Brilio.net - Nama Aan Mansyur semakin dikenal luas sejak kumpulan puisinya digunakan untuk film Ada Apa dengan Cinta? 2 (AADC? 2). Jauh sebelum itu Aan telah menggeluti dunia literasi dan telah menelurkan beberapa karya. Aan berkesempatan berkunjung ke kantor redaksi brilio.net di Yogyakarta. Berikut beberapa intisari pemaparan Aan Mansyur.

Aan Mansyur melakukan riset untuk novelnya selama 3 bulan di Krakow, sebuah kota kebudayaan yang ada di Polandia. Dia mengibaratkan Warsawa seperti Jakarta sedangkan Krakow seperti Jogja. Krakow dikenal sebagai salah satu kota penulis dunia yang ditetapkan oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Program riset ini disokong oleh Komite Buku Nasional melalui program bernama Residensi Penulis.

Buku terbaru Aan, Perjalanan Lain Menuju Bulan ditulis sejak 2014 namun baru terbit poada Juni 2017. Buku ini menurutnya merupakan kumpulan puisi yang cenderung prosa. Karya ini berawal dari ajakan kolaborasi Ismail Basbeth yang menyutradarai film berjudul Another Trip to the Moon. Dari satu ide yang sama, Another Trip to the Moon ini dibuat dalam karya film, sastra, dan ada pula musik.

"Sudah lama ingin bikin novel-puisi. Buku puisi yg bercerita. Buku ini ide kecil yg harus dikembangkan sendiri. Bukan adaptasi, tapi ide yang sama," tutur pemuda kelahiran Bone South Sulawesi ini di kantor redaksi brilio.net Yogyakarta.

Aan juga mengungkapkan proses pembuatan puisi Tidak Ada New York Hari Ini. Novel yang digunakan dalam film AADC? 2 ini ditulis untuk mereka yang tidak menyukai puisi. Dia telah 20 tahun bergelut di dunia pustaka menyadari bahwa mendatangkan pemuda ke perpustakaan sangat sulit. Untuk itu dia ingin menyajikan karya yang 'masuk' ke kalangan muda. Menurutnya, para penyair di masa lalu sibuk menulis puisi hanya untuk sesama penyair.

"Saya jatuh cinta dengan puisi sejak SMP tahun 1992. Saya menulis puisi utk pembaca blog saya. Ketika jatuh cinta dengan puisi saya tidak membayangkan menjadi penyair. Saya ingin orang merasa punya teman dengan membaca puisi saya," akunya.

Kegemarannya terhadap puisi dipengaruhi oleh sosok ibunya. Sejak kecil, meskipun satu rumah namun Aan mengaku jarang mengobrol dengan sang ibu. Puisi adalah media komunikasi yang membuat mereka saling terhubung. Aan menyisipkan puisi di bawah bantal tempat tidur ibunya, lalu puisi balasan ibunya dikembalikan ke kamar Aan. Aan memikirkan dan menyusun kata-kata sedemikian rupa karena takut ibunya tersinggung. Dari puisi, dia berharap ibunya bisa membayangkan apa yang dirasakan anaknya. Aan kecil tidak suka berbicara dengan orang lain. Cara komunikasi yang enak baginya adalah dengan menulis.

"Ada yg hanya bisa disampaikan lewat puisi. Puisi adalah bekerja dengan bahasa. Setiap orang punya bahasa berpikir yang unik. Setiap bahasa adalah lapisan yang bisa dijangkau, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing orang. Setiap orang punya pandangan beda tentang bahasa yang dia temui,"

Pesan yang ditekankan oleh Aan adalah kata-kata dalam puisi bukan sebagai media menyampaikan makna, tapi lebih untuk mengarahkan pembaca menemukan suatu makna.

Yang penting adalah pengalaman apa yg kita dapatkan dari membaca puisi. Membaca puisi tergantung apa yang kita bawa masuk untuk kita bawa keluar. Misalnya membaca ulang puisi di dua waktu berlaiinan, maka kita akan menemukan rasa yang berbeda karena pengalaman yang kita bawa untuk memaknai puisi itu berbeda.

"Menulis adalah mengomunikasikan sesuatu dimana ada ide di dalamnya," tutup Aan.