Brilio.net - Virus Corona atau COVID-19 memberikan dampak yang cukup besar terhadap global. Awalnya ketika Virus Corona hadir di Wuhan, China pada akhir 2019 tak begitu berdampak. Namun setelah virus tersebut menyebar dan mengancam beberapa negara, maka baru disadari betapa global memgalami kerugian yang cukup besar.

Dilansir brilio.net dari liputan6.com, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INdef) Tauhid Ahmad, menyebutkan bahwa kerugian ekonomi global akibat pandemi Virus Corona tak ternilai. Bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan dampak perang dagang Amerika Serikat dengan China.

"Iya persis, jauh lebih parah dan besar kerugian ekonomi global (virus Corona), dibandingkan perang dagang Amerika dengan China," kata Tauhid.

Saat perang dagang terjadi, di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia masih mempunyai opsi untuk melakukan kerja sama ekonomi internasional baik dengan kubu Amerika Serikat maupun China. Sehingga perang dagang dianggap hanya menyumbang sekitar 1 persen terhadap kerugian ekonomi global.

Namun ketika menghadapi pandemi virus Corona, setiap negara tampak kewalahan termasuk Indonesia. Perekonomian global terbilang cukup parah. Menurutnya sejalan dengan publikasi riset terbaru oleh McKinsey and Company, yang memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 akan menurun hingga 3 persen.

"Dengan catatan negara besar seperti China, Amerika maupun Eropa cepat terbebas dari pandemi virus Corona," imbunya.

Bahkan ia menyebut jika pandemi virus Corona masih akan tetap berlanjut, pertumbuhan ekonomi global hanya mampu tumbuh pada angka 1 sampai 1,5 persen.

Melihat kondisi seperti ini tentunya pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan membiarkan begitu saja. Dilansir dari liputan6.com, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam, mengkhawatirkan jika pemerintah tidak bergerak cepat mengatasi penyebaran virus Corona, maka akan menyebabkan Indonesia alami krisis ekonomi berkepanjangan.

"Kalau pemerintah tidak mengantisipasi Corona ini dengan baik, kita bisa mengalami krisis. Krisis bisa dicegah dengan persiapan kebijakan yang tepat, sayangnya sejauh ini kebijakan itu belum tampak, pemerintah terlihat tidak punya persiapan untuk kondisi yang terburuk," kata Piter.

Menurutnya, saat ini perkembangan virus corona sangat mengkhawatirkan, sementara pemerintah tampak ragu-ragu untuk mengambil tindakan drastis mengatasi Corona.

Pemerintah seakan diharapkan dilema antara upaya yang benar-benar fokus mengatasi virus corona dengan upaya menyelamatkan perekonomian.

Bahkan beberapa kebijakan stimulus sudah dikeluarkan pemerintah untuk membantu dunia usaha, tapi apakah pemerintah sudah mempersiapkan kebijakan untuk kondisi terburuk?, Tanya Piter.

"Saya khawatir dengan penanganan virus Corona yang serba tanggung saat ini akan terjadi ledakan penderita Corona, yang pada ujungnya akan memaksa pemerintah mau tidak mau melakukan lockdown atau isolasi," ujarnya.

Namun, apabila nanti lockdown diakukan tanpa perencanaan, dan dilakukan ketika korban virus Corona sudah tidak tertangani maka proses penyembuhannya akan jauh Lebih lama dan dampak negatifnya terhadap perekonomian justru akan jauh lebih besar.

Kendati begitu, Piter mengatakan bahwa Indonesia berpotensi mengalami krisis ekonomi, apabila terjadi faktor-faktor berikut, yakni suatu perekonomian dikatakan krisis apabila mayoritas pelaku ekonomi dihampir semua sektor tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi secara baik, semua indikator ekonomi mengalami perkembangan negatif.

"Serta pertumbuhan ekonomi merosot drastis hingga negatif, dan mengakibatkan meningkatkan pengangguran dan kemiskinan," pungkasnya.

Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Perdagangan Rachmat Gobel juga turut akan bicara mengenai penangan virus Corona yang dilakukan pemerintah Indonesia. Menurutnya, apa yang dilakukan Pemerintah saat ini maksimal, sangat serius dan berusaha terus memperbaiki sistem, komunikasi, dan proses penanganan medis oleh tim medis yang luar biasa.

"Saya melihat upaya yang dilakukan Presiden Joko Widodo menekan penyebaran virus juga terus diperbaiki," kata Rachmat Gobel, seperti yang dilansir brilio.net dari liputan6.com.

Meski demikian, kata Rachmat, pihaknya memberikan beberapa catatan buat Pemerintah untuk dijadikan pelajaran di masa mendatang, jika kembali terulang adanya pandemi.

"Jujur harus diakui, penanganan yang sekarang memang terlihat agak gagap karena kalah cepat dengan kemunculan penderita positif COVID-19," ucap dia.

Pemerintah kurang cepat mempersiapkan mitigasi bencana penanganan penyebaran virus Corona. Langkah mitigasi juga belum maksimal ketika Presiden Jokowi mengumumkan begitu mulai terjadi proses penularan dua warga, pada Senin (2/3).

Seharusnya, sejak awal ada penularan virus corona di China pada Desember 2019, dan menyebar ke beberapa negara secara cepat, Indonesia sudah mempersiapkan langkah antisipasi. Pemerintah seharusnya melakukan dan mempelajari proses mitigasi yang dilakukan oleh negara seperti China, Jepang, Korsel, Singapura, dan beberapa negara Eropa.

"Bagaimana mereka menangani pasien sesuai standar WHO sampai virus tersebut berhasil ditekan. Bagaimana mereka sampai akhirnya bisa menyembuhkan pasien yang datang secara masif. Bagaimana komitmen dan persiapan pemerintah di negara-negara itu mengadakan rumah sakit karantina untuk isolasi. Dibangun di wilayah atau provinsi mana agar tersekat secara jelas dari ruang publik sehingga tidak menimbulkan konflik. Bagaimana proses pembangunannya, kapan target selesainya, dan bagaimana biayanya agar tidak bermasalah di kemudian hari," jelas Rachmat.