Brilio.net - Tak sedikit yang beranggapan kalau kurir adalah pekerjaan yang enteng. Hanya mengantar barang dari pengirim, hingga sampai di tangan penerima. Tak perlu begitu memeras otak.

Namun siapa sangka, di balik profesi kurir, ternyata ada banyak sekali resiko yang dihadapi oleh mereka. Hal ini diungkapkan salah satu netizen bernama Karina Widya Heriyanto lewat akun media sosialnya dikutip brilio.net, Kamis (6/4).

Curhatan Karina di salah satu grup Facebook Kota Karawang ini pun menggugah hati banyak netizen. Tak sedikit netizen yang kemudian bersimpati dengan profesi seorang kurir.

Yuk simak curhatan lengkap Karina. Dijamin bikin kamu berpikir ribuan kali untuk mengeluh.

"Jangan marah ya kalau baca tulisan ini. Mari berbaik sangka. Untuk yang merasa tak nyaman atau yang pernah dikecewakan oleh pelayanan ekspedisi jasa pengiriman barang.

Cerita suka duka kurir. Iya, kurir juga manusia.

Kami bekerja mencari nafkah untuk keluarga, berangkat pagi dengan keranjang kosong ke kantor, bawa barang untuk dikirim sesuai area, masih ditambah ambil barang kerumah, lalu kirim barang ke penerima. Gratis itu Bu, karena ketatnya persaingan ekspedisi.

Diawali doa, kami taruh seaman mungkin barang-barang tersebut di keranjang motor, kami pelajari masing-masing rute yang harus kami tempuh. Beruntung bagi kami ketika paket diterima pemesan langsung, tapi tak jarang setibanya di alamat tujuan, penerima sedang berada diluar kota, atau ada kendala lainnya. Terpaksa kami bawa barang kembali.

Mau kondisi hujan, panas, atau badai harus kami jalani. Terkadang sampai malam hujan petir kami harus kirim paket hari itu juga, jika tidak barang di gudang akan semakin menumpuk.

Risiko lagi jika kami sampai ditegur atasan. Belum lagi risiko kena begal diarea yang rawan. Seperti Jum'at lalu, saat kawan kami harus mengirim barang ke area kabupaten yang jalannya masih tanah berbatu, menanjak, bingung cari alamat karena lokasi pemukiman tak menentu, ditunjukkan arah oleh warga ternyata kawanan begal, motor dan beberapa barang paket customer melayang.

Masih untung kawan saya hanya terkena sabetan parang di tangan. Lalu bagaimana jika kemungkinan terburuk yang terjadi? Apakah customer yang marah-marah itu yang akan menanggung kebutuhan istri dan anaknya? Ataukah perusahaan tempat kami bekerja yang akan menggantikan kasih sayang seorang ayah kepada anak teman saya itu?

Karena itulah... Mohon hargai sedikit usaha kami, walaupun pekerjaan kami ini dibilang kerja kasaran. Tapi setidaknya, kami mencari rezeki halal untuk keluarga. Kami tidak mengemis, tidak menipu. Kami bekerja sekuat tenaga untuk keluarga dirumah.

Jika paket belum sampai, mohon bersabar.. Jika barang diterima dengan kondisi cacat, perusahaan akan mengganti rugi. Atau pun jika barang hilang, tentu perusahaan akan bertanggung jawab.

Salam, Kurir."

Cerita betapa kerasnya menjadi seorang kurir ini tentu bisa dijadikan sebagai pelajaran. Semua pekerjaan tentu memiliki resikonya masing-masing. Tak sedikit yang harus bertaruh nyawa meski pendapatan yang dihasilkan tak seberapa. Tetap semangat ya semua tukang kurir di Indonesia.