Brilio.net - Bisa melajutkan studi di universitas kelas dunia menjadi suatu kebanggaan dan kesempatan emas. Apalagi jika bisa terlibat dalam proyek besar yang diikuti oleh orang-orang hebat di Eropa. Hal itulah yang dirasakan Ahmad Ataka Awwalur Rizqi.

Pemuda 23 tahun asal Yogyakarta ini sekarang sedang menempuh program doktoral di King's College London, Inggris. Tak hanya itu, ia juta terlibat dalam dua proyek besar di bidang robotika, yaitu STIFF-FLOP dan Four by Three. Ia menjadi satu-satunya mahasiswa asal Indonesia yang terlibat dalam proyek tersebut.

Lulus dari Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2014 lalu, Ataka mendapat kesempatan untuk meneruskan pendidikannya di King's College London pada awal 2015 ini. Awalnya ia ingin mendaftar program master, tapi oleh Kepala Centre for Robotics Research (CoRe) King's College London, Prof Kaspar Althoefer, ia diarahkan untuk langsung mengambil program Doctor of Philosophy in Robotics di King's College.

Di London, ia diberi kesempatan memilih topik penelitian yang akan dikerjakan untuk program doktoral. Saat itu ada dua proyek besar di sana, yakni STIFF-FLOP yang bertujuan mendesain sistem robotika baru untuk keperluan bedah di bidang medis dan Four by Three yang mengembangkan robot manipulator untuk digunakan di lingkungan industri. Ataka akhirnya memilih untuk ikut mengembangkan lebih jauh sistem robot bedah yang ada di laboratorium. Hal itu akhirnya membuat Ataka ikut bergabung pada proyek tersebut.

Ataka menjelaskan, STIFF-FLOP adalah proyek yang berjalan sejak 2012 dan bertujuan untuk mendesain sistem robotika baru untuk keperluan bedah di bidang medis. Proyek ini terinspirasi dari lengan gurita yang fleksibel dan lembut sehingga lebih aman untuk digunakan di dalam rongga tubuh yang sempit dan sensitif.

Ataka, mahasiswa Indonesia yang terlibat dalam proyek robotika Eropa

Proyek ini berada dalam program European Commission sehingga melibatkan banyak universitas dan lembaga riset dari seluruh Eropa. STIFF-FLOP yang dikoordinatori oleh King's College London ini melibatkan 12 institusi, termasuk di dalamnya juga para dokter bedah dari University of Torino.

"Proyek ini akan berakhir dalam dua pekan ke depan dan salah satu progres terakhir awal bulan lalu adalah keberhasilan tim menguji coba sistem robotika ini di rongga tubuh manusia untuk pertama kalinya di dunia," terang Ataka kepada brilio.net, Rabu (9/12).

Meskipun robot yang ada saat ini sudah sangat maju di bidangnya, termasuk juga melibatkan para ahli bedah dari University of Torino. Tetapi, menurut Ataka, masih dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk benar-benar siap digunakan.

Ataka, mahasiswa Indonesia yang terlibat dalam proyek robotika Eropa

Ataka mengaku jika perannya dalam STIFF-FLOP tak banyak karena proyek sudah memasuki tahap akhir. Meski begitu, justru proyek ini lebih dekat dengan proposal riset yang disusun Ataka bersama supervisor sebagai topik penelitian Ph.D-nya. Lalu apa tugas Ataka di sana?

Tugas peraih Best Conference Paper Award: Excellence Award Advanced Robotics and Intelligent Systems (ARIS) 2014 Taipei ini adalah mendesain suatu algoritma atau cara agar robot yang fleksibel dan soft ini bisa bergerak secara otomatis untuk menghindari rintangan di sekitarnya menuju ke sasaran yang akan dituju, atau biasa dikenal sebagai motion planning.

"Dengan adanya proses automasi gerakan robot ini, proses bedah diharapkan akan lebih mudah dan lebih aman karena robot tidak akan menyentuh organ tubuh di sekitarnya sebelum mencapai daerah bedah yang dituju," lanjut Ataka.

Karena proyek STIFF-FLOP akan berakhir bulan Desember, Ataka lalu ditawari oleh profesornya untuk bergabung juga di Four by Three yang masih berlangsung selama dua tahun ke depan. Saat ini Ataka mendapat porsi kerja yang lebih besar di Four by Three.

Pada proyek yang melibatkan mahasiswa doktoral, research associate, profesor, peneliti di industri, serta pihak industri itu, ia dan kawan-kawannya harus mendesain mekanisme kendali agar robot bisa mengubah kekakuan dan kelenturannya saat berada di dekat manusia. Tujuannya agar jika secara mendadak terjadi kontak antara lengan robot dan manusia, robot bisa secara otomatis menjadi lentur sehingga tidak melukai tubuh manusia yang menyentuhnya.

"Selain itu saya juga membantu tiga peneliti lain mengembangkan mekanisme learning by demonstration, yaitu bagaimana nanti para pekerja di industri bisa mengajari robot tugas atau gerakan apa yang mesti dilakukannya," terang peraih medali perak pada International Physics Olympiad di Kroasia pada 2010 lalu.

Meski begitu, pemuda kelahiran 24 Juli 1992 ini tak mau disanjung terlalu tinggi. Ia merasa hanyalah seorang mahasiswa doktoral tahun pertama. "Saya ini tidak lebih dari seorang mahasiswa di tahun pertama program doktoral, bukan siapa-siapa dan belum jadi apa-apa. Prestasi saya belum ada, karena apa yang saya lakukan selama 23 tahun hidup ini belum benar-benar terasa manfaatnya," kata peraih beasiswa Beasiswa Presiden Republik Indonesia (BPRI) LPDP ini.

Wah...semangat untuk terus berkarya, Ataka...!