Brilio.net - Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau, sangat bergantung pada perjalanan udara. Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 bernomor registrasi PKC-CLC rute Jakarta-Pontianak di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu (9/1) menambah panjang daftar kecelakaan moda transportasi udara di Indonersia.

Seperti diberitakan sebelumnya, pesawat seri Boeing 737-500 (Boeing 737-524/WL) tersebut hilang kontak sekitar pukul 14.40 WIB atau 4 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Ini merupakan kecelakaan fatal pertama Sriwijaya Air sejak mulai beroperasi pada tahun 2003.

Pesawat yang mengangkut 62 orang, terdiri dari 6 kru, 46 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi itu hilang kontak di antara Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Berdasarkan catatan situs pelacakan Flightradar24, pesawat tersebut jatuh lebih dari 10.000 kaki dalam waktu kurang dari satu menit.

Hingga saat ini tim penyelamat gabungan yang terdiri dari Badan SAR Nasional (Basarnas), TNI, Polri, dan sejumlah stakeholder terus melakukan upaya pencarian korban dan serpihan pesawat khususnya kotak hitam (black box) di lokasi yang diduga sebagai titik jatuhnya pesawat.

Peristiwa ini sekaligus menambah panjang catatan kecelakaan pesawat udara yang melibatkan raksasa penerbangan Boeing. Reputasi produsen pesawat terbang asal Amerika Serikat tersebut dalam lima tahun terakhir menjadi sorotan menyusul kecelakaan pesawat yang menimpa produk baru mereka, Boeing 737 Max 8.

Pesawat versi terbaru Boeing ini mengalami kecelakaan pada 29 Oktober 2018 saat dioperasikan maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang yang menewaskan 189 orang di dalamnya. 

Setelah itu, kecelakaan pesawat udara yang melibatkan Boeing 737 Max 8 kembali terjadi pada Ethiopian Airlines bernomor registrasi ET-AVJ rute Addis Ababa, Ethiopia menuju Nairobi, Kenya yang menewaskan 157 orang pada Maret 2019. Dua peristiwa tersebut menyebabkan Boeing 737 Max dikandangkan dan dilarang terbang.

Lantas bagaimana dengan Boeing 737-500 Sriwijaya Air SJ 182? Kementerian Perhubungan memastikan pesawat terbang Sriwijaya Air SJ 182 dalam kondisi laik udara sebelum terbang. Pesawat tersebut telah memiliki Certificate of Airworthiness (Sertifikat Kelaikudaraan) yang diterbitkan Kemenhub dengan masa berlaku sampai dengan 17 Desember 2021.

“Ditjen Perhubungan Udara telah melakukan pengawasan rutin sesuai dengan program pengawasan dalam rangka perpanjangan sertifikat pengoperasian pesawat (AOC) Sriwijaya Air pada bulan November 2020. Hasilnya  Sriwijaya Air telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan,” jelas Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam siaran pers, Senin (11/1).

Berikut fakta mengenai pesawat yang sudah berusia sekitar 26 tahun tersebut.   

1. Diproduksi era 1980-an

Pesawat Boeing yang kehilangan kontak pada Sabtu (9/1) tak lama setelah lepas landas dari Jakarta adalah Boeing 737-500, model yang dikembangkan pada era 1980-an. Pesawat ini sebelumnya diterbangkan Continental Airlines dan United Airlines sebelum dikirim ke Sriwijaya Air pada tahun 2012, menurut database online Airfleets.

2. Sejarah Boeing 737-500

Boeing 737-500 yang masuk dalam seri 737 Klasik ini diperkenalkan pertama kali dengan pembelian 20 pesawat pada tahun 1987 oleh Southwest Airlines. Menurut salah satu tokoh perusahaan Southwest, Richard West, yang menulis pada tahun 2016 menyebutkan pihaknya menggunakan Boeing 737-500, dengan kapasitas 122 karena dinilai lebih efisien menangani rute yang lebih panjang dengan jumlah penumpang yang lebih sedikit. Pesawat Boeing 737-500 pada maskapai Southwest terakhir terbang pada September 2016.

3. Seri Boeing paling popular 

Secara historis, 737-500 adalah pesawat yang aman untuk diterbangkan. Generasi pesawat 737 jet juga merupakan salah satu pesawat paling sukses sepanjang masa. Seri Klasik Boeing juga mencakup 737-300 dan 737-400. Sepanjang beroperasi, seri klasik ini telah mengalami 19 kecelakaan fatal selama lebih dari tiga dekade beroperasi, atau sekitar satu kecelakaan fatal untuk setiap empat juta keberangkatan, menurut laporan Boeing tahun 2019.

Empat kecelakaan fatal sebelumnya tercatat pada 737-500, termasuk kecelakaan di Korea Selatan pada 1993, Tunisia pada 2002 dan di Rusia pada 2008 dan 2013, menurut Aviation Safety Network.

4. Sejumlah maskapai masih menerbangkan seri Boeing 737-500 sampai sekarang

Boeing 737-500 diproduksi sebanyak 389 unit sebelum model itu dihentikan. Sekitar 100 unit hingga kini masih digunakan maskapai penerbangan kecil di seluruh dunia seperti Afghanistan, Iran, Nigeria, Rusia dan Ukraina, menurut situs pelacakan Planespotters.net. Secara global, Boeing mengirimkan sekitar 390 model 737-500 yang dirancang untuk mengangkut 145 penumpang.

5. Sriwijaya Air SJ 182, kecelakaan terburuk keempat seri Boeing 737-500

Kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 menjadi bencana terburuk keempat seri Boeing 737-500 sepanjang pesawat ini beroperasi. Sebelumnya, kecelakaan yang melibatkan Boeing 737-500 terjadi pada Asiana Airlines 733 pada 26 Juli 1993 yang menewaskan 68 dari 110 penumpang.

Pesawat ini jatuh di daerah Hwawon di Haenam County, Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan setelah lepas landas dari Bandara Internasional Seoul-Gimpo menuju Bandara Mokpo, Korea Selatan. 

Kecelakaan Boeing 737-500 kembali terjadi pada 7 Mei 2002. Kali ini menimpa Egypt Air dengan nomor penerbangan 843 yang jatuh setelah lepas landas dari Bandara Internasional Kairo menuju Bandara Internasional Tunis-Carthage. Pesawat ini jatuh setelah menabrak bukit dekat Bandara Internasional Tunis-Carthage. Tiga dari enam awak dan 11 dari 56 penumpang tewas.

Kemudian kecelakaan Boeing 737-500 (Boeing 737-53A) terjadi pada 17 November 2013 yang dioperasikan Tatarstan Airlines dengan nomor penerbangan 363 yang jatuh di dekat Bandara Internasional Kazan, Rusia, dalam perjalanan dari Moskow. Seluruh penumpang yang berjumlah 44 orang dan enam awak tewas dalam peristiwa ini.