Brilio.net - Saat ini, Indonesia telah memasuki bulan kedelapan masa pandemi virus corona. Seperti diketahui, kasus di Tanah Air pertama kali diumumkan pada awal Maret 2020 lalu. Sejak pandemi, pola kehidupan masyarakat pun mengalami banyak perubahan.

Salah satu yang sangat dirasakan adalah keterbatasan dalam beraktivitas. Jika sebelumnya hampir semua aktivitas dilakukan secara tatap muka, kini siklus itu berubah menjadi serba virtual. Sebut saja kegiatan bekerja maupun sekolah yang dilaksanakan di rumah.

Hal ini tentulah juga sangat terasa dalam kehidupan di Yogyakarta, Kota Pelajar. Diketahui, ada puluhan universitas baik itu negeri maupun swasta yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini. Tiap tahunnya, ada puluhan ribu mahasiswa baru yang datang dari berbagai daerah yang kemudian jadi 'warga baru' di sini.

Namun, kini suasana terasa sedikit berbeda. Sejak awal masa pandemi dan dimulainya study from home (SFH), setidaknya ada ribuan mahasiswa yang memutuskan pulang kampung. Alasannya beragam, seperti ingin tinggal di dekat orang tua, ataupun sekadar tak mau tinggal sendirian di perantauan.

Berbulan-bulan meninggalkan kos, tentunya kondisi hunian yang umumnya berukuran 3x4 meter itu mengalami perubahan drastis. Buku yang sedikit demi sedikit dimakan rayap, dinding yang penuh jamur, dan kamar menjadi tempat kecoak dan tikus berkembang biak.

Situasi seperti ini kemudian memunculkan rasa dilema bagi penghuni kos. Di mana mereka tidak mau repot mengurus kamar kosnya. Apalagi jika sebelumnya meninggalkan kamarnya dengan kondisi baik, namun kembali dengan keadaan yang tidak layak.

Rupanya hal inilah yang memberikan inspirasi munculnya ide kreatif empat mahasiswa Yogyakarta, Rifky Dhuri Kurniawan, Daud Arie Ristiyono, Iqbal Maulana Pasadena dan Yosephine Andaresta Putri. Keempatnya merupakan bagian utama dari Rupa Resik.

liputan Rupa Resik © 2020 brilio.net

Founder dan Co-Founder Rupa Resik, Rifky dan Daud. foto: Brilio.net/Hira Hilary

Mengulik lebih jauh, Rupa Resik sendiri adalah pelayanan jasa bersih-bersih kos dan rumah. Pastinya bertujuan memudahkan kehidupan masyarakat, khususnya mahasiswa. Mereka mempunyai empat pelayanan khusus, yakni cleaning service, pengepakan, tempat penitipan barang, dan pengiriman barang.

Ditemui brilio.net, Rifky menceritakan asal muasal terciptanya bisnis layanan jasa ini di tengah pandemi. Motif sosial dan ekonomi jadi alasan didirikanya Rupa Resik.

"Dari motif sosial, kita paham ketika Covid ini melanda Jogja, semua terdampak. Banyak yang di PHK, dirumahkan, pemotongan gaji. Melihat dari situ, kita pengen menggerakan mereka (yang terkena dampak) biar dapat pendapatan yang lebih," ujar Rifky, Selasa (10/11).

"Kemudian motif ekonomi. Saya melihat ada peluang ekonomi nih di sini. Yang pertama karena Go-Life (layanan fitur di ojek online) itu udah bubar. Jadi itu peluang. Di Jogja ada pasar sendiri, pasarnya siapa? Yang kemaren menggunakan layanan Gojek itu," sambungnya.

liputan Rupa Resik © 2020 brilio.net

foto: dok.pribadi Rupa Resik

Setelah melihat adanya potensi, munculah ide Rupa Resik sekitar awal Juli 2020 silam. Uniknya, modal pertama didirikannya Rupa Resik yakni 'modal nekat'. Di orderan pertama cleaning service, mereka justru menggunakan perabotan kebersihan milik pribadi.

"Modal awal kita nekat, yang punyanya apa (perkakas) kita pake. Misalnya Rifky punya vacuum cleaner, aku punya sapu, pel. Baru beli alat pas orderan kedua," ungkap co-founder Rupa Resik, Daud Arie.

Selama ditinggal penghuni kosnya pulang ke kampung halaman, banyak barang-barang yang akhirnya tidak terurus. Di sini, Rupa Resik tidak cuma melayani jasa bersih-bersih kamar yang ditinggalkan, namun pula penitipan barang kos, atau mengirim perabot tersebut ke rumah penghuni kos di kota asalnya.

"Banyak kasus teman-teman yang misalnya ngekos satu tahun, karena awal Februari udah kuliah online (pulang kampung), masih sisa banyak kosnya. Ibaratnya masih tetap harus bayar. Jadi lebih baik barangnya dititip ke kita, kosnya nggak usah bayar lagi. Besok seumpama pulang ke Jogja lagi, tinggal ngambil di kita," tutur Daud.

liputan Rupa Resik © 2020 brilio.net

foto: dok.pribadi Rupa Resik

Untuk tarif harganya, Rupa Resik tidak mau mematok harga terlalu mahal, melainkan disesuaikan dengan harga pasar. Karena bagaimanapun juga, mereka tidak mau terlalu memberatkan pelanggan.

"Cleaning service-nya mulai dari Rp 50 ribu per kamar. Angkut barang mulai Rp 100 ribu. Packing barang (pengepakan) mulai dari Rp 200-400 ribu, tergantung barang dan lokasi. Penitipan barang mulai dari Rp 100-500 ribu tergantung jumlah barang yang dititip," jelas keduanya.

Sebenarnya, untuk layanan pengiriman barang harga disesuaikan dengan jarak alamat pemesan. Jika masih di area DIY-Jawa Tengah akan dikirim menggunakan pick-up.

liputan Rupa Resik © 2020 brilio.net

foto: dok.pribadi Rupa Resik

"Kalau agak jauh, kayak kemaren ke Kalimantan, ngirimnya pakai ekspedisi. Mereka (pelanggan) bebas memilih ekspedisi yang diinginkan," jelas mahasiswa Ilmu Politik Fisipol UGM itu.

Untuk penitipan barang, pelanggan menitipkan sejumlah barangnya ke Rupa Resik. Sebagai contoh, barang itu dari perabotan kos yang belum dibawa pulang ke kampung halaman pelanggannya.

Rupa Resik akan memberi tarif penitipan setiap bulannya. Tentunya, mereka bertugas menjaga dan merawat agar barang yang dititip selalu dalam keadaan baik.

Meski begitu, pekerjaan layanan seperti ini nggak melulu berjalan mulus, salah satunya bersih-bersih kos. Buktinya Rupa Resik kerap kali menemukan berbagai kondisi kamar yang tak terduga.

Sejumlah perkakas akan disiapkan, mulai dari sapu, kain pel, cairan desinfektan, vacuum cleaner dan masih banyak lagi.

"Ada kos yang udah ditinggal 5 bulan, udah kaya sarang kecoa. Kita buka kasur, kecoa semua. Dia juga ninggalin telur, yaudah telurnya busuk banyak belatungnya. Ventilasinya dikit, jadi suka ada serangga. Rayap di kamar mandi," kenang Daud.

"Tadi kos cowok, sekarang kos cewek di daerah UAD. Kayaknya penghuninya memang jorok sih, jadi barang kesebar di mana-mana. Banyak kotoran cicak. Kamar mandi juga jorok banget. Kayaknya waktu dia pulang itu, nggak ada persiapan apa-apa," sambung pria 21 tahun ini.

Sebelum melakukan pembersihan kos, ada sejumlah prosedur yang dilakukan. Mulai dari meminta izin kepada pemilik kos, berkomunikasi dengan penghuni kos secara virtual, dan menjaga semua barang-barang dengan baik. Pengerjaan satu kamar akan memakan waktu 1-3 jam dan dilakukan 1-2 orang.

liputan Rupa Resik © 2020 brilio.net

foto: dok.pribadi Rupa Resik

Dari usaha ini, keuntungan mereka terbilang cukup besar. Dalam satu minggu, Rupa Resik bisa mendapat 3-4 orderan. Terhitung, sekitar lima bulan dari awal dibangun sampai kini, omzet yang diraih berkisar Rp 10 juta-18 juta.

"Satu minggu, orderan 3-4 kali. Bisa 2-4 kali orderan. Untuk omzet hitungan selama ini, bisa Rp 10 sampai belasan juta. Dari awal kita berdiri Juli. Waktu itu sempat vakum satu bulan karena Rifky ngejar skripsi," kata Daud.

"Bisa dibilang berkah untuk kita, dan orang-orang di sekitar kita," jawab Rifky dan Daud sambil tertawa.

Bagi mereka, Rupa Resik tidak cuma memberikan layanan jasa, akan tetapi juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi orang lain. Baik itu mahasiswa, maupun para pekerja yang terkena dampak ekonomi saat pandemi. Meski demikian, pekerjaan ini tidak bersifat mengikat.

liputan Rupa Resik © 2020 brilio.net

foto: dok.pribadi Rupa Resik

Urusan pembagian pembayaran dengan sumber daya pekerja dihitung berdasarkan persenan pembayaran. Biasanya dalam satu order, Rupa Resik mengambil untung 20 persen saja, kemudian sisanya sebagai upah kepada pekerja.

Kendati begitu, tak menutup kemungkinan mereka mengambil untung lebih kecil jika tarif orderan tidak terlalu besar. Prinsipnya, tetaplah harus memanusiakan manusia.

"Kalau dapat order yang dapatnya pas kecil, misalnya kos yang udah bersih, dapat paling Rp 50-70 ribu. Nah misal dipotong terlalu gede, kasian (dengan pekerjanya). Kita paling ambil Rp 5-10 ribu masuk kas kita," kata Rifky.

Sampai kini, cara promosi yang getol digunakan yakni media sosial seperti Facebook dan Instagram. Bagi Rifky, Facebook menjadi wadah yang cukup besar untuk mencari pasar. Terlebih masih banyak orang yang aktif menggunakan platform tersebut.

"Kalau pasarnya di Facebook, ada yang nyari layanan bersih-bersih kosan nih. Terus kita langsung follow-up," ujar mahasiswa akuntansi STIE YKPN itu.