Brilio.net - Ada banyak profesi unik di dunia ini yang mungkin bagi banyak orang justru menyeramkan, salah satunya adalah perias jenazah. Ya, profesi tersebut memang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Seperti Sukamto, ia merupakan salah satu orang yang menekuni profesi sebagai perias jenazah.

Pria berusia 62 tahun tersebut sudah menjadi perias jenazah selama kurang lebih 36 tahun. Keahliannya dalam mengurus jenazah didapatkan Sukamto ketika masa remajanya dihabiskan dengan membantu sang kakak yang lebih dulu menekuni profesi tersebut. Dia ahli dalam mengurus jenazah, dari mulai memandikan, merias dan mengenakan pakaian sesuai adat dan agama jenazah yang meninggal.

Ayah empat anak tersebut bekerja sebagai perias jenazah untuk rumah duka PUKJ (Perkumpulan Urusan Kematian Yogyakarta) sejak tahun 1980-an, menggantikan kakak pertamanya. Tak sendirian, Sukamto dibantu adik bungsu dan anak ketiganya dalam mengurus jenazah dengan segala penyebab kematian yang beragam seperti sakit, kecelakaan dan bunuh diri.

Tak ada persiapan khusus yang dilakukan Sukamto sebelum mengurus jenazah. Biasanya ia akan meminta kepada pihak keluarga untuk mempersiapkan pakaian yang akan dikenakan jenazah. Bagi keturunan Tionghoa dan non muslim, jenazah dibersihkan dengan cara diwashlap menggunakan arak putih atau alkohol yang memang sudah disediakan pihak PUKJ dan tidak dijual sembarangan.

"Arak putih lebih cepat membersihkan kulit daripada air biasa. Selain itu, memang sudah jadi tradisi juga," ucap pria kelahiran 1959 tersebut.

Sebelum memulai membersihkan tubuh jenazah, dia akan melakukan 'ritual' kecil berupa mengajak bicara si jenazah. Sukamto memulainya tugasnya dengan percakapan kecil kepada jenazah yang berbaring di depannya. Tujuannya untuk meminta izin agar sang jenazah juga bisa diajak bekerja sama.

Hal ini biasanya dilakukan Sukamto saat menghadapi jenazah yang tubuhnya telah kaku, mulut menganga, atau matanya masih terbuka. "Biasanya saya ajak komunikasi. 'Pak/Bu mohon izin mau bersihin badannya, ayo lemes-lemes badannya'. Lemes beneran mbak," ungkap Sukamto menirukan gaya bicaranya dengan jenazah yang akan ia mandikan.

cerita profesi perias jenazah © 2018 brilio.net

Ruangan tempat pemandian jenazah PUKJ/foto: brilio.net/Nisa Akmala

Setelah selesai dimandikan, jenazah tersebut akan dipakaikan setelan jas atau pakaian adat Tionghoa atau Budha sesuai budaya yang dianut. Baru kemudian jenazah tersebut diformalin sebelum dimasukkan ke dalam peti untuk kemudian diletakkan ke dalam ruangan duka selama 7-8 hari.

Selain Sukamto, PUKJ juga memiliki satu lagi perias jenazah bernama Jariyah yang khusus menangani jenazah perempuan. Perempuan berusia 64 tahun tersebut sudah menekuni profesi yang diturunkan dari ibu mertuanya sejak 1980-an.

Tak berbeda jauh dengan persiapan yang dilakukan Sukamto, Jariyah juga melakukan komunikasi kecil kepada jenazah tersebut sebelum dimandikan. Bedanya hanya penggunaan alat makeup seperti yang biasanya digunakan perempuan pada umumnya.

Perempuan yang juga berprofesi sebagai penjual bakmi jawa pada malam hari ini menceritakan dukanya dalam menjalankan profesinya. Salah satunya, ketika memakaian busana yang berlapis-lapis kepada jenazah. Jika pakaian yang disediakan hanya satu stel membutuhkan waktu satu jam untuk mengurus, namun jika berlapis-lapis bisa tiga jam. "Pernah sampai 11 lapis kain yang harus dikenakan, " ucap Jariyah ditemui di tempat berbeda.

Pengalaman ganjil
Berurusan dengan orang meninggal, bukan berarti Sukamto tak pernah mengalami hal-hal ganjil. Ia dan kedua rekannya sering bertemu dengan bayangan hitam yang seperti keluar dari tubuh jenazah yang baru diletakkan.

Hal tersebut tentu membuat mereka kaget dan mencoba mengikuti bayangan tersebut hingga keluar ruangan namun tak ada apa-apa. Kejadian-kejadian seperti itu sudah menjadi hal yang biasa baginya, hingga tak membuatnya takut karena niatnya yang baik untuk membantu orang meninggal.

Ia juga pernah mengalami kejadian aneh ketika menjemput seorang jenazah remaja berusia 14 tahun di daerah Wonosari, Gunungkidul. Ketika sudah sampai di rumah duka dan jenazah akan digotong ke dalam mobil, jenazah tersebut tiba-tiba bergerak. Pihak keluarga pun memanggil dokter untuk memastikan kondisi anak tersebut. Saat itu dokter pun memastikan bahwa anak itu sudah benar-benar meninggal.

Sesuai intruksi dokter, ia dan rombongan akhirnya membawa jenazah untuk dibawa ke PUKJ. Namun, kejadian yang sama terulang kembali saat jenazah sudah berada di dalam mobil. Sukamto pun menahan badan jenazah yang kejang-kejang dan meminta salah satu rekannya menelepon pihak keluarga untuk memberitahukan bahwa jenazah itu dibawa ke rumah sakit guna pemeriksaan lebih lanjut. Tiba di rumah sakit, ternyata jenazah tersebut memang masih bernyawa hingga keesokan harinya, tepatnya sore hari sang anak tersebut dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit.

Sukamto dan Jariyah tak pernah memperhitungkan berapa rupiah yang masuk ke kantong mereka. Keduanya sepakat menjadikan pekerjaan ini sebagai salah satu kegiatan sosial untuk membantu sesama, khususnya bagi mereka yang sudah meninggal. Pemberian lebih yang diberikan oleh pihak keluarga kepada mereka menjadi rasa suka tersendiri, namun ketika tak ada yang memberi mereka tetap bersyukur.

"Meskipun nggak seberapa, yang penting dikasih kesehatan sama Tuhan," pungkas Sukamto.