Brilio.net - Kabar duka datang dari ibunda penyanyi jazz, dr. Tompi. Ibunda dr. Tompi meninggal dunia pada 23 April 2021 silam setelah terjangkit virus Covid-19. Kepergian sang ibunda tentu saja tidak mudah bagi Tompi, ia pun menceritakan kronologi meninggalnya sang ibunda sekaligus mengedukasi para netizen mengenai bahaya covid-19.

Pria kelahiran 22 September 1978 ini mengungkapkan, ibunya terjangkit covid-19 setelah pulang kampung ke Lhokseumawe, Aceh. "Setelah bertahun-tahun lamanya tinggal bersama saya di Jakarta, ibu ingin pulang ke Aceh karena merasa kangen dan ingin bertemu keluarga di Aceh", ungkapnya melalui IG TV.

Tompi pun membolehkan ibunya pulang kampung dengan berpesan agar tidak bepergian kemana-mana, tetap di rumah, jaga jarak, dan mengenakan masker. Meskipun sang ibu telah menuruti saran putranya, Tompi menduga bahwa ada salah satu anggota keluarga yang telah terjangkit covid-19 dan tidak melakukan tes.

"Flu kan dianggap biasa, dan gak dicek covid. Dia baru tau kalau pernah covid setelah ibu saya meninggal", ungkapnya. Tompi pun menceritakan bahwa anggota yang sudah sakit tersebut tetap dapat pergi kemana-mana karena rumah keluarganya di kampung sangat berdekatan, sehingga banyak keluarga yang berkumpul dan flu dianggap hal yang lumrah.

Kemudian, ibunda Tompi pun merasa tidak enak badan dan demam. Setelah di tes, hasilnya pun menunjukkan bahwa ibunda Tompi positif covid-19. Setelah mengetahui hasil test yang positif, dokter spesialis bedah plastik ini berkoordinasi dengan teman-temannya di Banda Aceh, Medan, dan Jakarta untuk mencari perawatan yang lebih baik.

"Saat itu saturasi ibu saya turun dari 98 ke 94. Setelah 94, saya mulai khawatir. Ibu saya sudah ready di rumah jam 6 pagi, tapi ambulance datang hampir jam 4 sore", kenangnya. Ketika naik di ambulans sebentar, saturasi sang ibu pun terus menurun hingga beliau meninggal. Sang ibunda pun dimakamkan sesuai dengan protokol kesehatan.

Dengan kepergian sang ibu di kampung halaman, Tompi menyayangkan minimnya fasilitas kesehatan di daerah dan ketidakpedulian masyarakat terhadap covid-19. "Di Lhokseumawe, PCR cuma bisa dilakukan 2 kali dalam seminggu, tenaga kesehatan tidak standby di tempat. Harus ada koneksi dulu supaya dapat layanan yang bagus. Labnya juga gak support", ungkapnya dengan prihatin.

Selama berada di kampung halaman, Tompi pun prihatin dengan para pedagang di pasar yang tetap berjualan walaupun mengetahui bahwa hasil testnya adalah positif covid-19.

Bahkan, ia terkejut dengan salah satu polisi yang selama ini menganggap bahwa covid-19 tidak ada dan baru percaya pada virus tersebut setelah ibunda Tompi meninggal.

Tompi pun mengungkapkan, "Fasilitas kesehatan masih jadi PR di negara ini. Cukup ibu saya yang jadi korban. Negara ini gak sanggup nanggung banyak orang sakit. Dokter sedikit, fasilitas gak mumpuni. Kalau kejadian di India ada disini, selesai kita".