Brilio.net - Tak ada yang spesial dari toko kelontong di pojok utara perempatan Jalan Imogiri Barat, KM 8,5 Bantul, Yogyakarta ini. Layaknya toko sembako pada umumnya, pembeli hilir mudik datang dan pergi. Namun siap sangka, pemilik toko ini merupakan jagal ular kobra. Dia memotong ratusan kobra setiap harinya.

Brilio.net beruntung, setelah beberapa kali gagal bertemu, akhirnya Senin (26/2), bertatap muka dengan jagal kobra bernama Muhammad Nur Susanto (37). Perawakan lelaki yang pekerjaanya tak biasa dan super sibuk ini sederhana. Pakaiannya sehari-hari cuma berkaus kerah dan celana pendek.

Mas Nur, biasa dipanggil, merupakan generasi kedua jagal ular kobra mayshur di daerahnya. Awalnya usaha tersebut dirintis oleh bapaknya pada tahun 1987 silam.

Dalam satu bulan, pria yang tinggal di Desa Timbulharjo Kabupaten Bantul itu mengaku bisa memotong ribuan ular. Apalagi jika musim ular tiba berbarengan dengan datangnya musim hujan. "Beberapa hari ini sepi mas, belum tahu kalau besok bulan depan," ujarnya.

Ular-ular dengan bisa mematikan itu dicarinya sendiri. Namun, tak sedikit juga warga yang menyetor kepadanya. Kebanyakan ia mengambil dari warga yang berasal dari Gombong, Jawa Tengah.

Saat disinggung sejak kapan terjun sebagai tukang jagal ular kobra, ayah dari tiga anak ini tak tahu persis kapan menekuninya. Tapi, dirinya ingat betul mulai membantu ayahnya memotong kobra saat karyawan banyak berhalangan.

"Kalau nggak salah sekitar tahun 1997 pertama kali membantu bapak, pada saat itu banyak karyawan yang tidak bisa kerja karena berbagai macam halangan, ada yang patah tulang dan sebagainya," kata Nur.

Nur mengakui jika pekerjaannya sangatlah berisiko. Patokan dan gigitan ular mematikan itu bisa menimpanya kapan saja. Suami dari Wahyu Nur Wijayanti (33) tersebut punya cara tersendiri untuk melakukan tindakan pertolongan pertama saat kena gigitan, yaitu dengan memompa darah agar bisanya keluar.

"Sampai saat ini, saya telah 20 kali digigit ular kobra. Terkahir pada Desember 2015 silam, efeknya muntah-muntah hingga dibawa ke rumah sakit dan opname nggak sampai 24 jam," tambahnya.

Lanjut dia, daging kobra terutama empedu digemari karena untuk pengobatan. Harganya bisa mencapai puluhan ribu rupiah per kilogram. "Daging ular biasanya dibeli sama restoran, sekilonya Rp 20 ribu, kalau empedunya lebih mahal Rp 35 ribu," terangnya sembari memperlihatkan beberapa kulit ular yang sudah kering dan siap dijual.

Soal kobra yang dijualnya, Nur memastikan bukan jenis yang dilindungi. Sebab, dirinya paham aturan dan tidak mau memotong jenis kobra yang langka. "Yang kami potong itu yang tidak dilindungi, kalau dilindungi ya kami nggak berani potong," tandasnya.