Brilio.net - "Bersandarlah kepada Dia. Dia yang memberikan ketenangan dan kekuatan. Ujian itu caraNya agar kita hanya melabuhkan hati kepadaNya. Begitu pula kebahagiaan..."

Kalimat itu menjadi caption salah satu unggahan foto akun Instagram Prof Adi Utarini. Unggahannya berisi foto almarhum suaminya, Prof dr Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc,Pharm, Ph.D. Dalam foto itu almarhum Prof Iwan tak sendiri. Dia tampak berpose bersama sang anak.

Entah butuh berapa banyak kata jika harus menceritakan semua kebaikan Prof Iwan semasa hidupnya. Orang-orang yang mengenalnya sangat mengamini jika dia sosok pribadi yang sabar dan humble. Kepergiannya tentu saja meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan rekan-rekannya.

Sosok guru besar Fakultas Kedokteran-Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) ini mengembuskan napas terakhir pada 24 Maret lalu. Covid-19 menjadi perantaranya meninggalkan hiruk-pikuk dunia. Prof Iwan mengalami sakit sejak awal Maret, saat pandemi virus corona baru masuk di Indonesia.

Diceritakan oleh sang istri Prof dr Adi Utarini, suaminya mulai sakit sekitar tanggal 6 Maret lalu. Menurut penuturan wanita yang akrab disapa Prof Uut ini, awalnya keluarga mereka bertolak ke Jakarta dengan tujuan untuk menemani kakak dari Prof Uut menjalani pengobatan mata. Namun, di sela-sela kegiatan tersebut, Prof Iwan juga menghadiri beberapa jadwal rapat kerja di sana. Prof Uut pun tak mengetahui dari mana sang suami terpapar virus Covid-19.

Saat itu guru besar yang ahli di bidang Farmakologi itu hanya mengalami demam dan juga lemas. Lalu Prof Iwan juga mengalami keluhan lain seperti tak nafsu makan hingga diare.

"Itu yang beliau keluhkan cuman demam sama badannya lungkrah (lemas sekali). Lalu nggak doyan makan dan sedikit diare," kata Prof Uut saat bercerita kepada brilio.net, Sabtu (26/9).

Prof Uut ingat saat itu ia dan suaminya setiap hari mengikuti berita di TV tentang Covid-19. Namun, Prof Uut tak menyadari bahwa virus tersebut rupanya bisa secepat itu menyerang keluarganya.

Meski sudah mengalami gejala, mereka tak terpikir jika itu Covid-19. Sebab keduanya bukan orang yang biasa langsung memeriksakan diri ketika mengalami sakit.
 
Setelah sakit di rumah sekitar enam hari, Prof Iwan sempat dirawat di RS JIH terlebih dulu selama dua hari (12-14 Maret). Alasannya, Prof Iwan tidak ingin diketahui banyak orang. Pada saat itu hanya circle keluarga terdekat saja yang mengetahui tentang kondisi Prof Iwan. Hingga akhirnya pada akhirnya Prof Iwan harus dirujuk ke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta pada Minggu 15 Maret 2020.

"'Kita ini sakit apa to, sakit demam berdarah bukan, tifus bukan'. Nah, baru ke rumah sakit. Dan itu sudah hari keenam setelah demam pertama kali," jelas alumnus Fakultas Kedokteran UGM angkatan 1983 ini.

Diketahui, kala itu di Kota Jogja baru ada satu kasus positif Covid-19 dan Prof Iwan menjadi pasien kedua positif virus corona. Prof Iwan pun langsung mendapatkan perawatan isolasi serta pemeriksaan standar corona Covid-19. Namun, takdir berkata lain, pria berusia 58 tahun itu harus kembali ke Sang Khalik pukul 00.04 WIB. Putra kelima keluarga Oetomo Moestidjo ini kemudian dikebumikan di Pemakaman Sawit Sari UGM, pemakaman keluarga besar untuk orang-orang di UGM.

Jika menengok ke belakang, ada hal yang sebenarnya Prof Uut sesali, di mana sejak awal dia tidak memaksa lebih keras suaminya agar lebih cepat memeriksakan diri ke rumah sakit tentang keadaannya kala itu. Tapi, ibarat nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Bagaimana pun Prof Uut perlahan menerima bahwa itu memang yang terbaik untuk keluarganya.

"Wah, andaikan waktu itu saya lebih cepat memaksa. Waktu itu sebenarnya saya sudah, 'Ayo mas, periksa lab.. Ayo ke dokter'. Akhirnya baru mau. Jadi tuh, kadang-kadang saya merasa, kenapa saya nggak maksa lebih keras sejak awal. Tapi ya sudah terjadi," kenang Prof Uut.

-

Santun dan ulet adalah cerminan sosok Prof Iwan

 foto Prof Uut Instagram

foto: Instagram/@adiutarinimusik

 

Hari berlalu, bulan berganti, tentu sifat ramah dan sabar dari Prof Iwan masih selalu melekat di benak dan jiwa Prof Uut. Di mata sang istri, Prof Iwan dikenal sosok pekerja keras dan selalu memiliki rutinitas yang padat. Sehari-harinya, ayah dari satu anak, Putri Karina Larasati itu terbiasa berangkat kerja pukul tujuh pagi dan sampai di rumah sudah gelap. Bahkan sesampainya di rumah biasanya ia hanya istirahat tidur 1-2 jam dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Memang pekerja keras. Kita semua sih tahu, karena itu untuk mempersiapkan, melakukan apa yang memang sudah beliau berkomitmen untuk melakukan," lanjut wanita yang juga hobi bermusik ini.

Di mata civitas UGM, almarhum dikenal sosok santun, ulet, dan solutif ketika sedang menghadapi persoalan. Terlebih Prof Iwan juga selalu memberikan kontribusi penting bagi pengembangan di tingkat Departemen Farmakologi dan Terapi, FK-KMK, UGM, serta negeri tercinta ini.

Meski memiliki rutinitas yang terbilang tanpa jeda semasa hidupnya, traveling sudah sangat biasa dilakukan bagi Prof Iwan dan keluarga. Dalam seminggu ia selalu bisa meluangkan 1-2 hari untuk menghabiskan waktu bersama anak dan istrinya, entah jalan-jalan ke mall, makan bersama atau ke luar kota. Prof Uut ingat betul, bagaimana sang suami yang pembawaannya santun dan lucu itu juga kerap melakukan keisengan dengan sang anak.

"Di rumah juga begitu banyak keisengan, kelucuan beliau. Yang akhirnya kita saling iseng, misalnya anak saya kan sudah kuliah. Melihat bapaknya lagi asyik di komputer, nah tapi pengen gangguin. Ya kursi kerjanya yang ada rodanya, ditarik kemudian diputar-putar keliling di dalam rumah. Ada kalimat-kalimat yang lucu, tapi juga ada perbuatan-perbuatan yang iseng," kenang Prof Uut sembari tertawa kecil.

-

Cerita perjuangan Prof Uut bangkit

 foto Prof Uut Instagram

foto: Instagram/@adiutarinimusik


Prof Uut sangat merasakan kehilangan figur suami yang dicintainya. Tentu itu tak mudah. Terlebih dua hari setelah sang suami meninggal, ia juga harus menjalani isolasi di rumah sakit. Tentu perasaan campur aduk antara kesedihan ditinggal suami dan kesedihan berpisah dengan orang yang begitu disayanginya. Namun, 19 hari menjalani isolasi rupanya menjadi proses awal untuknya bangkit kembali.

Ia menuturkan, di masa-masa itu Prof Uut diberikan banyak waktu untuk merenung dan memperbaiki hubungannya dengan Sang Pencipta. Berbekal Alquran, satu buku religi dan notes kosong untuknya menulis. Dari situlah kegalauan tentang hidupnya ia curahkan lewat catatan harian. Di hari-hari terakhir isolasi, Prof Uut juga menjaga kesehatannya dengan mulai banyak melakukan olahraga sederhana, seperti line dance.

Bahkan Prof Uut juga memutuskan untuk berhijab dan menjalani masa iddah selama 4 bulan 10 hari. Kini di luar puasa Ramadan dan Zulhijah, ia mulai mencoba istikamah menjalani puasa daud (sehari puasa sehari tidak).

"Saya dikuatkan fisik, saya dikuatkan dengan memperbaiki praktik agama saya. Tentu juga teman-teman tetangga, teman di kantor sangat-sangat mendukung, selain keluarga pastinya. Dari olahraga dan menulis diary itu yang banyak membantu saya dari dalam," ujar Prof Uut.

Usai dinyatakan sembuh dan pulang dari isolasi, Prof Uut tentu sempat khawatir jika lingkungan kesehariannya, terutama tetangganya tak mau bergaul dan mengucilkannya. Tapi, Prof Uut sangat bersyukur karena masih memiliki lingkungan yang baik dan selalu mendukung Prof Uut untuk membangun semangat baru. Pengalaman yang ia alami ini membuatnya paham dan yakin bahwa semua yang diberikan Tuhan dan terjadi padanya adalah tujuan terbaik, yang mungkin tak pernah bisa dipahami oleh manusia.

Akhirnya, Prof Uut pun bisa menerima karena manusia tidak tahu apa yang terbaik untuk dirinya. Ia juga semakin yakin bahwa sang suami meninggal dengan cara yang paling baik, yakni meninggal syahid karena wabah. Baginya ini adalah pembelajaran agama yang paling berharga.

 foto Prof Uut Instagram

foto: Instagram/@adiutarinimusik



Kini Prof Uut sudah kembali berkegiatan mengajar, mengikuti rapat, membimbing mahasiswa dan melakukan kegiatan lainnya secara daring. Meski sekali dalam seminggu ia hanya keluar untuk menengok makam sang suami atau hanya seperlunya saja untuk aktivitas lainnya.

Pengalaman pahit Prof Uut tentu diharapkan tidak terjadi lagi kepada keluarga lainnya. Sebagai seorang akademisi di bidang kesehatan, Prof Uut juga selalu berpesan kepada masyarakat. Dengan ancaman Covid-19 seperti saat ini, masyarakat agar mau berperilaku hidup sehat setiap waktu. Termasuk dengan olahraga, makan makanan bergizi, tidur cukup, dan menerapkan protokol kesehatan di mana saja.

Sebab menurut Prof Uut, mengedukasi masyarakat memang tidak mudah. Terlebih bagi pasien yang menanggung sakit, mereka juga harus tetap memberi edukasi pada masyarakat di sekitarnya. Sehingga ketika keluar dari rumah sakit, pasien bisa membuat sekelilingnya mendukung.

Sehat selalu Prof Uut dan Putri Karina Larasati.

Sekali lagi, selamat jalan Prof Iwan. Husnul khotimah. Surga selalu menjadi tempat untuk orang-orang baik.