Link
PEREMPUAN DAN BELA DIRI:
MASKULINITAS 
ATAU 
PERLINDUNGAN ?
Kalau bicara soal bela diri, tentu yang terpikir adalah aktivitas yang didominasi oleh laki-laki. Steriotip yang ada di masyarakat memang menjadikan bela diri ‘mutlak’ hanya sesuatu yang bisa dilakukan oleh laki-laki. Tidak terbantahkan juga, sebab teknik bela diri yang keras memang rasanya hanya laki-laki lah yang mampu melakukannya. 
Share :
Di zaman modern seperti sekarang, steriotip seperti itu rasanya tidak berlaku lagi. Pasalnya, kaum perempuan pun ternyata sudah banyak yang mengikuti bela diri. Terbukti dengan sudah banyaknya atlet perempuan yang turun dan merepresentasikan olahraga bela diri, mulai dari Karate, Boxing, Taekwondo, Brazilian Jiu-Jitsu, Muay Thai hingga Judo di rancah nasional maupun internasional.
Berbagai alasan pun bermunculan, entah hanya sekedar mencari alternatif lain dalam olahraga ataupun memang ingin mendalami ilmu dan teknik bela diri, para perempuan memang sebaiknya dibekali teknik bela diri dasar. Maraknya kejahatan menjadi salah satu alasan bahwa bela diri diperlukan untuk menjaga diri ketika ada hal dan tindakan yang tidak diinginkan terjadi.
Perempuan dan Bela Diri
Pada tahun 2015 lalu, media sempat digemparkan dengan aksi Annisa Mutia, mahasiswi dari Sumatera Utara yang berhasil menaklukkan tiga orang begal dengan ilmu beda diri yang ia miliki. Pada saat itu, Annisa sedang mengendarai motornya ketika tiga orang begal mendekati dan ingin mengambil paksa barang Annisa. Wanita yang memiliki keahlian bela diri Karate ini langsung mengambil tindakan. Para begal yang pada saat itu menodongkan pisau, ia lawan dengan berani. Bahkan, Annisa sempat menantang para begal dengan ucapan “Kalau berani nggak usah pakai pisau! Ayo berkelahi” yang diakhiri dengan perkelahian oleh Annisa dan tiga pelaku tersebut. Pada akhirnya, dua begal tidak berdaya berhasil dibawa kepada yang berwajib, dan satu begal berhasil kabur.
Perempuan dan Bela Diri
Kejadian yang dialami oleh Annisa merupakan salah satu kejadian yang sering dialami oleh wanita sehari-hari. Selain aksi perampokan, wanita sering menjadi korban utama pelecehan ataupun kekerasan seksual. 

Ya, tindakan pelecehan dan kekerasan seksual sejatinya sebuah aksi asusila yang sangat dekat dengan kita, terutama perempuan. Artinya, kejadian seperti itu bisa terjadi pada diri kita atau orang-orang terdekat. 

Menurut Asisten Riset Komnas HAM sekaligus Director Never Okay Project Alvin Nicola kepada Brilio.net, dari seluruh negara anggota ASEAN, hanya Indonesia yang belum memiliki regulasi khusus terkait pelecehan seksual.
“Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun lalu juga menyebutkan bahwa satu dari tiga perempuan pernah mengalami pelecehan seksual” - Alvin Nicola
Faktor Terjadinya Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Dosen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia Vinita Susanti menilai isu pelecehan seksual selalu berada pada sudut pandang subyektif, maka dari itu harus mempertimbangkan konteks sosial dan sejarah perbedaan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Namun, secara definitif, pelecehan seksual dapat diartikan sebagai tindakan sosial yang tidak diinginkan oleh seseorang baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Kategori pelecehan seksual dapat dibedakan menjadi tiga, yakni sexual coercion, unwanted sexual attention, dan gender harrassment. Sexual coercion terjadi ketika pelaku menggunakan kekuasaannya untuk mengancam korban agar dapat membangun hubungan seksual.

Sedangkan unwanted sexual attention yakni ketika pelaku membuat rayuan romantis atau seksual yang tidak disukai dan cenderung ofensif. Sementara gender harrassment adalah sikap bermusuhan, menghina atau merendahkan martabat (biasanya perempuan)
Perempuan dan Bela Diri
GIF : Giphy.com
Menurut Vinita, faktor keimanan seseorang menjadi sangat penting dalam hal ini. Ketiadaan iman dan kontrol diri kerap menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan pelecehan seksual. “Contohnya, perempuan dengan pakaian 'minim', tidak akan mengalami pelecehan seksual bila pelakunya mempunyai iman. Kontrol diri, akan membuat batasan-batasan mana yang  boleh dilakukan dan mana yang tidak,” ujar Vinita kepada Brilio.net.

Umumnya pelecehan seksual terjadi karena adanya “power” atau kekuasaan dari si pelaku terhadap korban. Pelaku menyadari posisi korban yang lebih rendah dari dia, hingga dia bisa melampiaskan keinginannya. Selain itu perempuan kerap dianggap sebagai warga kelas dua, yang bisa dilecehkan karena dianggap sebagai makhluk yang lemah.

Apalagi, korban biasanya memilih diam daripada melapor kepada yang berwajib. Mungkin akan menjadi serba salah untuk perempuan, kalau melapor malah disalahkan (victim blaming), harusnya bagaimana dan apa yang sebaiknya dilakukan sebagai kaum perempuan? Bukankah seharusnya hak asasi manusia sudah membuat kita sama. Apalagi sekarang sudah banyak kampanye kesetaraan gender yang marak di masyarakat.
Selama ini, memang kerap ada anggapan pelecehan seksual terjadi karena korban memberikan peluang, misalnya dengan mengenakan pakaian minim. Padahal, tindakan itu terjadi karena pelaku yang selalu berpikir negatif. Menurut Vinita, pelecehan seksual bisa terjadi pada siapa saja dengan umur yang beragam. 

“Tapi, karena masyarakat kita pada umumnya masyarakat patriarki, korban bisa saja dianggap memberi peluang. Kita bicara konteks. Misalnya, perempuan dengan pakaian super mini, naik ke angkot. Pelecehan seksual sangat mungkin terjadi. Pikiran negatif si pelaku, sangat dominan. Pelecehan bahkan mungkin perkosaan dapat terjadi,” katanya.
 Perlunya pembekalan bela diri dalam individu wanita
Karena itu, menurut Vinita perempuan perlu membentengi dirinya dengan ilmu bela diri untuk melindungi dirinya dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual. Dibutuhkan juga beberapa strategi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tentunya lihat situasi dan kondisi. Bela diri, bisa sangat membantu pada situasi atau keadaan yang menyebabkan perempuan berpotensi menjadi korban. Misalnya, jalan di tempat gelap dan sepi.

Boleh jadi, perempuan yang banyak menjadi korban harus membekali dirinya dengan ilmu bela diri. Namun, sebelum memenuhi hal itu alangkah baiknya para perempuan membekali dirinya dengan informasi terkait pelecehan seksual. 

Apalagi, di Indonesia diskusi mengenai pelecehan seksual masih berada di wilayah abu-abu. Apa saja sih tindakan yang bisa dikatakan pelecehan seksual? Misalnya saja, ternyata berdiri terlalu dekat sangat berpotensi terjadi pelecehan seksual.  
Perempuan dan Bela Diri
Lantas, mengenai perlindungan dengan menguasai ilmu bela diri juga nggak ada salahnya. Terlebih, perempuan selalu dianggap kelompok yang lemah. Karena itu, self-defense menjadi sangat penting. 

Praktisi Mix Martial Arts Max Metino yang ditemui Brilio.net di sasana Warrior Fight Camp di bilangan Kelapa Gading menjelaskan, saat ini kelompok yang lemah terutama seorang perempuan atau mereka yang suka di-bully  sangat penting memiliki ilmu bela diri. Sebenarnya self-defense diperlukan semua orang. Sebab pertahanan diri adalah kebutuhan mendasar yang harus dimiliki sejak zaman purba.

“Makan, minum, istirahat, dan bertahan hidup menghadapi kerasnya keadaan sekitar adalah hal dasar manusia. Di era sekarang, self-defense fungsinya sudah mulai berubah untuk kepercayaan diri di manapun kita berada,” ujar pria pemegang sabuk hitam Brazilian Jiu-Jitsu itu.
Perempuan dan Bela Diri
Di era modern seperti sekarang seringkali orang mempertahankan hidup dari serangan yang menyasar mental seperti bully, pelecehan seksual, atau kekerasan dalam rumah tangga. Self defence sangat dibutuhkan kelompok yang lemah. Menurut Max, pelaku tindakan kejahatan saat ini tidak pandang bulu. Umumnya mereka menyasar korban yang lemah.

“Sebaiknya mereka membekali diri dengan ilmu beladiri yang memiliki unsur-unsur efektif, efisien, dan taktis. Ada pukulan, tendangan, bantingan cekikan, dan kuncian,” tegas Max.
“Tegur dengan yakin dan lantang jika ada indikasi pelecehan seksual” - Max Metino
Lalu siapkan spray untuk disemprot ke mata pelaku kriminal atau pelecehan. Selain itu berlatih beladiri sehingga menjadi mawas, sigap dan percaya diri,” ujarnya.
Faustine Gunawan, pemilik sasana Syena Martial Arts Center yang juga merupakan praktisi Brazilian Jiu-Jitsu  dan Krav Maga ini mengatakan bahwa pembekalan teknik bela diri sangat berguna untuk wanita. Wanita pemilik purple belt di bela diri Brazilian Jiu-Jitsu ini memiliki pendapatnya sendiri terkait self-defense kepada Brilio.net (2/11).

“Teknik bela diri untuk survival itu tekniknya berbeda. Self-defense for survival itu bisa mengambil dari berbagai macam bela diri yang berbeda. Misalnya, Boxing dan Muay thai, nah kamu bisa ngambil tekniknya dalam kondisi yang berbahaya”, ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa teknik bela diri juga menggabungkan beberapa teknik dari beberapa martial arts, misalnya Judo, Brazilian Jiu-Jitsu, Boxing, ataupun Muay thai. Nah, di teknik bela diri ini adalah gabungan dari beberapa teknik yang paling efektif dan mematikan.

“Semua teknik bela diri itu efektif. Hal itu juga efektif, dalam, misalnya mengembangkan kepercayaan diri, fisik juga. Seperti, berubahnya postur tubuh ketika rutin berlatih bela diri, sehingga nggak kelihatan sebagai target yang mudah”, ujar Faustine.

Nah, oleh karena itu, wanita diharapkan sudah mulai aware dengan perbekalan bela diri. Sebab, hal tersebut sangat berguna untuk menjadi bekal pertahanan diri oleh perempuan. Banyak pilihan martial arts yang bisa kamu pilih seperti Judo, Boxing, Brazilian Jiu-Jitsu, Karate, Taekwondo, maupun Krav Maga. Sesuaikanlah pilihan tersebut dengan apa yang kamu senangi dan tentunya memberikan manfaat yang besar bagi diri kamu!
back to top
Share this article
Link