Brilio.net - Pidato Anies Baswedan saat pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta periode 2017-2020 menuai kontroversi. Banyak yang menyayangkan penggunaan kata 'pribumi' pada pidato tersebut.

"Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan, kini telah merdeka, saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri," kata Anies dalam pidatonya, Senin (16/10) malam.

Banyak warganet yang ikut mengomentari pidato Anies Baswedan ini. Seleb Tanah Air juga tak mau ketinggalan. Dilansir dari berbagai sumber, Rabu (18/10), ini 5 Seleb yang menyuarakan pendapatnya.

1. Iwans Fals

Iwans Fals melihat bahwa kata 'pribumi' mungkin dimaksudkan untuk penduduk asli Jakarta.

2. Pandji Pragiwaksono

Pandji mengomentari istilah pribumi sudah lama. Dalam tweet 31 Maret 2017 ini dia mengkritisi penggunaan istilah tersebut.

Dalam kasus pidato Anies Baswedan. Pandji hanya membandingkan pidato Gubernur baru Jakarta tersebut dengan perkataan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

3. Ernest Prakarsa

Ernest mengaku tidak nyaman dengan pernyataan Anies Baswedan. Menurutnya istilah tersebut membuatnya kurang nyaman dengan identitasnya.

4. Teuku Adifitrian (Tompi)

Tompi melihat istilah ini sebagai ungkapan orang yang gagap kemanusiaan.

5. Hermann Josis Mokalu (Yosi Project Pop)

Yoshie menggunggah sebuah opini di Instagram dan mencuitnya di Twitter. Dia melihat bahwa istilah pribumi digunakan untuk masyarakat asli Indonesia seperti di Maluku, Papua, NTT atau NTB.

 

BACA CAPTION INI, supaya mengerti kenapa saya mengernyitkan dahi. Berdasarkan penelitian Von Heine Geldern, Austrian Ethnologist (1885 - 1968) disimpulkan bahwa, PRIBUMI asli Indonesia adalah kaum astronesia yaitu: siapa yg asli maluku / papua / NTT / NTB adalah salah satu kaum astronesia, masyarakat yg berkulit gelap & rambut keriting. Merekalah yg pertama kali mendiami wilayah Nusantara.. Dan di era Soekarno-Hatta sdh diterangkan bahwa tdk ada kategori PRIBUMI / non-PRIBUMI Dahulu golongan PRIBUMI ada krn penggolongan di era Hindia Belanda. Dipopulerkan utk memudahkan menjalankan strategi “Divide et Impera” Di era Soeharto dipakai kembali karena Soeharto adalah pasukan KNIL. Beliau mengkategorikan hal tersebut agar dpt menjadi kambing hitam jika terjadi sesuatu, persis seperti era Hindia-Belanda. Tahun 1998 ada Instruksi Presiden (INPRES) no.26 yaitu: Menghentikan penggunaan istilah PRIBUMI & non PRIBUMI dalam semua perumusan & penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Itu sejarahnya, jadi ketika kata PRIBUMI disebut pada sebuah pidato pelantikan, menjabat sbg Gubernur dr Ibukota negara yg pluralis, dgn segala rasa hormat, saya rasa tidaklah bijaksana. Saya bukan pendukung bapak @aniesbaswedan @sandiuno , tapi saya percaya Tuhan yg pegang kendali. Tuhan yg memilih anda. Dan saya diajarkan utk menghormati pemimpin saya. Selamat bertugas. Semoga bisa dilihat sebagai masukan yg membangun. Rekonsiliasi hanya terjadi jika kita positif thinking. Dan saling percaya. Mari dijaga bersama. Saya doakan Jakarta jadi lebih baik. Amin. #Indonesiasudahcerdas #stoprasisme #nkrihargamati Sudah di edit nih, supaya tidak ada yg salah tangkap, nyampah & berantem ??

A post shared by Yosi Mokalu (@yosimokalu) on