Brilio.net - Indonesia baru saja kehilangan salah satu sosok paling berjasa dalam sejarah bangsa. Presiden ke-3 Bacharuddin Habibie meninggal dunia pada Rabu (11/9) petang di umurnya yang menginjak 83 tahun.

Seperti diketahui, BJ Habibie menjabat Presiden RI memang hanya setahun. Ia menjabat sejak 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999 menggantikan Presiden Soeharto yang lengser. Namun, dalam waktu yang relatif singkat tersebut, berbagai raihan berhasil dicapai oleh BJ Habibie, antara lain terbukanya kebebasan pers dan berpendapat.

Pada akhirnya, BJ Habibie dilengserkan oleh MPR dalam Sidang Istimewa yang mulai digelar pada 14 Oktober 1999 silam. Mengutip buku berjudul "Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia menuju Demokrasi" yang ditulis langsung oleh BJ Habibie, jalannya sidang MPR tersebut berlangsung dramatis. Sidang tersebut sangat penting, sebab sidang tersebut menentukan apakah BJ Habibie dapat kembali mencalonkan diri sebagai presiden atau tidak, bergantung pada laporan pertanggungjawabannya yang ia sampaikan saat sidang.

Jauh-jauh hari sebelum Sidang Umum MPR berlangsung, banyak pihak yang mengungkapkan bahwa apapun isi laporan pertanggungjawaban BJ Habibie, laporan tersebut tak akan diterima. Alasannya beragam, mulai dari masalah masih maraknya korupsi, masalah lepasnya Timor Timur, hingga masalah legitimasinya sebagai presiden.

Tak sedikit pula tokoh nasional yang menyarankan BJ Habibie untuk mundur sebagai presiden. Sebut saja Nurcholis Madjid, Amien Rais, dan KH Abdurrahman Wahid. Mereka menasihati Habibie agar mengundurkan diri sebagai presiden. Namun, Habibie menolak hal tersebut. Ia tetap memilih untuk konsisten menyampaikan laporan pertanggungjawaban dan menyerahkan apapun keputusannya pada MPR.

"Jawaban saya adalah bahwa saya secara konsisten akan membacakan pidato pertanggungjawaban saya dan terserah pada penilaian para anggota di Sidang Umum MPR untuk menilainya. Jikalau diterima, maka saya akan meneruskan tugas saya dan mendaftarkan diri sebagai calon Presiden ke-4 RI. Namun jikalau pertanggungjawaban saya sebagai presiden tidak diterima, maka saya tidak bersedia untuk dicalonkan kembali," tulis Habibie.

Hari yang menentukan itu pun akhirnya datang. BJ Habibie memasuki ruang sidang dengan sambutan yang kurang menyenangkan dari peserta sidang. Di antara tepuk tangan peserta sidang, tak sedikit orang yang menyorakinya dengan ucapan yang tidak pantas.

"Ketika saya memasuki ruang sidang didampingi ketua dan para wakil ketua MPR lainnya, saya disambut sebagian besar tepuk tangan dan beberapa lagi sorakan dan ucapan yang sangat menyinggung perasaan," ujarnya.

"Saya menahan diri dan tiap langkah saya iringi dengan panjatan doa kepada Allah SWT, saya memohon ampun atas segala kesalahan yang sengaja maupun tidak sengaja yang pernah saya lakukan. Saya mohon ampun pula atas sikap dan perlakuan mereka yang mungkin tak sadar atas perbuatannya," kisah Habibie.

"Berilah kepada Bangsa Indonesia pada umumnya, khususnya para wakil rakyat yang hadir di ruangan ini, kekuatan dan petunjuk mengambil jalan yang benar sesuai kehendak-Mu. Berikanlah saya kekuatan untuk menghadapi semua dengan tenang dan bijaksana," ucapnya berdoa.

BJ Habibie pun membacakan laporan pertanggungjawabannya sebagai presiden di hadapan peserta sidang MPR. Hampir selama satu jam, ia menyampaikan pidato yang berisi keberhasilan Indonesia yang mampu entas dari keterpurukan ekonomi dan politik pascalengsernya Soeharto. Namun, tak ada sekalipun tepuk tangan yang menyambut pidatonya. Usai pidato pertanggungjawaban, Habibie dan istri kemudian langsung meninggalkan ruangan sidang.

Pada akhirnya, pada 20 Oktober 1999, palu sidang yang diketok oleh Amien Rais sebagai Ketua MPR menyatakan secara bulat penolakan pertanggungjawaban Habibie sebagai Presiden. Itu artinya, Habibie dianggap telah gagal dalam mengemban amanat sebagai presiden. Kerja kerasnya memulihkan keterpurukan Indonesia pasca 1998 tak dianggap sebagai pencapaian.

Penolakan pertanggungjawaban tersebut membuat Habibie tak bisa kembali mencalonkan diri sebagai presiden. Keputusan itu pun diterima dengan ikhlas oleh Habibie.

Lewat lantunan doanya setelah salat Isya, Habibie memanjatkan doa kepada Tuhan untuk keselamatan Indonesia di masa yang akan datang selepas dirinya tak lagi menjabat sebagai presiden.

"Allah, terima kasih atas lindungan yang telah berikan kepada saya, keluarga, kawan dan siapa saja di sekitar saya dan seluruh banga Indonesia termasuk mereka yang berseberangan dengan saya, membantu penuh dedikasi, menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang Allah titipkan kepada saya untuk memimpin Bangsa Indonesia dalam menghadapi segala cobaan," tuturnya dalam doa.

"Lindungilah siapa saya yang mendapatkan kehormatan melanjutkan tugas saya sebagai presiden nanti. Berilah kepada Presiden yang akan datang petunjuk mengambil jalan yang benar sesuai kehendakmu dalam memimpin Bangsa Indonesia tercinta. Ampunilah dosa kita semua. Lindungilah seluruh bangsa Indonesia dalam perjalanan ke depan agar proses demokrasi di Indonesia terus berjalan lancar sesuai kehendakmu demi tercapainya kehidupan yang tenteram, sejahtera, dan berbudaya. Ampunilah dosa kita semua. Amin ya Rabbil alamin," pinta Habibie kepada Tuhan.

Kini, 20 tahun berlalu usai lengsernya BJ Habibie sebagai presiden, sosok bersahaja itu telah meninggalkan kita semua. Bagaimanapun, segala pencapaian dan jerih payahnya untuk Indonesia harus tetap dihargai. Selamat jalan, BJ Habibie.