Brilio.net - Kasus yang menimpa Baiq Nuril masih berlanjut hingga kini. Kasus itu bermula ketika ia menerima telepon dari kepala sekolahnya bernama Muslim pada 2012 silam. Dalam percakapannya dengan Nuril, kepsek tersebut membicarakan perbincangan yang tak senonoh.

Merasa dilecehkan, baiq Nuril merekam perbincangan tersebut dan melaporkannya ke polisi. Namun, Baiq Nuril justru dituntut oleh Muslim yang bersangkutan atas dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mahkamah Agung menjatuhkan vonis bagi Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Merasa tak mendapatkan keadilan, Baiq Nuril kemudian mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden Joko Widodo. Amnesti merupakan langkah terakhir dan satu-satunya pilihan yang dapat menyelamatkan Nuril dari hukuman.

Dilansir brilio.net dari merdeka.com, Senin (15/7), Baiq Nuril menuliskan sebuah surat yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Surat tersebut diberikan kepada Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, Senin (15/7). Dua lembar kertas itu berisi harapan agar Jokowi memberikan amnesti secepatnya kepada Nuril. Dalam lembar pertama, dia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas dukungannya yang tak henti. Ia pun berkesempatan untuk membacakan surat tersebut di Kantor Staf Presiden, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

"Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas dukungan yang terus mengalir, yang sampai saat ini tidak pernah berhenti, dan ini saya bacakan surat, surat seorang anak kepada bapak, Bismillah," kata Baiq Nuril dikutip dari merdeka.com

Baiq Nuril memperkenalkan diri, sebagai rakyat Indonesia yang hanya lulusan SMA. Sebelum dijerat kasus, dia bekerja sebagai honorer di SMA, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ibu dari tiga orang anak dan memiliki seorang suami yang sebelumnya bekerja di Gili Trawangan.Namun saat terjerat kasus, suaminya terpaksa kehilangan pekerjaan. Lantaran harus mengurus tiga orang anak.

"Akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan," kisah Baiq sambil meneteskan air mata.

Kemudian, Baiq pun menceritakan kepada Jokowi rentetan mengapa merekam percakapan mesum atasannya atau kepala sekolahnya saat itu,H Muslim. Hingga mengalami teror berulang kali. Mulai dari telepon hingga perlakuan langsung.

"Yang mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. 'Teror' yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telpon, tapi juga saat perjumpaan langsung," ungkap Baiq.

Dia mengakui tidak ada niatan sama sekali untuk menyebarkan rekaman tersebut. Percakapan atasannya tersebut hanya diceritakan satu orang temannya untuk diberikan ke DPRD Mataram. Tindakannya semata-mata untuk mempertahankan pekerjaannya. Agar tetap membantu suaminya menghidupi ketiga anaknya.

"Bapak, barangkali, barangkali ada satu kesalahan yang saya lakukan. Karena saya merasa sangat tertekan saat itu, kesalahan saya (jika itu dianggap suatu kesalahan) adalah karena saya menceritakan rekaman tersebut pada satu orang teman saya," ungkap Baiq.

Air mata Baiq menetes kembali ketika menceritakan proses pemeriksaan yang berjalan dua tahun di Polres Mataram.Sampai akhirnya, pada 27 Maret 2017 dia ditahan

"Saya pikir hanya akan jalani pemeriksaan rutin. Saya membawa anak saya yang berumur lima tahun. Ternyata, saat itu saya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Saya ditahan sebelum saya menjalani proses sidang di PN Mataram," kata Baiq.

Tidak sampai itu, Baiq pun terus meneteskan air mata ketika menceritakan sidang perdananya di PN Mataram pada 4 Mei 2017 di PN Mataram. Dalam surat dakwaan yang disampaikan Jaksa, diduga telah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah.

"Jaksa Penuntut, Ibu Ida Ayu Camuti Dewi, menuntut saya enam tahun penjara dan harus membayar denda sebesar 500 juta rupiah," ujar Baiq sambil terus meneteskan air mata.

Kemudian, dia juga memaparkan saksi ahli yang dihadirkan, pakar ITE, Teguh Afriyadi yang menegaskan bahwa tindakannya tidak bersalah. Tidak hanya itu,
dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Republik Indonesia, Sri Nurherwati, menyatakan dan mengungkapkan bahwa Baiq sebenarnya adalah korban kekerasan seksual. Sampai akhirnya, pada 26 Juli 2017, Majelis Hakim PN Mataram diketuai oleh Bapak Albertus Usada dan Hakim Anggota, Ranto Indra Karta dan Ferdinand M Leander, memutuskan bahwa Baiq tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum.

Namun putusan tersebut belum selesai,Majelis Hakim PN Mataram tersebut dibatalkan pada tanggal 26 September 2018 oleh Mahkamah Agung yang menyatakan mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Kemudian, pada tanggal 4 Januari 2019, melalui kuasa hukumnya memutuskan untuk mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Tanggal 4 Juli 2019, Mahkamah Agung menyatakan menolak PK yang diajukan.

"Tetapi, saya tidak akan pernah menyerah. Sekali lagi bagi saya perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakkan harkat martabat kemanusiaan di negara tercinta ini. Saya selalu yakin kebenaran pasti akan terungkap dan keadilan pasti akan terjadi," tegas Baiq.

Dengan proses yang dialami selama 6 tahun, Baiq tidak akan pernah menyerah. Dia menjelaskan pengalaman saat ini menjadi pelajaran. Bukan hanya agar terlepas dari jerat korupsi, tapi sebagai perjuangan masyarakat.

Dia yakin Jokowi punya hati nurani. Dan berharap bisa menerima perjuangannya serta memberikan amnesti. Namun dia meminta bukan karena air mata yang dikeluarkan saat ini kemudian Jokowi memberikan amnesti. Tetapi diberikan didasari karena jiwa kepemimpinan dan kepentingan negara dalam melindungi serta menjaga harkat dan martabat.

"Saya sebagai rakyat kecil sangat yakin, niat mulia Bapak memberikan amnesti kepada saya didasari karena jiwa kepemimpinan Bapak yang menyadari keputusan amnesti tersebut merupakan bentuk kepentingan negara dalam melindungi dan menjaga harkat martabat rakyatnya sebagai manusia," kata Baiq.

Dalam surat tersebut, bahkan Baiq dan Suami pun mengklaim memilih kembali Jokowi sebagai pesiden pada Pemilu 2019 lalu. Mereka yakin dan percaya mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut bisa memimpin konstitusi dengan adil.

surat baiq nuril © 2019 brilio.net

foto: merdeka.com

"Bapak Presiden, saya dan suami saya memilih Bapak kembali sebagai Presiden Republik Indonesia, karena kami percaya kepada kepada Bapak. Kami percaya Bapak adalah pemimpin yang selalu berpijak pada konstitusi," kata Baiq.

Keputusan tersebut salah satunya kata dia yaitu berupa amnesti. Bukan karena belas kasihan, tetapi sebagai korban dan bukan desakan dari berbagai pihak. Dia pun yakin Jokowi bisa memutuskan yang didasari dengan UUD 1945. Dia pun mengklaim selalu memberikan dukungan penuh kepada Jokowi dan akan berjuang bersama-sama untuk menegakan keadilan.

"Saya sangat yakin, niat mulia Bapak memberi amnesti kepada saya adalah demi kepentingan negara. Kepentingan negara dalam penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan yang lebih besar dan dapat menghadirkan kemaslahatan yang lebih luas bagi rakyatnya," tutup Baiq Nuril.