Wabah Covid-19 kini harus lebih diwaspadai karena mulai bermunculan varian baru. Bahkan sejumlah negara di dunia telah melaporkan adanya penemuan mutasi dari virus Corona SARS-CoV-2.

Terbaru, kini mulai masuk laporan bahwa ada varian baru kasus Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia.

Seperti baru-baru ini muncul varian Delta alias B1617.2 dan bahkan sudah bermutasi lagi menjadi 'Delta Plus' atau AY.1. Bukan hanya itu, namun kini ada lagi varian Alfa Corona B117, varian Delta B16172 dan varian Beta Corona B1351.

Mutasi ini berhasil membuat para ahli kaget, karena hadir lebih cepat dari prediksi para ahli dan ilmuwan. Kini para ilmuwan bekerja lebih keras melakukan penelitian untuk memusnahkan virus itu, dan berharap bisa segera memusnahkan virus itu sebelum kembali berkembang menjadi lebih ganas.

Kementerian Kesehatan sudah melaporkan bahwa di DKI Jakarta memiliki 48 kasus varian baru Covid-19. Dari 48 kasus, yang paling mendominasi ialah B16172 Delta sebanyak 20 kasus. Selanjutnya disusul B117 Alfa sebanyak 24 kasus dan B1351 Beta ada 4 kasus.

"Datanya benar, konfirm," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, seperti dilansir brilio.net dari merdeka.com, Kamis (17/6).

Selain DKI Jakarta, ada 11 provinsi lain di Tanah Air yang sudah mengonfirmasi terpapar varian baru Covid-19. Di antaranya Jawa Tengah yang mencapai 76 kasus. Yang paling mendominasi B16172 Delta sebanyak 75 kasus, kemudian B117 Alfa 1 kasus.

Selanjutnya ada Sumatera Selatan yang menemukan 4 kasus. Tiga di antaranya kasus varian B16172 Delta dan sisanya B117 Alfa.

Di pulau Kalimantan ada Kalimantan Timur yang mengonfirmasi adanya 3 kasus varian B16172 Delta dan Kalimantan Tengah 3 kasus varian yang sama. Sementara Jawa Timur memiliki 2 kasus.

Berikutnya, Jawa Barat juga menemukan 2 kasus varian B117 Alfa, Sumatera Utara 2 kasus varian B117 Alfa, Kalimantan Selatan 1 kasus varian B117 Alfa, Bali 1 kasus varian B117 Alfa, Riau 1 kasus varian B117 Alfa dan yang paling terakhir adalah Kepulauan Riau 1 kasus varian B117 Alfa.

-

Masih bisa ditangkal dengan vaksin

Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban menjelaskan bahwa varian Covid-19 B1617.2 asal India atau Delta itu lebih berbahaya.

Prof Zubairi Djoerban menyampaikan. orang yang terpapar akan memiliki risiko masuk rumah sakit dua kali lipat dari yang terjangkit varian B117 Alfa asal Inggris.

"Analisis di The Lancet menunjukkan bahwa risiko masuk rumah sakit dua kali lipat pada mereka yang memiliki varian Delta dibandingkan dengan Alfa (Inggris). Risiko juga meningkat pada mereka yang memiliki komorbid," tulisnya di akun Twitter @ProfesorZubairi.

Dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi, menyampaikan bahwa varian Covid-19 Delta memiliki karakter penularan yang lebih cepat menular.

"Varian ini memiliki mutasi yang membantunya menyebar sekaligus menghindari sistem imunitas secara parsial," kata Prof Zubairi.

Berdasarkan studi yang dilakukan, Prof Zubairi mengatakan bahwa gejala yang muncul pada orang yang terjangkit varian Covid-19 Delta berbeda dengan virus awal yang hanya demam dan hilang penciuman ada hilangnya fungsi indera perasa.

Sementara untuk gejala pasien yang terpapar varian Covid-19 Delta ialah sakit kepala, tenggorokan dan pilek, akan sangat mirip dengan orang yang terserang flu berat.

"Seperti kena flu berat," imbuhnya.

Namun Prof Zubairi juga menyampaikan, bahwa sejumlah vaksin masih bisa melindungi manusia dari varian Covid-19 Delta. Studi di Inggris menunjukkan, vaksin Pfizer-BioNTech bisa memberikan perlindungan hingga 96 persen dari Delta. Kemudian vaksin AstraZeneca memberikan perlindungan sampai 92 persen.

Ia juga sangat berharap agar Indonesia tidak dilanda lonjakan varian Covid-19 Delta seperti yang terjadi di India.

Guna mencegah tsunami Covid-19 varian baru, masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama. Kata Prof Zubairi, pemerintah harus tegas melakukan monitoring dan evaluasi penanganan kasus Covid-19 secara berkala.

Selain pemerintah, masyarakat bisa juga berperan untuk mencegah tsunami lonjakan Covid-19 mutasi baru, yaitu dengan mematuhi protokol kesehatan.

"Mari kita bahu membahu melewati keadaan ini. Tetap pakai masker dan berjarak," pungkasnya.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyampaikan, bahwa otoritas masih melakukan penelusuran asal mula kemunculan varian Delta (B 1617.2). Yang banyak ditemukan di daerah Kudus, Jawa Tengah dan Bangkalan, Jawa Timur.

"Sejauh ini, penelusuran terkait asal datangnya virus tersebut masih terus dilakukan agar dapat diketahui dari mana asalnya," kata Prof Wiku dalam keterangan tertulis. 

Untuk mengetahui data dari penyebaran kasus Covid-19 versi baru, maka penelitian harus terus dilakukan melalui metode Whole Genome Sequencing (WGS) atau surveilans. Meski belum menjangkau seluruh wilayah Nusantara.

"Penelitian memerlukan WGS atau sampel yang jumlahnya lebih besar. Suatu saat nanti, kita bisa menelusuri dari mana virus tersebut berasal, dari mana masuknya dan menyebar ke mana saja," ujarnya.

Wiku mengungkapkan bahwa varian baru dari suatu virus bisa muncul karena upaya untuk bertahan hidup dari virusnya itu. Proses mutasi akan berlangsung terus-menerus jika potensi penularan tak dihentikan.

Oleh karena itu, apabila penularan masih berlangsung di tengah-tengah masyarakat, maka peluang virus Covid-19 untuk bermutasi masih cukup besar.

Terkait dengan vaksin yang diberikan kepada masyarakat saat ini, Prof Wiku memastikan memiliki efektivitas tinggi. Karena efikasinya di atas 50 persen dalam melindungi warga dari penularan.

Meski demikian, penelitian lebih lanjut terkait hal ini masih terus dilanjutkan. Hal in guna memastikan bahwa vaksin yang digunakan ialah jenis vaksin yang efektif.

"Vaksinasi yang dilakukan harus betul-betul bisa memberikan proteksi kolektif atau herd immunity dari masyarakat yang diberi vaksin," papar Wiku.