Brilio.net - Teror bom terjadi di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11). Mabes Polri menyatakan jika tersangka pelaku pelemparan bom, Juhanda membutuhkan waktu selama tiga hari untuk merakitnya.

"Bom dirakit sendiri selama tiga hari. Kemudian pada (Minggu), pelaku mendatangi TKP dan melempar bom itu ke halaman gereja," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (14/11).

Boy menyebut, Juhanda belajar merakit bom di Aceh pada kurun waktu 2009-2011. Hingga saat ini sebanyak 15 orang saksi telah diminta keterangannya dalam penyidikan kasus tersebut.

bom samarinda istimewa

Sementara, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bom yang meledak di depan Gereja Oikumene merupakan peringatan bagi pemerintah bahwa radikalisme masih bergentayangan di Indonesia. Oleh sebab itu, pihaknya mendorong personel TNI dan Polri memprioritaskan perlawanan terhadap radikalisme dan terorisme.

"Kami merasa prihatin dan bersedih atas korban bom kemarin. Sekali lagi ini memberikan kita suatu 'warning' bahwa radikalisme, terorisme masih ada di sekitar kita. Bahkan, cukup banyak," katanya di Kantor Wapres di kompleks Istana Merdeka, Jakarta.

"Langkah-langkah pemerintah tentu di samping pendidikan dan upaya sosialisasi, juga pendekatan keamanan dan hukum harus ditegakkan," terangnya.

Satu balita meninggal dunia

Tragisnya teror bom itu merenggut nyawa Intan Olivia Marbun (2,5). Balita itu meninggal dunia pada Senin subuh sekitar pukul 04.00 WITA akibat menderita luka bakar cukup parah.

"Korban meninggal dunia akibat menderita luka bakar cukup parah yakni mencapai 78 persen," ujar Direktur RSUD AW Sjahranie, Rahim Dinata Majidi.

Seorang korban lainnya, Triniti Hutahaya (3) yang mengalami luka bakar mencapai 50 persen. Saat ini masih dalam perawatan intensif tim dokter. Dua balita lainnya, Alvaro Aurelius Tristan Sinaga dan Anita Kristabel Sihotang (2) sampai saat ini juga menjalani perawatan atas luka-luka yang dideritanya.

bom samarinda istimewa

"Luka bakar yang dialami Triniti mencapai 50 persen dan juga mengalami pembengkakan paru-paru akibat menghirup asap saat ledakan. Masa kritis biasanya berlangsung 10 sampai 12 hari dan kami terus berupaya agar korban bisa melewati masa kritisnya," kata Rahim.

Diketahui, tersangka pelaku peledakan Juhanda dengan ciri-ciri berambut panjang, berhasil ditangkap warga saat hendak melarikan diri dengan cara berenang di Sungai Mahakam. Pelaku pernah menjalani hukuman penjara selama tiga tahun enam bulan sejak Mei 2011 atas kasus teror bom Puspitek, Serpong, Tangsel, Banten. Kemudian Juhanda dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 juli 2014 lalu.