Brilio.net - Waktu menunjukkan pukul 17.12 senja ketika ditemui brilio.net, Selasa (23/1). Saat itu Didik sedang sibuk meladeni pengendara sepeda motor yang membutuhkan bensin eceran. Ia membuka semacam kotak penyimpanan berisi botol bensin yang terletak di samping sepeda motor tuanya.

"Pinten mas? (Berapa mas?)," tanya sang pengendara yang masih terlihat belia.

"Delapan ribu lima ratus mas," balas Didik, sambil menyiapkan kembalian receh yang ia simpan dalam sebuah kotak kecil transparan.

bertahan hidup lewat jasa tambal ban keliling © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/andry mahany

Sosok yang bernama asli Aulia Saputra ini adalah warga yang harus bertahan hidup di Kota Yogyakarta lewat kreativitas menyulap sepeda motor tua menjadi jasa tambal ban keliling. Tak cuma jasa tambal ban, Didik juga menyediakan bensin eceran berjenis Pertalite bagi para pengendara yang tak sempat mengisi di pompa bensin. Satu liter bensin ia hargai Rp 8.500.

Sudah tiga bulan belakangan ini Didik mulai beralih profesi menjadi jasa tambal ban keliling. Menurutnya, profesi inilah yang ia bisa kerjakan di usianya yang mulai menginjak setengah abad. "Nyari pekerjaan susah mas. Jadi apapun yang bisa saya kerjakan, ya saya kerjakan," ujarnya.

Didik memodifikasi sepeda motornya sehingga bisa mendukung bisnis jasa yang dilakoninya. "Saya rangkai perlahan-lahan. Cari besi, dilas, saya tempelkan di sepeda motor. Kemudian botol-botol bensin ini saya dapat dari kawan yang nggak mau jualan bensin eceran lagi," cerita Didik.

bertahan hidup lewat jasa tambal ban keliling © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/andry mahany

Sebelum membuka jasa tambal ban keliling, Didik sudah berkali-kali menjalani pekerjaan yang berbeda-beda. Ia sempat menjadi seorang konsultan di Kalimantan, kemudian pindah ke Sumatera bekerja di sebuah bengkel, hingga 'mblusuk' ke tengah hutan mencari karet. "Tapi karena harga (karet) saat itu terus anjlok, akhirnya pindah ke Jogja seperti sekarang ini," kenang pria yang rambutnya mulai memutih karena uban ini.

Didik mengaku jasa tambal ban keliling ini ia pilih lantaran modal usahanya tidak terlalu besar. Saat memulai, Didik hanya menghabiskan dana sekitar Rp 5 juta. "Sepeda motor bekas ini saya dapat harganya dua jutaan, mesin kompresornya dua jutaan, dan biaya ngerakitnya satu jutaan," sambungnya.

Menambal atau mengganti ban dalam yang baru, Didik tidak memasang harga tinggi namun sewajarnya. Satu tambal ban ia hargai Rp 10 ribu, sementara untuk panggilan tambal ban ia hargai Rp 15 ribu.

Pekerjaan menjadi tukang tambal ban keliling bukan berarti tanpa risiko. Jika hujan turun seharian, ia terpaksa menganggur lantaran tak bisa beroperasi di saat hujan. Sesekali ia juga harus berhadapan dengan petugas Satpol PP dengan dalih melanggar aturan berjualan di badan jalan atau trotoar. "Ada peralatan yang mereka sita. Terpaksa harus menebus di pengadilan, bayar Rp 100 ribu," cerita Didik.

bertahan hidup lewat jasa tambal ban keliling © 2018 brilio.net

foto: brilio.net/andry mahany

Pria asal Kota Medan, Sumatera Utara ini mengaku mengantongi laba sekitar Rp 900 ribu hingga Rp 1 juta per bulan. Dengan uang segitu ia harus bisa bertahan hidup di Kota Yogyakarta. "Belakangan ini lagi sepi, karena sering hujan dan anak kuliah juga lagi pada libur. Ini aja sampai tanggal 20-an baru dapat Rp 400 ribuan," cerita Didik.

Namun meski penghasilannya tak seberapa, Didik mengaku bersyukur. Lewat pekerjaannya ini, ia merasa bisa membantu banyak orang yang sedang kesusahan di jalanan. "Paling teringat itu ketika ada bapak-bapak naik sepeda motor dan bannya bocor, tapi ternyata uangnya kurang. Dia cuma bawa uang Rp 10.000 sementara saat itu bannya harus diganti, otomatis nggak mungkin cuma bayar Rp 10.000. Tapi karena wajahnya sudah memelas, ya sudah saya ikhlaskan dibayar seadanya. Lagian saya buka jasa ini sebagian karena niatnya bantuin orang, ibadah," tuturnya.

Didik sendiri siap melayani penambalan ban motor kapan pun. Ia dapat dihubungi lewat telepon ataupun WhatsApp di nomor 081371000375.