Setiap orang memiliki asumsi pribadi dalam memandang fenomena salawat yang belakangan disebut sebagai budaya populer di kalangan santri. Ada yang berasumsi bahwa salawat merupakan tertanamnya benih-benih kecintaan kepada Baginda Rasulullah SAW. Ada pula yang berasumsi bahwa fenomena salawat ini tak lebih dari gejala dinamis anak baru gede.

Semua bebas berasumsi dengan alasannya masing-masing selama masih dalam batas normal. Artinya, tidak sampai mengendorkan semangat dan keoptimisan para pelantun salawat. Jangan sampai orang enggan bersalawat dan tidak optimis meraih keberkahan bacaan salawat hanya karena tidak tahu maknanya, tidak bisa menghayati artinya, dan berbagai alasan tidak subtansial lainnya.
 
Bagaimanapun, lantunan salawat adalah proses menjadikan manusia khususnya umat Islam untuk jatuh cinta sedalam-dalamnya kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu dengan lantunan salawat dapat mengobati rasa rindu umat Islam saat ingin bertemu Rasulullah.

Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu kiai nyentrik asal Plered yang kini menjadi pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Fatihah, Fuad Riyadi. Nah, kali ini tim brilio.net mendapat kesempatan untuk mewawancarai beliau.
 
Siapa Gus Fuad Plered? Pria kelahiran Yogyakarta pada 8 Oktober 1970 ini dikenal sebagai KH M Fuad Riyadi. Ia merupakan pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Tradisional Roudlotul Fatihah, Pleret, Bantul, Yogyakarta.

Gus Fuad si Kiai nyentrik, pakai genre rock cebagai media dakwah © 2019 brilio.net

Ayahnya, Haji Ahmad Abdul Bakdi berdarah Kiai Abdurrouf Wonokoromo (keturunan Sunan Ampel dari jalur Sunan Bonang). Sedangkan ibunya, Siti Muyassarotul Maqosid adalah keturunan Kiai Nuriman Mlangi (cikal-bakal kampung santri Mlangi) dari jalur ayah (Kiai Sangidu Wonokromo/Mlangi) dan dari jalur ibu keturunan Kiai Cholil Wonokromo.

Kalau selama ini kita mengenal ulama hanya dengan keahlian mengajar kitab kuning, ahli tafsir, hafiz quran dan orang yang mumpuni dalam ilmu agama Islam, berbeda dengan Gus Fuad yang merupakan guru ngaji sekaligus seniman multitalenta. Karya seninya pun patut diacungi jempol. Gus Fuad kerap menggelar pameran seni rupa baik tunggal maupun bersama.

Pameran tunggalnya antara lain: Aura Dzikir, Bentara Budaya Yogyakarta (2009), Aura Dzikir Putih, Jogja Nasional Museum (2010), Locospiritual, Jogja Gallery (2011), Alif-Risalah Rajah Sosrokartono, Museum Kereta Api Bandung (2011) Kitab Lailatul Qodar, Taman Budaya Yogyakarta (2013).

Kiai kondang sekaligus seniman ini juga pernah menjadi wartawan. Karya tulisannya sudah dimuat di media massa sejak kelas 2 SMP. Tulisannya makin kuat setelah belajar pada Ragil Pragolopati. Beberapa karyanya tersebar di berbagai media massa baik lokal maupun nasional serta beberapa buku seperti: Risang Pawestri (1990), Aku Ini (1991), Catatan Tanah Merah (1992), Rumpun Bambu (1994), Begini-begini dan Begitu (1997), Gerbong (1998), Embun Tajalli (2000), Kampung Santri (2001), Cara Idiot Menjadi Kyai (2005) dan Islam Itu Gampang (2005) dll.

-

Gus Fuad memilih genre rock sebagai sarana dakwah

Kini Gus Fuad semakin mengepakkan sayapnya di bidang tarik suara atau musik. Tak hanya lukisan dan karya sastra, ia tengah sibuk dengan band besutannya bernama ROFA Band. ROFA merupakan kelompok seni musik tasawuf yang berdakwah melalui musik bergenre pop-rock. Tak ada kesan musik padang pasir dalam karya-karyanya. Ini salah satu langkah Gus Fuad Plered, panggilan akrabnya, untuk berdakwah yakni dengan cara lebih mudah dan menarik.
 
Alasan Gus Fuad memilih genre rock sebagai sarana dakwah adalah tidak lain tidak bukan karena latar belakang beliau karena menyukai seni sastra termasuk seni musik. Tak heran jika ia pandai memainkan gitar. Selain itu, dakwah Gus Fuad lebih menyasar ke anak muda. Sekarang ini ia sering bergaul dengan pemusik karena Gus Fuad ingin dakwahnya bisa merambah ke semua kalangan.
 
"Dakwah kan pada prinsipnya memberi kabar bahagia. Saat ini saya sedang dekat dengan kalangan pemusik. Kebetulan sejak kecil saya juga senang main gitar. Ya saya juga kepengen dakwah bisa ke mana saja," ujar Gus Fuad kepada brilio.net beberapa waktu lalu.

"Prinsipnya musik sebagai sarana dakwah. Tren dakwah hari ini arus besarnya terlalu banyak berbicara tentang hukum dan syariat saja. Itu akan menciptakan ketegangan. Padahal agama tanpa tasawuf tanpa seni akan seperti zombie, tapi tasawuf, seni tanpa syariat akan jadi hantu. Nah, saya ingin melengkapi dan menyeimbangkan itu," tambah Gus Fuad.
 
ROFA sendiri sudah memiliki 2 album dan merilis 3 single. Sampai saat ini Gus Fuad kerap dibantu oleh beberapa musisi Yogyakarta, di antaranya adalah Agib Tanjung, Tomo Widayat, Elang Nuraga, Sandi Abdurakhman, Reno Ferthano dan Ancal. Keenam musisi itu adalah formasi yang paling kerap ada di ROFA saat manggung. Sebab kata Gus Fuad, ROFA sebenarnya bertujuan untuk memberi ruang komunitas untuk para musisi Jogja.

"Siapa saja boleh bergabung, siapa saja boleh manggung sama ROFA, dan tentunya siapa saja juga gemar bersalawat," ujarnya.

Gus Fuad mengungkapkan bahwa dirinya memiliki target membuat 100 lagu tentang Rasulullah SAW. Hal tersebut ia lakukan untuk bisa mewadahi orang-orang yang rindu dan ingin bertemu kanjeng Nabi. Selain itu, lagu-lagu yang ia ciptakan selama ini didedikasikan kepada Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Sekumpul) yang telah mengajarkan tentang segala hal tentang Rasulullah kepada Gus Fuad.
 
"Saya itu mentargetkan 100 lagu tentang Rasulullah. Saya dibantu banyak pemusik yang tinggal di Jogja. Ada juga yang di Jakarta. Dan lagu-lagu yang saya ciptakan ini saya dedikasikan untuk Tuan Guru Sekumpul," ujar Gus Fuad.
 
-

Pro dan kontra tentang 'Rock Sholawat'
 
Menurut Gus Fuad, segala kontroversi wajar terjadi. Ia juga menambahkan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan tergantung pada niat "Innamal ‘amalu binniyat." Musik bukan hanya urusan genre rock, jazz, klasik, pop dan sebagainya. Gus Fuad memahami musik Islami sebagai hal yang indah karena Allah itu indah dan menyukai keindahan.  
 
"Jangankan perbedaan pandangan tentang musik, perbedaan tentang mazhab saja sering terjadi," terang Gus Fuad.
 
Jika selalu membicarakan tentang hukum, kita bisa jadi orang yang kejam. Padahal segala hal yang kita lakukan sehari-hari tidak melulu tentang fikih atau hukum saja. Selain harus belajar fikih, kita harus senantiasa menyeimbangkan dengan ilmu lain.

Karena jika kita terus bertumpu pada hukum hal itu mengakibatkan akan banyak orang yang hanya terpaku pada hitam putih saja tentang agama yang berdampak pada saling mengkafirkan. Padahal menurut Gus Fuad, agama itu adalah tentang cinta sesama makhluk.
 
"Kalau kita selalu bertumpu pada hukum atau pada fikih, itu akan berdampak pada orang yang suka mengkafir kafirkan," kata dia.
 
Dalam pesan terakhirnya, terlepas dari segala kontroversi tentang Rock Sholawat, Gus Fuad berpesan bahwa misi dakwahnya dari awal, tengah hingga akhir dalam beragama adalah untuk mengglorifikasi cinta.

Nah, buat kamu yang masih penasaran sama Gus Fuad Plered dan ROFA beserta Rock Sholawatnya, silakan cek video wawancara lengkapnya di bawah ini ya!