Serentetan aksi teror terjadi di Tanah Air beberapa waktu ini. Mulai aksi di Mako Brimob, pengeboman di Surabaya, dan penyerangan Mapolda Riau. Indonesia pun menyatakan perang melawan terorisme.

Tapi apa sebenarnya yang dimaui teroris? M. Najib Azca, pakar radikalisme dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan banyak faktor. Terorisme tidak hanya dilakukan orang Islam saja, tapi juga non muslim. Istilah radikal teror adalah netral, siapapun bisa melakukannya.

Tapi dalam konteks Indonesia, terorisme dilakukan oleh orang Islam yang mempunyai paham sesat. "Menurut mereka wajib hukumnya menegakkan negara yang berbasis syariat Islam. Mereka melihat Indonesia sebagai negara yang katakanlah ‘kafir’. Karena itu bagi mereka wajib menumbangkan negara tersebut untuk menegakkan negara baru yang diimajinasikan sebagai negara Islam," katanya.

Terorisme di Indonesia memang memiliki akar sejarah yang panjang. Tapi semua tak bisa lepas dari pengaruh dimensi internasional. "Ada banyak variabel yang menjadi konteks kemunculan kelompok teroris. Ada dimensi internasional, domestik, konteks sejarah, transformasi politik seiring perubahan rezim atau sistem politik," tuturnya kepada brilio.net.

Di Indonesia tampaknya tidak terlalu menonjol bentuk ideologi radikal yang menggunakan rasisme sebagai salah satu elemennya. "Dulu terjadi kekerasan terhadap kelompok etnis China, tapi tidak sampai menjadi satu gerakan ideologi," terangnya.

Kini ada perubahan pola terorisme dari Al Qaeda menjadi gerakan ISIS. Hal itu mengubah pola sasaran yang awalnya simbol-simbol barat ke sasaran yang diyakini anti Islam yang dekat. Oleh karena itu sangat penting menghadang gerakan terorisme ini.

"Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di level individu kita perlu semakin hati-hati dengan kemungkinan penyebaran konten-konten radikal melalui dunia digital yang sangat massif," terangnya.

Menurut Najib, kontra terorisme adalah mencegah ideologi radikalisme ke kelompok yang belum terpapar idelogi terorisme. Ini harus lebih massif lagi karena kelompok ini luas. Apalagi kini pola gerakan terorisme sudah melibatkan satu keluarga beserta anak-anaknya. Mau tidak mau pemerintah dan masyarakat harus bergandengan tangan melawan terorisme.