Brilio.net - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyebut pemerintah telah mengidentifikasi kelompok ingin berbuat anarkistis mengganggu keamanan pada 22 Mei mendatang. Dia menuturkan pihak intelijen berhasil menangkap kelompok yang menyelundupkan senjata.

"Intelijen kita sudah menangkap adanya upaya menyelundupkan senjata. Kita tangkap, ada senjata. Orangnya ini sedang diproses," kata Moeldoko di Kantor Staf Kepresidenan Jakarta, dikutip Merdeka.com, Senin (22/5).

Moeldoko mengatakan penyelundupan senjata itu sengaja dilakukan oleh kelompok ingin mengacaukan aksi 22 Mei. Caranya, lanjut dia, dengan menembak ke kerumunan sehingga seolah-olah tembakan tersebut berasal dari TNI-Polri. "Itu menjadi trigger berawalnya sebuah kondisi chaos," ungkapnya.

Moeldoko menegaskan bahwa hal yang disampaikannya adalah informasi benar, bukan untuk menakut-nakuti masyarakat. Dia pun menyarankan agar masyarakat tak datang berunjuk rasa di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei nanti. "Kalau memang menuju pada suatu area tertentu membahayakan, ya jangan datang," saran mantan Panglima TNI itu.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia (Menko Maritim), Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) mengatakan purnawirawan yang terlibat dalam rencana penyelundupan senjata pada aksi massa tanggal 22 Mei mendatang akan segera dipanggil dan diperiksa. "Purnawirawan yang terlibat sekarang akan dipanggil. Kalau itu berkait ke mana-mana pasti akan kami tindak," katanya di Hotel Akmani, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (20/5).

Perihal berapa jumlah dan siapa purnawirawan yang terlibat, LBP tidak menjawabnya. Dia juga menegaskan bahwa hal itu benar terjadi. "Iya benar, sekarang lagi diproses," kata LBP.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan adanya rencana teroris ingin melancarkan aksi pada 22 Mei 2019. "Targetnya ada dua. Target pertama itu thogut. Kemudian target kedua pada 22 Mei di depan KPU," ujar Dedi.

Menurut dia, gembar-gembor pergerakan massa ke Jakarta pada 22 Mei 2019 berbalik menjadi momentum bagi para teroris untuk mencari eksistensi. "Momentum yang digunakan oleh kelompok teroris, untuk mendukung kelompok yang masih eksis," ungkap Dedi.