Brilio.net - Hak Asasi Manusia atau HAM merupakan hak yang sudah dimiliki oleh seseorang sejak ia masih dalam kandungan. Hak asasi manusia sendiri berlaku kapan saja, di mana saja, dan bagi siapa saja, sehingga bersifat universal.

Dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (16/4), dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat atau Declaration of Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.

Dalam teori perjanjian bernegara, terdapat Pactum Unionis serta Pactum Subjectionis. Pactum Unionis merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara.

Sementara Pactum Subjectionis merupakan suatu perjanjian antara individu serta negara yang dibentuk. Thomas Hobbes mengakui Pactum Subjectionis dan tidak mengakui Pactum Unionis.

Namun berbeda dengan John Locke. Dia justru mengakui keduanya yaitu Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Sedangkan JJ Roessaeu hanya mengakui Pactum Unionis.

Namun pada dasarnya teori perjanjian tersebut mengarah pada perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang wajib dijamin oleh penguasa dan bentuk jaminan tersebut haruslah tertuang dalam konstitusi.

Jika berbicara mengenai HAM menurut John Locke, maka sebelumnya kamu harus mengenal terlebih dahulu sosok filsuf yang lahir pada 29 Agustus 1632 dan mengembuskan napasnya pada 28 Oktober 1704 itu.

John Locke merupakan filsuf asal Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Tak hanya itu saja, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal.

Tak sendiri, bersama rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di Era Pencerahan.

Tak hanya dikenal sebagai seorang filsuf hebat, John Locke juga berpengaruh dalam area teologi, toleransi beragama, dan teori teori pendidikan. Tak heran jika kamu sering menemukan pengertian dan istilah pendidikan maupun pemerintahan dari John Locke.

Lalu bagaimana pendapat John Locke mengenal HAM?

Dilansir brilio.net dari unlhumanrights.org, Kamis (16/4), John Locke merupakan seorang yang ahli dalam teori politik. Ia memiliki gagasan bahwa kekuasaan raja harus dibatasi dan harus didasari pada persetujuan rakyat, di mana raja harus menghormati hak-hak rakyatnya.

Salah satu pemikiran utamanya yang dituangkan dalama karyanya atau tesis John Locke adalah First Treatise dan Second Treatise yang merupakan bentuk sanggahan dan kritis atas karya Tesis Robert Filmer bernama Patriacha, yang menyatakan bahwa raja mempunyai kewenangan Illahi dan berkuasa penuh atas seluruh rakyatnya.

John Locke pun memberikan pandangan tentang sifat alami manusia. Menurutnya, manusia secara alaminya dalam keadaan tanpa politik (apolitical). Di mana hak alamiah ini harus dilindungi oleh pemerintah.

Dalam Second Treatise ini, John Locke menjelaskan bahwa negara dan pemerintahan adalah institusi yang dijalankan oleh manusia atas dasar kemauan rakyatnya dan hadir untuk menyeimbangkan setiap hak yang ada pada manusia sehingga tidak mengganggu manusia lainnya.

Sang filsuf juga menjelaskan, rakyat harus menyisihkan sedikit haknya untuk diatur oleh pemerintah, tapi tidak semua. Dengan itu, pemerintahan bisa berjalan dengan baik dan tidak menggangu hak orang lain.

John Locke juga dikenal memiliki pemikiran tajam mengenai politik, dikarenakan dirinya banyak belajar dari sang ayah. Diketahui ayahnya merupakan seorang pengacara yang pernah melakukan tugas-tugas administratif di pemerintahan lokal.

Pada 1647, Locke belajar di Sekolah Westminster, yang pada waktu itu merupakan sekolah terkenal di Inggris. Setelah itu, pada 1652, Locke mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan di Sekolah Gereja Kristus (Christ Church), Oxford, dan tinggal di sana sejak bulan Mei 1652.

Awalnya John Locke meminati bidang medis, kemudian ia sejak 1658, ia juga tertarik pada filsafat alam. Keingintahuannya yang besar dan banyak membaca beberapa buku karangan ternama, membuat perhatian Locke pada waktu-waktu itu tidak terbatas pada bidang medis dan filsafat alam saja, namun juga kepada bidang politik.