Brilio.net - Nasib orang memang nggak pernah bisa ditebak. Tapi yang jelas, kalau dia bekerja keras, maka bisa dipastikan bakal mendapat kesuksesan. Inilah yang dialami Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2014­2019, Trimedya Panjaitan.

Siapa mengira jika Trimedya punya jalan hidup yang keras sebelum meraih sukses seperti sekarang. Tahu nggak sih kalau anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini pernah jadi tukang cuci bemo, tukang parkir, tukang cuci piring, jualan es ganefo, hingga calo tiket di Stadion Teladan Medan? Bahkan, dia juga memungut biaya bagi orang yang mau nonton pertandingan sepak bola dari atas lampu stadion.

Pria kelahiran 6 Juni 1966 ini tanggal lahirnya sama dengan pendiri bangsa, Bung Karno. Nggak disangka rupanya ini garis tangan bagi Trimedya menjadi orang kepercayaan anak Bung Karno, Megawati Soekarnoputri. Ini pasti bukan kebetulan semata. Ini takdir yang sudah ditentukan Tuhan.

Buku Trimedya Panjaitan  © 2017 brilio.net Dihadiri para tokoh (brilio.net/yani andryansjah)

Kisah inilah yang terungkap saat peluncuran dua bukunya sekaligus di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Minggu (5/2). Kedua buku itu masing-masing berjudul ‘Banteng Senayan dari Medan’ dan ‘Parlemen dan Penegakan Hukum di Indonesia’.

Acara ini pun dihadiri sejumlah tokoh seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Jaksa Agung M Prasetyo, Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari, Seskab Pramono Anung, Menkum HAM Yasonna Laoly, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Wakapolri Komjen Pol Syafruddin hingga Ketua Komisi 3 DPR Bambang Soesatyo, serta Hakim Agung MA Gayus Lumbuun dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Kisah perjuangan hidup Trimedya tertuang dalam buku ‘Banteng Senayan dari Medan’ disunting oleh Rahmat Sahid, dengan kata pengantar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Sementara buku berjudul Parlemen dan Penegakan Hukum di Indonesia yang juga disunting Sahid merupakan pemikiran Trimedya dalam berbagai tulisan di media dengan kata pengantar Menko PMK Puan Maharani.

Buku Trimedya Panjaitan  © 2017 brilio.net Rahmat Sahid, penulis dan penyunting buku (brilio.net/yani andryansjah)

“Terimakasih banyak atas seluruh undangan yang hadir. Sesungguhnya saya tidak berminat lagi peluncuran buku. Tapi setelah diskusi dengan keluarga akhirnya saya mau meluncurkan buku ini,” kata Trimedya dalam sambutannya.

Memang sejatinya kedua buku ini diluncurkan pada 2016 lalu saat Trimedya genap berusia 50 tahun. Tapi hal itu diurungkan mengingat tahun lalu, abangnya Kruschop Panjaitan meninggal dunia. Dalam tradisi Batak, tidak elok ketika saat masih dalam masa berduka menggelar acara lain.

“Tapi, sebelum masa jabatan habis, saya akan buat empat buku lagi. Jadi ditunggu saja,” ujar Trimedya.]

Buku Trimedya Panjaitan  © 2017 brilio.net Nih bukunya (brilio.net/yani andryansjah)

Sementara Luhut yang didaulat menyampaikan sambutan mewakili keluarga besar Panjaitan menyampaikan bahwa Trimedya adalah sosok unik, patut ditemani, dihormati karena mempunyai integritas yang baik.

“Trimedya ini orang spesial. Orang Batak yang nggak bisa bahasa Batak. Datang dari kampung, dan menjadi tokoh di Jakarta,” ujar Luhut.

Lain lagi yang diungkapkan Seskab Pramono Anung yang didaulat menyampaikan sambutan mewakili PDI Perjuangan. Menurut Pramono, Trimedya adalah politisi yang kalem lembut dan santun. Namun jiwanya memiliki kekuatan positif untuk terus melakukan pengawalan terhadap demokrasi, terutama dalam sektor penegakan hukum.

“Buku Banteng Senayan dari Medan Senayan dari Medan sebenarnya sebuah pergumulan hukum dan politik yang mengisahkan secara detil perjuangan sahabat saya ini yang menggambarkan jiwa petarung dalam rimba raya politik dan hukum di negeri ini,” tuturnya.