip negara yang telah dibuang dari beberapa museum dan tempat lainnya sejak tahun 2009.

"Saya mulai mengumpulkan arsip dari tahun 2009 saya temukan barang tersebut dari sampah, dari rongsokan, dari orang, macem-macem," pungkasnya kepada tim brilio.net saat diwawancara.

Toni Lubis © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/Farika Maula

Toni yang pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum  Universitas Proklamasi Yogyakarta ini tidak ada rencana untuk mengumpulkan arsip-arsip negara seperti yang ia lakukan saat ini. Sebelum mengumpulkan arsip, Toni sempat bercerita bahwa dirinya sempat terlibat dalam kejahatan besar dan membawa dirinya ke dalam penjara.

"Saya dulu pernah jadi DPO polisi soalnya saya dulu melakukan kejahatan besar, saya dulu bergelut dengan narkoba," pungkasnya.

Toni Lubis © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/Farika Maula

Namun setelah bebas dari jeruji besi, Toni bertemu dengan ibu-ibu Tionghoa yang menasehatinya agar berubah. Nasehat tersebut diterimanya dengan baik hingga suatu hari ia bertemu dengan rekannya bernama Tanto yang mengajak untuk mencari dan mengumpulkan barang-barang rongsok. Mendengar ajakan tersebut, Toni menerimanya dengan terpaksa.

"Tanto itu guru besarku, dia yang pertama kali ngajak aku ngumpulin rongsok setelah bebas dari penjara. Aku langsung mau tapi terpaksa karena nggak ada pilihan lain. Aku juga butuh makan kan," tambahnya.

Mulai mengumpulkan arsip-arsip sejarah

Selain mengumpulkan barang rongsok yang ia anggap mempunyai nilai sejarah, di waktu yang sama Toni juga mulai mengumpulkan arsip-arsip sejarah Indonesia mulai dari kuitansi, surat-surat pajak, majalah, koran, poster dan arsip penting lainnya. Saat ditemui tim brilio.net Toni memperlihatkan beberapa arsip sejarah yang ia anggap penting. Menurutnya arsip yang ia temukan dari sampah tersebut akan berharga puluhan tahun mendatang.

"Ini kalau 10 atau 20 puluh tahun lagi pasti banyak yang nyari. Soalnya barang-barang kanyak gini kayak buku pelajaran, surat pajak, kuitansi ini bisa untuk nostalgia," pungkasnya.

Toni Lubis © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/Farika Maula

Toni mengaku lebih suka mengoleksi arsip daripada perabotan bekas. Menurutnya menjadi kolektor arsip lebih mudah dan praktis untuk dipindah dan dibawa ke mana-mana. Namun, Toni juga tak menolak jika ada tawaran barang yang mempunyai nilai sejarah untuk dijadikan koleksi di gudangnya. Beberapa koleksi arsipnya tak hanya dikumpulkan untuk keperluan pribadi, ia menjual koleksinya tersebut ke berbagai museum dan juga secara personal melalui media sosial.

"Saya nggak munafik, saya butuh makan. Jadi saya lebih suka disebut kolekdol koleksi terus di dol. Kadang saya udah menawarkan harga murah tapi masih aja ditawar sama orang," pungkasnya.

Toni Lubis © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/Farika Maula

Saat ditanya tim brilio.net bagaimana cara merawat semua arsipnya, Toni menjawab hanya menggunakan bumbu dapur merica dan cengkeh agar terbebas dari rayap. Tips tersebut ia dapatkan dari para seniornya yang sudah berpengalaman di bidang kearsipan.

Toni mengikuti Festival Nasional dan Internasional  

Pada tahun 2012 Toni mulai diajak mengikuti Pameran Nasional di Bandung. Awalnya ia sempat menolak karena ia tak memiliki cukup uang untuk menyewa stand di pameran tersebut. Namun ia tak lantas putus asa, ia mengajak beberapa temannya untuk bersama menyewa stand tersebut. Dari sinilah Toni mulai sadar bahwa setiap lembar dari arsip sangat berharga. Setelah mengikuti pameran di Bandung, ia mulai berani mengikuti beberapa pameran di luar kota baik tingkat Nasional ataupun Internasional.

"Saya pernah ikut festival di Bandung, Jakarta, Bali, Yogyakarta dan yang terakhir di Pasar Kangen Jogja. Di Bali itu Internasional sebenarnya khusus filateli tapi saya ikut aja bawa barang-barang saya," pungkasnya.

Toni Lubis © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/Farika Maula

Toni menceritakan saat mengikuti Pasar Kangen di Yogyakarta, ia mendapatkan apresiasi dengan predikat pedagang paling laris dan paling ramai. Ia mengaku omset yang didapat dari penjualan di beberapa festival tergantung pada festival yang diselenggarakan dan target pasar yang hadir dalam festival tersebut.

Tak hanya dalam sebuah acara tertentu, Toni kadang juga menjual arsip-arsipnya kepada temannya yang membutuhkan barang yang memiliki nilai sejarah. Selain itu, Toni menceritakan  beberapa negara yang sering membeli arsipnya antara lain Belanda, Jepang, Inggris, Singapura, Malaysia dan Cina. Terkadang, ia juga menjualnya ke Museum Pers Nasional dengan cuma-cuma atau dengan harga murah agar generasi mendatang dapat melihat kumpulan arsip zaman dulu.

Arsip yang paling laris

Pria yang mempunyai nama Toni Lubis ini menyebutkan beberapa arsip berharga yang ia jual ke beberapa museum adalah koran-koran lama dan peta di masa Mangkunegaran. Selain itu, ia menceritakan bahwa arsip yang berbau ajaran kiri banyak diminati oleh anak muda.

"Sekarang banyak yang mencari buku-buku kiri. Kebanyakan anak muda yang pengen tahu sejarah PKI sebenarnya gimana. Saya salut itu," ujarnya.

Di sisi lain, Toni kecewa lantaran kurangnya apresiasi negara terhadap arsip-arsip lama Indonesia. Ia menilai beberapa museum menganggap remeh barang-barang sejarah. Toni pernah meneukan beberapa arsip sejarah di buang dari museum.

"Saya pernah menemukan arsip penting kayak foto-foto, surat pembayaran pajak, barang keraton, banyak nggak bisa disebutin satu-satu," pungkasnya.

Menurutnya, justru banyak dari negara lain mencari literasi tentang Indonesia dan membelinya dengan harga yang fantastis tanpa menawar. Barang-barang yang banyak dibeli oleh negara lain meliputi, kuitansi pembayaran listrik, surat tanah, majalah, foto-foto, literasi tentang sejarah Irian Barat dan masih banyak yang lainnya. Meskipun kegiatan mulia Toni ini kurang diapresiasi oleh masyarakat bahkan negara Indonesia, ia tetap menjalankan kegiatan tersebut dengan sukacita.