Brilio.net - Peristiwa kericuhan pada Aksi 22 Mei 2019 menyisakan kisah pilu. Fasilitas umum hingga dagangan seorang warga rusak parah. Beberapa demonstran bahkan meninggal dunia.

Massa melakukan aksinya di berbagai titik. Ada yang berdemo di depan kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Jalan KS Tubun, Petamburan, Jakarta Pusat dan bahkan ada massa yang menyerang Asrama Brimob.

Komandan Kasubdit KBR Jajaran Polda Metro, AKP Ibrahim Sadjap menceritakan serangan massa di Asrama Brimob. Ia menjadi saksi betapa mencekamnya saat massa melakukan pembakaran dan perusakan Asrama Brimob Jalan KS Tubun, Petamburan Jakarta.

Situasi pembakaran saat itu mencekam. Massa yang sudah diperingati berkali-kali malah tak gentar. Mereka malah merangsek masuk dan membakar dan merusak Asrama Brimob.

Berikut cerita lengkap polisi dari Komandan Kasubdit KBR Jajaran Polda Metro, AKP Ibrahim Sadjap dan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo soal pembakaran dan perusakan di Asrama Brimob 22 Mei 2019, seperti dilansir brilio.net dari merdeka.com, Rabu (29/5).

serangan asrama brimob © 2019 brilio.net berbagai sumber

foto: Liputan6.com

 

Perusuh melakukan aksinya di beberapa titik, salah satunya asrama Brimob di Petamburan, Jakarta Barat. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan para perusuh itu sudah menargetkan asrama Brimob untuk mengambil amunisi dan senjata polisi.

"Ya. Salah satu sasarannya adalah menyerbu asrama Mako Brimob, untuk merebut senjatanya, untuk melakukan tindakan yang lebih berbahaya lagi," kata Dedi.

Para perusuh juga melakukan pembakaran mobil polisi yang terparkir di pinggir jalan dan juga bus polisi yang ada di asrama Mako Brimob. Kini para pelaku sudah ditahan oleh pihak kepolisian.

"Kan ditahan, dengan kekuatan 50 orang, kemudian yang menjangkau ratusan orang, dari Slipi maupun Tanah Abang dengan secara masif, dengan menggunakan batu, bom molotov, dan benda-benda berbahaya lainnya, melakukan perusakan, pembakaran-pembakaran seluruh kendaraan yang ada di depan asrama Brimob itu dibakar semuanya," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.

serangan asrama brimob © 2019 brilio.net berbagai sumber

foto: Merdeka.com

 

Sementara cerita Kasubdit KBR Jajaran Polda Metro, AKP Ibrahim Sadjap lebih mencekam. Saat itu AKP Ibrahim berada di lokasi dan menjadi saksi aksi massa.

Saat itu pukul 02.00 WIB, Ibrahim sedang beristirahat di asrama Mako Brimob. Saat sedang tertidur, tiba-tiba Ibrahim dibangunkan oleh teman yang sedang piket. Ternyata asrama diserang.

"Jadi waktu itu awalnya kebetulan karena kami siaga satu jadi yang tidak terfloating di Bawaslu, standby di kantor. Sekitar pukul 02.00 WIB karena standby di kantor dibangunin sama piket. Izin Komandan markas diserang," kata Ibrahim.

Ia saat itu langsung bergegas memakai perlengkapan seperti memakai pelindung badan dan kepala. Bahkan Ibrahim sempat mengira bahwa itu hanya tawuran warga biasa saja.

Ibrahim menyebut, jumlah anggota polisi yang saat itu berjaga di Asrama Brimob hanya berjumlah 60 orang saja. Ia sempat merasa kewalahan dalam menangani para perusuh tersebut.

"Sudah kami beri peringatan, kami sampaikan hampir tersulut emosi, cuman sama Kadem-Dandem perintahkan jangan ada keluarkan senjata tajam. Tidak ada untuk persiapan PHH. Jadi logistik disuruh ambil ke gudang peluru karet, semua amunisi dalam keadaan terdesak ganti peluru karet. Tidak ada peluru tajam, karena peluru karet jaraknya tidak jauh, tidak bisa terjangkau. Jadi mereka dengan bebasnya," kata Ibrahim.

serangan asrama brimob © 2019 brilio.net berbagai sumber

foto: Merdeka.com

 

Kasubdit KBR Jajaran Polda Metro, AKP Ibrahim Sadjap menceritakan, butuh waktu dua jam untuk menahan serangan massa. Apalagi saat itu pasukan jaga di asrama Mako Brimob tidak banyak.

Akhirnya, sekitar pukul 04.00 WIB, bantuan pengurai massa datang dari arah Slipi, Jakarta Barat. "Jadi sisi kanan itu keusir sama pengurai massa. Karena bantuan sudah ada, kami dorong massa di Tanah Abang mundur sampai RS Pelni," ucapnya.

"Waktu kami bertahan, saya ingat di depan RS Pelni pukul mundur pas amunisi gas air mata karena tidak diperkenankan untuk tajam. Ketika amunisi hampir habis, sampai setengah enam saya ingat metro satu (Kapolda Metro Jaya) ada di Petamburan. Sekitar 10 menit kemudian perintah Kaden tidak ada suara tembakan. Peluru karet kan dikokang sekali bunyi, jadi tidak ada suara tembakan, itu perintah metro satu," katanya.

Salah satu cara menahan massa saat itu adalah dengan gas air mata. Tapi ternyata amunisi gas air mata hanya tinggal tersisa dua saja. Akhirnya, terpaksa menggunakan tembakan karet karena massa sudah tak terkendali.

"Sudah bertahan saja gimana caranya bertahan, waktu itu sudah pecah berkumpul lagi mereka. Sudah ada provokator di depan maju serang, maju serang, saya mau tidak mau tembakkan karet terpaksa karena sudah ganas, jenderal. Demi Allah tidak ada sama sekali peluru tajam," kata Kasubdit KBR Jajaran Polda Metro, AKP Ibrahim Sadjap.

Karena situasi tidak terkendali di depan asrama Brimob dan amunisi habis, Kasubdit KBR Jajaran Polda Metro, AKP Ibrahim Sadjap meminta pasukannya mundur. Dan di sinilah Ibrahim terjatuh dan terkena lemparan batu dari massa.

"Anggota yang masih nembak di depan saya tarik, kamu lari, kamu ikat tembakan, kamu lari. Artinya saya paling belakang, ketika saya lari, HT jatuh kan ada mic kecil kesandung dengan HT, kelilit lah. Saya jatuh, batu-batu sudah ini prak kena juga, saya sudah setengah pingsan, anggota saya narik saya. Kalau tidak ditarik mungkin saya sudah dikeroyok," kata Ibrahim.