Brilio.net - Nama peneliti muda Indra Rudiansyah belakangan menjadi perbincangan publik. Maklum, alumnus Institut Teknologi Bandung ini menjadi salah satu anggota tim yang menangani proses uji klinis vaksin Astra Zeneca di Pusat Vaksin Oxford dan tergabung dalam tim profesor Sarah Gilbert, Kepala Institut Jenner Universitas Oxford.    

Dalam sebuah acara bincang virtual bertajuk Fakta Seputar Vaksin dan Upaya Menuju Kekebalan Komunal dengan media belum lama ini, Indra mengisahkan bagaimana awalnya ia terlibat dalam pengembangan vaksin Astra Zeneca. Semula Indra sebagai mahasiswa Phd di Universitas Oxford sedang melakukan penelitian mengenai vaksin malaria.

Obrolsan seru seputar vaksin © 2021 brilio.net Facebook/Djarum Beasiswa Plus

Nah saat melakukan penelitian tersebut, ada penelitian lain mengenai vaksin Covid-19. Saat itu, para peneliti senior telah menemukan beberapa kandidat vaksin untuk dikembangkan. Ia pun diminta untuk terlibat dalam pengembangan vaksin Covid-19.    

“Clinical trial butuh banyak orang untuk membantu. Saya dapat tugas membantu memonitoring respons saat uji klinis. Tempat pengembangan tidak hanya di Oxford. Setelah itu, ada proses manufacturing skala besar. Selain saya, ada juga Carina Joe (WNI) yang ikut dalam pengembangan vaksin,” papar Indra.

Obrolsan seru seputar vaksin © 2021 brilio.net Facebook/Djarum Beasiswa Plus

Banyak suka duka yang harus dirasakan Indra saat menjadi bagian dari tim pengembangan vaksin Astra Zeneca. Meski begitu Indra merasa bangga bisa menjadi bagian dari tim tersebut karena sesuai dengan passion-nya sebagai peneliti. Selain itu ia juga merasa tertantang sekaligus mendapat ilmu baru.

“Dukanya, karena pembuatannya nggak gampang, rentan kegagalan. Contoh vaksin malaria, dari 12 contoh model hanya 1-2 yang punya sinyal prospektif yang masih harus diteliti dan dalami lagi,” ungkap Indra yang juga alumni Beswan Djarum sebagai penerima program Djarum Beasiswa Plus angkatan 2011/2012 dari Bakti Pendidikan Djarum Foundation.

Seputar vaksin Astra Zeneca

Obrolsan seru seputar vaksin © 2021 brilio.net Jenner_Institute/John Cairns

Terkait vaksin Astra Zeneca, Indra menjelaskan pada dasarnya vaksin tersebut diproduksi dari bagian atau keseluruhan virus yang dinonaktifkan untuk membantu mengajari tubuh melawan virus tersebut. Jadi vaksin yang dihasilkan akan memiliki kunci untuk melawan virus tersebut.

“Pada dasarnya sebelum divaksinasi, tubuh kita punya seperangkat sistem imun yang belum kenal virus Sars-COV-2 (Covid-19). Dengan vaksinasi (inactivated atau yang diproduksi dalam lab), dimasukkan ke dalam tubuh untuk belajar menghadapi infeksi virus yang sebenarnya. Saat infeksi, tubuh kita sudah menarget virus tersebut untuk dilemahkan,” jelas Indra.

Menjawab asumsi mengenai tingkat antibodi vaksin Astra Zaneca yang mulai berkurang setelah 6 minggu sejak vaksinasi lengkap, menurutnya hal tersebut merupakan mekanisme yang normal. Setelah antibodi yang terbentuk dan tidak terpapar, maka akan turun. Namun antibody tersebut tetap di maintain tubuh.

“Antibodi adalah protein yang mempunyai paruh waktu dan akan didegradasi tubuh saat waktu tertentu, tapi nanti akan diproduksi lagi oleh tubuh. Kita punya sel memori dan sel plasma, dengan reaktif yang cepat saat kita terinfeksi virus. Antibodi bisa dicek kuantitasnya, jadi bisa diketahui apa kita punya kekebalan tubuh,” papar Indra.

Karena itu saat ini masyarakat sangat perlu vaksinasi. Indra menjelaskan, vaksin Covid-19 umumnya diberikan dalam dua kali dosis. Dosis pertama sebagai perkenalan awal tubuh terhadap bagian penting virus tersebut. Tubuh perlu waktu untuk memproses, belajar dari dosis pertama. Sementara dosis kedua digunakan untuk menguji sistem imun. Lalu dibentuk sel-sel imun memori, yang bisa digunakan untuk melawan virus yang sesungguhnya.

Pentingnya vaksinasi

Obrolsan seru seputar vaksin © 2021 brilio.net

Dokter sekaligus Direktur RS Harapan Sehat, Bumiayu, Brebes, dr Ursula Penny Putrikrislia menjelaskan mengapa seseorang harus divaksin. Menurutnya, imunisasi adalah upaya paling efektif untuk memberikan kekebalan yang paling spesifik.

“Yang dimasukkan kedalam tubuh adalah proteinnya virus, guna membentuk kekebalan tubuh atau memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Saat vaksin dimasuki, tubuh kita diajari untuk menangani dan melawan virus yang akan masuk nantinya,” ujar Penny.

Ia melanjutkan, ada penelitian yang menunjukkan bahwa kekebalan yang diciptakan vaksin unforgettable. Vaksin yang sudah masuk ke dalam tubuh manusia akan mengunci virus dalam tubuh agar tidak bermanufer atau bermutasi dan menularkan ke orang lain. Karena itu vaksinasi perlu dipercepat agar cepat mencapai kekebalan komunal (herd immunity).

“Jadi tubuh kita lama-lama lupa bahwa sudah pernah terkena Covid-19. Yang penting dari vaksinasi, adalah bukan hanya untuk tubuh kita sendiri, tapi untuk orang lain juga,” ujar Penny, salah satu alumni Beswan Djarum sebagai penerima program Djarum Beasiswa Plus angkatan 2011/2012 dari Bakti Pendidikan Djarum Foundation ini.

Yuk lawan hoaks

Vaksin © 2021 brilio.net Dok.Alodokter

Saat ini, jumlah masyarakat Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin masih sangat sedikit dibanding jumlah populasi. Tak heran jika pemerintah terus berupaya menggalakkan vaksinasi di tiap daerah di Indonesia. Tujuannya untuk membentuk kekebalan komunal tersebut.

Berdasarkan data resmi pemerintah (Kementerian Kesehatan), hingga 29 Juli 2021 pukul 12.00 WIB, jumlah masyarakat yang sudah divaksinasi dosis kedua mencapai 19.669.222 orang atau 9,44%. Sementara jumlah masyarakat yang sudah disuntik vaksin Covid-19 dosis pertama yakni sebanyak 46.289.942 orang atau 22,23%. Pemerintah menargetkan, 70% dari total penduduk Indonesia sudah menerima vaksin pada akhir 2021.

Banyak faktor yang menyebabkan tingkat vaksinasi di Indonesia masih berjalan lambat hingga saat ini. Salah satunya, makin maraknya isu-isu hoaks seputar vaksin. Ada yang termakan isu menyesatkan bahwa vaksin yang disuntikkan mengandung chip yang bisa merugikan manusia di masa mendatang.

Menjawab isu tersebut, Penny menjelaskan vaksin merupakan cairan sementara chip umumnya berupa benda padat. Selain itu, alat suntik yang digunakan juga sangat kecil hanya berkapasitas 1 cc. Sedangkan cairan vaksin yang disuntikkan hanya ½ cc.    

“Chip tidak muat dimasukkan di dalam suntikan, karena bentuknya benda padat sedangkan vaksin benda cair. Chip tidak bisa ditanamkan ke dalam tubuh melalui suntikan vaksin,” terang Penny.

Karena itu saat ini yang berbahaya bukanlah vaksin yang selama ini dikhawatirkan banyak orang. Tetapi berita-berita yang menyesatkan. Masyarakat yang sudah teredukasi bisa menghindari berita-berita bohong tersebut. Saat ini yang terpenting adalah melindungi masyarakat yang masih belum paham dengan memberikan edukasi tentang vaksin agar mereka tidak termakan isu hoaks.