Brilio.net - Usai Pilpres 2019 bukan berarti menjadi masa tenang bagi Joko Widodo, ada banyak yang harus dipersiapkan dan direncanakannya. Belum lagi melihat partai koalisi pendukung Jokowi mulai menanyakan pembagian kursi pada menteri. Tercatat ada sembilan partai yang tergabung dalam koalisi Jokowi pada Pilpres 2019.

Tak hanya dari partai koalisi saja yang bersuara mengenai kursi menteri, namun salah satu ormas pengurus juga ikut menyuarakan hal serupa. Bahkan mereka menyampaikan secara terang-terangan.

Berikut beberapa koalisi Jokowi-Ma'ruf yang meminta jatah kursi menteri secara blak-balakan dilansir brilio.net dari merdeka.com, Jumat (21/6).

1. PKB berharap mendapat jatah 10 menteri.

merdeka.com © 2019 brilio.net

foto: merdeka.com

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyampaikan bahwa pihaknya meminta 10 jatah menteri dalam pemerintahan Jokowi periode 2019-2024.

"Semoga dari PKB yang masuk DPR ada 60 orang, dan semoga 10 menteri dari PKB," kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Sabtu (18/5) dilansir dari merdeka.com.

Cak Imin mengungkapkan bahwa dirinya sadar akan banyak pihak yang marah saat dirinya berharap mendapatkan 10 kursi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf.

"Namanya juga doa masa enggak boleh kemarin saja banyak yang marah. Doanya sepuluh yang dapat sembilan ya Alhamdulillah," ujarnya.

Dalam Pileg 2019, PKB berhasil meraup 13.570.097 suara atau 9,69 persen. Pada pemerintahan Jokowi sekarang, ada 3 kader PKB masuk dalam Kabinet Kerja.

2. Golkar berharap dapat 5 posisi menteri.

merdeka.com © 2019 brilio.net

foto: merdeka.com

Golkar hanya berharap 5 kursi menteri di Kabinet Kerja jild II Presiden Jokowi. Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengungkapkan bahwa hal ini wajar jika jatah menteri ditambah menjadi lima kursi dari saat ini hanya dua kursi di kabinet. Alasannya, Partai Golkar menjadi partai dengan kursi terbanyak di DPR RI.

"Saya kira wajar kami minta empat atau lima kursi, tak perlu 10 kursi seperti PKB," ujar Agung di kantor DPP Golkar, Jakarta Selatan, Senin (27/5).

Namun meskipun demikian, Agung menyerahkan keputusan menteri kabinet kepada Presiden Jokowi. Pihaknya, hanya memamerkan sejumlah nama karena Golkar tak kekurangan kader berkualitas.

"Kami hanya ingin menyampaikan bahwa kami tak pernah kekurangan kader berkualitas di Partai Golkar," ucapnya.

Saat Pileg 2019, Partai Golkar mendapat 17.229.789 atau 12,31 persen.

3. PPP minta tambah jatah kursi menteri.

merdeka.com © 2019 brilio.net

foto: merdeka.com

Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan, pihaknya berharap Presiden Jokowi menambah jatah kursi di kabinet untuk partainya pada periode mendatang.

"PPP ingin portofolionya bertambah di pemerintahan mendatang. Kalau portofolionya apa, terserah Pak Presiden nanti. Itu kan hak prerogatif Presiden," kata Arsul, Selasa (27/5).

Seperti yang diketahui saat ini PPP hanya punya satu orang duduk sebagai menteri, yakni Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Selain itu ada Suharso Monoarfa yang saat ini menjadi Plt Ketum PPP menjabat sebagai Wantimpres.

4. Pengurus NU minta jatah menteri.

merdeka.com © 2019 brilio.net

foto: merdeka.com

Pengurus ormas Nahdlatul Ulama juga menyuarakan hal serupa, di mana mereka meminta kursi menteri. Suara itu datang dari Wakil Rais Syuriah PW NU Jawa Timur, KH Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali) di Masjid Al Akbar Surabaya.

"Tidak ada dukungan politik yang gratis!" kata Agoes Ali Masyhuri.

Gus Ali yakin jika kader NU yang diusulkan akan pos menteri yang strategis. "Insya Allah akan mendapat posisi yang strategis," katanya.

Sementara di kabinet Jokowi saat ini, tercatat ada enam menteri dari kalangan NU, yaitu Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi, M Nasir; Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri; Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi. Kemudian Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo yang menggantikan Marwan Ja'far, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Meski ramainya pernyataan para koalisi pendukung mengenai kursi menteri, Jokowi tentunya sudah memiliki kriteria bagi menteri-menteri yang nantinya bergabung ke pemerintahannya. Jokowi ingin kursi para menteri diisi oleh orang-orang yang mampu mengeksekusi program kerja pemerintah. Hal ini supaya semua pekerjaan cepat terealisasikan agar bisa dinikmati rakyat.

"Sudah saya sampaikan bolak-balik, (calon menteri harus) mampu mengeksekusi dari program-program yang ada, kemampuan eksekutor itu yang paling penting," kata Jokowi.