Brilio.net - Ingin merasakan sensasi liburan yang berbeda? Cobalah keliling Indonesia dengan menggunakan kapal laut. Pengalaman itulah yang dirasakan Ikyu, bocah 11 tahun yang keliling Indonesia menggunakan kapal laut beberapa tahun lalu. Dari Sabang sampai Merauke, Ikyu bersama orangtuanya menghabiskan waktu di atas kapal dan pergi mengunjungi berbagai kota di Indonesia.

Kesempatan Ikyu berkeliling Indonesia rupanya merupakan hadiah kelulusan yang ia dapatkan dari orangtuanya. Sebuah perjalanan yang oleh sebagian orang dianggap gila dan kurang kerjaan, namun bagi orangtua Ikyu kesempatan tersebut memberi mereka sebuah sudut pandang yang baru tentang Indonesia.

"Kami melihat Indonesia bukan hanya dari Jakarta, kami memandang Indonesia bukan hanya dari Pulau Jawa," tulis Iwan Esjepe, ayah Ikyu.

Dalam sebuah surat kepada tantenya, Ikyu menulis:

Bintaro, 9 Juni 2011

Hari ini aku lulus SD!
Setelah menunggu 6 tahun, akhirnya hari yang kutunggu-tunggu ini datang juga. Senangnya! Sebagai hadiah graduation ibu dan bapak akan mengajak aku jalan-jalan yang jauh dan lama.
Kami akan pergi ke Sabang dan Merauke. Tadinya aku pikir mereka cuma bercanda, tapi ternyata mereka serius, sangat amat serius.
Pastinya aku senang sekali. Tapi, aku agak sedikit deg-degan juga, karena Bapak dan Ibu akan mengajak aku ke tempat yang jauh itu dengan naik kapal laut. Tante Nala tahu, kan, aku belum pernah naik kapal laut? Apalagi sampai berminggu-minggu lamanya.
Apa di atas kapal nanti aku nggak bosan ya? Seperti apa kira-kira kapalnya? Apakah besar dan bagus seperti kapal Titanic yang pernah kulihat dalam film? Ah, semoga bisa selamat dalam perjalanan nanti. Itu kan yang paling penting.
Tante Nala, pengetahuanku tentang Sabang dan Merauke juga masih sedikit, aku cuma tahu kedua tempat itu adanya di ujung barat dan timur Indonesia.
Aku tidak tahu apa yang menarik di sana. Kalau aku sudah datang ke sana nanti, pasti aku bisa tahu lebih banyak tentang tempat-tempat itu. Sepertinya bakal seru, jadi, ya kenapa tidak?

Ikyu

Kisah perjalanan Ikyu berkeliling Indonesia menggunakan kapal laut diceritakan langsung oleh sang ayah, Iwan Esjepe di akun Facebook miliknya lewat tulisan indah berjudul Jika Indonesia Tinggal Cerita. Berikut kisahnya yang inspiratif.

"Bukan hanya untuk Ikyu, bagi kami perjalanan ini pun masih menjadi lorong gelap yang belum kami tahu ujungnya. Yang menjadi pemicu untuk melakukan perjalanan ini rasa penasaran akan keindahan dan kekayaan negeri bernama Indonesia ini.

Saat naik KM KELUD dari Jakarta menuju Medan, perjalanan yang menyenangkan, melihat laut luas membentang, melihat punggung Sumatera yang kokoh, melintasi selat Malaka yang ramai, lalu bersama dengan ratusan mungkin ribuan penumpang berdesakan turun di Belawan Medan.

Perjalanan lanjutan ke Banda Aceh kami lanjutkan dengan menggunakan bis malam, kondisi fisik Ikyu yang sepertinya kecapekan dan gerakan bus yang meliuk-liuk melintasi pegunungan Seulawah membuat Ikyu beberapa kali muntah, mabuk darat.

Bus mogok di tengah hutan, kondisi yang sangat menyeramkan jika itu terjadi saat masih terjadi konflik antara GAM dan ABRI.

Kondisi sudah aman, sambil menunggu mesin bus diperbaiki beberapa penumpang bergegas mencari tempat untuk melaksanakan ibadah shalat. Beberapa penduduk terlihat muncul dengan sarung dan pecinya. Kami mengobrol akrab hingga bus siap untuk melanjutkan perjalanan.

Shalat di mesjid Baiturrahman, Banda Aceh, sebuah peristiwa yang tak akan terlupakan. Naik kapal feri menuju kota Sabang di Pulau Weh. Pulau yang posisinya ada di kiri atas peta negara kita itu sangat indah, dalam sebuah surat kepada temannya, Nazifa, Ikyu menulis begini:

Iboih, 21 Juni 2011

Hi Naz, I heard you’re going to Bali for this summer holiday.
Next time, if you wanted to go to a new holiday destination with beautiful view, I suggest you to go to Iboih, Sabang. The underwater life is AMAZING! If you came to Iboih, you should visit Rubiah Island, it’s a small island near by Iboih. Here, you should really go snorkeling. If you don’t have snorkeling gears like goggle, snorkel, life vest, and fins, don’t worry because you could rent it and the price is not too expensive.
The water is very clear, almost crystal clear. I could see lots of fish swimming around me. They are beautiful and colorful too. Me and my mom really love snorkeling and enjoyed our time very much, while my dad was busy taking pictures with his camera. When we feel tired we could just lay down on its soft white sand or just sink on the water, relaxing our body and mind.
You know what, Naz? In Rubiah Island, I met tourists from Hungary. Can you imagine that? They came from far far away to our country. They said our country is very beautiful and we are so lucky that we have so many beautiful beaches. Well, we should be very proud of our country. And we must explore more, because there are so many great places in Indonesia other than Bali.
I hope you have a lovely holiday!

Ikyu

Waktu melanjutkan perjalanan dari Jakarta menuju Surabaya kami menggunakan kereta api, Ikyu melihat tanah Jawa yang semakin ramai dan penuh diisi manusia, sesekali melihat bentangan sawah yang luas dan subur di sekitar Karawang terus ke timur, masuk ke Jawa Tengah dan Jawa Timur perkebunan tebu banyak terlihat, kami ceritakan padanya tentang Indonesia yang pernah menyelematkan perekonomian Negeri Belanda dari kebangkrutan melalui penjualan gula yang dihasilkan dari (gula) tebu yang dipanen di tanah Jawa.

Dari Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya kami melanjutkan perjalanan laut menggunakan KM KELIMUTU. Kapal penumpang tua yang sangat memprihatinkan kondisinya, apalagi kalau ingat bahwa Indonesia adalah negeri bahari, negeri yang mestinya akrab dan dekat dengan kehidupan laut. Saking terkejutnya melihat kondisi kapal, Ikyu sempat cemberut dan menggerutu.

Mengenai kondisi mengejutkan di KM KELIMUTU, Ikyu menulis surat kepada sahabatnya, Kalisa, begini tulisnya:

KM KELIMUTU, 27 Juni 2011

Kal, this is my first time inside KM KELIMUTU, this ship is going to be the place I’m going to live in for a couple of weeks! And I was shocked when I saw the ship’s condition. I mean, who wouldn’t? Especially someone like me who is not so experienced in travelling by water transportation.
I was expecting more of a cruise ship, you know those ships you’ve seen in movies and travel brochures. But KM KELIMUTU is not one of those ships, this one is old and filled with soooooooooo many cockroaches.
Ugh! Seriously cockroaches are the worst! My mom tried to spray insecticide, but it won’t help. It didn’t actually worked the way we wanted it to be, because it just made matters worst, the cockroaches that were hiding inside started to came out because they were intoxicated. So the best thing to do right now is to swat them with slippers. Yup, you heard me, slippers as in sandals.
I feel really bad for my sandals cause I used them to hit the cockroaches. But as long as I don’t have to see any cockroaches in this room, I’m good.
In my whole life I never imagined that I would see that many cockroaches. Just wish me luck cause it’s going to be a long journey.
Bye :p xx

Perlahan kami mulai terbiasa hidup dengan kecoa-kecoa itu di kamar, sebelum tidur kami sering 'berusaha berdialog' dengan kecoa-kecoa itu. "Hei, kecoa mari kita hidup bersama tanpa saling mengganggu."

Matahari pagi yang hangat menerpa kulit kala KM KELIMUTU melewati perairan tenang melintasi kepulauan Sunda kecil, memasuki wilayah NTB, memperhatikan Tambora yang gagah, gunung yang merupakan dapur magma besar dunia, pernah menyalak kencang mengguncang dunia di bulan April, 1815.
 
Perjalanan berlanjut ke mengunjungi pelabuhan di Bima, Makassar, Bau-Bau, Wanci, Ambon, Banda, Saumlaki, Tual, Dobo, Agats, Timika dan berakhir di Merauke.

Berhari-hari berada di atas kapal membuat kami punya banyak waktu untuk ngobrol dan berbagi cerita, saat mendekati Pulau Banda saya ceritakan pada Ikyu tentang betapa mashurnya kawasan itu di era 1800-an, saat pala bermutu dari Banda menjadi komoditas mahal yang dicari dunia. Sejarah mencatat, pernah terjadi 'Tukar guling' antara Inggris dan Belanda. Inggris memberikan New Amsterdam (Yang sekarang adalah New York) dengan sebuah pulau kecil tak jauh dari Pulau Banda, Pulau Rhun, namanya.

Kalau mendengar nama Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, ingatan saya selalu terlempar ke Saumlaki, Tual dan Dobo, tiga kawasan lumbung ikan yang subur, tak heran kalau kemudian kami lihat puluhan kapal penangkap ikan Vietnam, dan Filipina yang ditangkap, disita dan ditahan, karena menangkap ikan di kawasan perairan kita.

Pengetahuan sejarah saya sampaikan pada Ikyu saat melintas Laut Aru, saat lepas dari pelabuhan Dobo menuju Agats di Papua. Tentang Komodor Yos Sudarso yang gugur tenggelam dengan KRI Macan Tutul saat mendapat serangan bertubi-tubi dari kapal-kapal Belanda. Sedih rasanya kalau ingat peristiwa itu, saya ceritakan perjuangan pak Yos Sudarso dengan suara latar ombak besar laut Aru yang terhempas di lambung kapal.

Melihat Indonesia yang luas memang tidak cukup hanya dari peta. Saat kami sekeluarga sedang di atas laut Aru, kemudi kapal mengarah ke pelabuhan Agats, Asmat di Papua. Di atas kapal kami berjumpa dengan beberapa penumpang, di antaranya dari Timika. Mengaku bernama Yakobus, aslinya Jayapura, dari Makassar dia ingin menjumpai familinya di Timika. "Sebetulnya orang Papua tak ingin memisahkan diri, orang Papua hanya ingin hidupnya lebih sejahtera, sudah berapa banyak emas diambil dari Timika?"

Melihat Indonesia bukan hanya dari Jakarta. Membuka mata saya, Indah dan Ikyu bahwa untuk memancing udang di Sungai Merauke begitu mudahnya. Kami masih melihat banyak orang keluar-masuk hutan untuk berburu rusa. Betapa luas dan kayanya negeri kita.

Sambil memegang tugu Kilometer Nol yang ada di desa Sota, Merauke, yang berbatasan dengan Papua New Guinea kami bertiga hanya saling pandang dan tertawa. Tak ada kata, hanya dalam hati saya bertanya, berharap sambil berdoa, semoga keutuhan Sabang-Merauke ini bisa terus kita jaga.

Ambon, Poso dan Sambas, sebuah catatan tersendiri.

Mengunjungi Ambon, Poso dan Sambas meninggalkan perasaan yang juga tak bisa dihindari. Perasaan, sedih, getir dan pilu. Ketika kita tak bisa menghindari darah saudara sendiri tumpah.

Konflik Ambon, Poso dan Sambas jangan sampai terulang lagi, terlalu mahal kerugian waktu, harta dan nyawa yang harus kita bayar.

Negeri sebegini besar, negeri dengan sebegini banyak perbedaan harus tetap bisa dikelola dengan niat besar meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

Saya ingin kelak Ikyu, anak serta cucunya masih bisa menikmati keutuhan sebuah negeri besar bernama Indonesia, yang rakyatnya hidup rukun, makmur dan sejahtera.

Saya yakin banyak orang tua Indonesia yang juga ingin meninggalkan sebuah negeri yang rukun dan damai untuk anak cucunya kelak. Sejarah ratusan tahun mengajarkan bahwa satu-satunya cara untuk maju adalah ketika rakyat kompak dan hidup saling melengkapi.

Kita mulai dari sekarang, segera kita saling berjabat tangan, segera kita kembali berbaikan, negeri ini perlu kita gotong maju bersama.

Jika ternyata kita tak bisa rukun dan mengakhiri sengketa, Indonesia akan tinggal jadi cerita.