Brilio.net - Kapur barus atau yang biasa dikenal dengan nama kamper sudah terkenal seantero dunia sejak berabad-abad silam. Bahkan kapur barus digunakan untuk mengawetkan raja-raja Mesir kuno, termasuk Firaun.  

Tapi tahu nggak sih jika kapur barus itu asalnya dari nusantara? Ya, Barus adalah sebuah daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Sudah sejak lama Barus dikenal sebagai penghasil kapur barus. Letaknya yang berada di tepi pantai barat Sumatera bagian utara ini, membuat Barus dulunya banyak dikunjungi saudagar-saudagar dari luar nusantara.

Tak cuma itu, malah Barus disebut-sebut sebagai wilayah masuknya Islam pertama kali ke nusantara. Meski hal ini masih banyak diperdebatkan, namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun lalu telah menetapkan Barus sebagai Titik Nol Islam Nusantara.

Barus © 2018 brilio.net Hasiholan Siahaan XIV (kanan) menjelaskan karyanya kepada sejumlah tokoh

Nah bagaimana sejarah Barus sebagai sebuah tempat bersejarah, fotografer senior Hasiholan Siahaan XIV merekamnya dalam karya jurnalistik buku fotografi berjudul “Barus Kota Emporium dan Peradaban Nusantara” yang diluncurkan di Institut Francais de' Indonesia atau Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarta, Sabtu (19/5).

Dalam buku fotografi ini, Hasiholan mampu menyajikan berbagai sudut pandang yang apik lho. Dia bisa memadukan Barus sebagai sebuah tempat bersejarah yang dulunya banyak digunakan tokoh-tokoh ternama seperti Ibnu Sina untuk dunia kedokteran. Selain itu, hasil jepretan Hasiholan juga memperlihatkan bagaimana Barus yang memiliki kejayaan pada abad 15-17 SM memiliki peradaban plural sebagai refleksi kondisi sosial Indonesia hingga saat ini. Barus merupakan diorama sosial yang heterogen.

“Saya sengaja menyajikan berbagai perspektif Barus, bukan hanya dari sisi sejarah tapi juga sosial masyarakatnya. Saya rasa ini yang menjadi kekuatan buku ini. Semoga ini (buku) bisa bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan khususnya masyarakat Barus, Tapanuli Tengah,” ujar Hasiholan saat peluncuran buku terbarunya itu.

Barus © 2018 brilio.net

Buku yang merupakan perjalanan peziarahan Hasiholan ke berbagai pelosok terdalam Indonesia yang dicintainya ini pun mendapat sambutan hangat dari sejumlah tokoh.

Bupati Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani yang hadir dalam acara peluncuran menyebutkan, buku fotografi ini diharapkan bisa menjadi media promosi bagi Barus kepada masyarakat Indonesia. Maklum, Baru sebagai sebuah wilayah mengalami pasang surut kejayaan.

Kota kecil di pesisir pantai barat Sumatra Utara ini mulai mengalami kejayaan pada awal abad ke-7 sebagai daerah penghasil kapur barus yang akhirnya terkenal ke Arab dan Persia. Lalu Barus sempat terlupakan hingga Presiden Jokowi tahun lalu menetapkan Barus sebagai Titik Nol Islam Nusantara.

Barus © 2018 brilio.net

“Sebenarnya jika melihat tulisan Barus sudah biasa. Tapi Hasiholan membuat versi foto. Melihat foto-foto itu saya jadi semangat membangun Barus. Karena yang difoto bukan hanya soal obyek wisata alam tapi juga kondisi Barus saat ini seperti masyarakat dan pembangunannya yang masih kurang,” kata Bakhtiar.

Dalam buku setebal 100 halaman ini Hasiholan memperlihatkan Barus sebagai tempat awal masuknya Islam lewat karya foto pelabuhan Barus. Dalam buku ini juga disajikan berbagai foto menarik seperti keberadaan benteng Portugis, pembahasan mengenai raja-raja Sorkam, kamper Barus, hingga sejarah masuknya agama Kristen Nestorian di Barus, agama-agama kepercayaan pra Islam dan Kristen.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Damayanti Lubis sangat mengapresiasi karya Hasiholan ini. Menurut dia, meski tema besar buku ini hampir serupa dengan buku-buku lain yang sudah terbit sebelumnya, namun buku ini berbeda karena diekspos dengan jepretan kamera. “Pembaca dapat mengetahui dan memahami sejarah Barus yang cukup panjang dengan mudah,” kata Damayanti.

Barus © 2018 brilio.net

Sebelum acara peluncuran buku, sejumlah tokoh berdiskusi dalam sebuah bedah buku seperti Bupati Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani, Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PKB Marwan Dasopang, pemerhati Barus Irawan Santoso, arkeolog dan Dosen Universitas Indonesia Ghilman Assilmi, dan Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber Pratama Persada.