Brilio.net - Hary Tanoesoedibjo tak hanya dikenal sebagai bos besar perusahaan media MNC Group. HT, sapaan akrabnya, juga terjun ke dunia politik yang keras sejak 2011. Dengan dukungan kekuatan modal dan media yang dimilikinya tampaknya HT pede mencoba peruntungan di jalur politik.

Namun, belum lama ini HT tersandung kasus hukum yang membuatnya ditetapkan sebagai tersangka. Tanggal 23 Juni 2017, HT menjadi tersangka kasus dugaan ancaman melalui pesan singkat (SMS) yang dikirimkan kepada Jaksa Yulianto. Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah 1,5 tahun jaksa Yulianto melaporkan Hary Tanoe ke Markas Besar Polri. Dia dijerat dengan Pasal 29 UU ITE sebagaimana pasal yang disertakan dalam laporan Jaksa Yulianto ke Mabes Polri.

Atas penetapan tersebut, HT mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun pada tanggal 17 Juli 2017 permohonan tersebut ditolak oleh majelis hakim. Pesan singkat yang sempat beredar luas di surat kabar dan jejaring sosial berbunyi.

Kali ini, HT kembali membuat heboh. Partai Perindo yang dipimpinnya menyatakan bakal mendukung Joko Widodo untuk kembali maju di Pilpres 2019. Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq menyatakan sikap mendukung Jokowi dianalisa sendiri oleh HT dan kemudian menjadi putusan saat rapimnas Perindo yang rencananya digelar pada akhir tahun 2017 ini.

Nah, lalu kira-kira langkah politik HT ini apa ada hubungannya dengan kasus hukum yang tengah membelitnya? Mari kita tunggu saja sambil menyimak 4 zig-zag politik Hary Tanoesoedibjo yang dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Selasa (2/8).

1. Dari Partai NasDem pindah ke Partai Hanura

Hary Tanoesoedibjo merdeka.com

Nama Hary Tanoesoedibjo masuk ke dunia politik mulai terdengar sejak awal Oktober 2011 dengan bergabung Partai NasDem pada tanggal 9 Oktober 2011. Di partai tersebut, Hary menduduki posisi sebagai Ketua Dewan Pakar dan juga Wakil Ketua Majelis Nasional.

Pada tanggal 21 Januari 2013, Hary Tanoesoedibjo mengumumkan bahwa ia resmi mengundurkan diri dari Partai NasDem karena adanya perbedaan pendapat dan pandangan mengenai struktur kepengurusan partai. Setelah keluar dari Partai NasDem, Hary Tanoesoedibjo resmi bergabung dengan Partai Hanura pada tanggal 17 Februari 2013. Di partai pimpinan Wiranto ini HT langsung menduduki posisi Ketua Dewan Pertimbangan.Ia selanjutnya menjabat Ketua Bapilu dan Calon Wakil Presiden dari Hanura berpasangan dengan Wiranto di Pilpres 2014.

2. Pindah dari Partai Hanura bikin Partai Perindo

Hary Tanoesoedibjo merdeka.com

Tak berapa lama usai kalah dalam Pilpres 2014, pada 7 Februari 2015, HT mendeklarasikan Partai Politik baru, yaitu Partai Persatuan Indonesia atau biasa disebut Partai Perindo. Pada acara deklarasi tersebut, dihadiri oleh beberapa petinggi Koalisi Merah Putih (KMP), seperti Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Djan Faridz. Selain itu juga hadir Wiranto, Ketua Umum Hanura. Awalnya Perindo adalah ormas yang baru dideklarasikan pada 24 Februari 2013 di Istora Senayan, Jakarta.

3. Manuver di Pilkada DKI 2017

Hary Tanoesoedibjo merdeka.com

Hary Tanoesoedibjo juga ikut bermanuver di Pilkada DKI Jakarta 2017. Lewat Partai Perindo yang dipimpinnya HT mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017. Alasannya kala itu tak disangka-sangka karena menilai kedua pasangan itu punya visi-misi sama dengan Perindo.

4. Partai Perindo bakal dukung Jokowi di Pilpres 2019

Hary Tanoesoedibjo merdeka.com

Partai Perindo pimpinan Harry Tanoesoedibjo (HT) mewacanakan bakal mendukung Joko Widodo sebagai presiden dalam Pilpres 2019 mendatang. Sikap politik itu disampaikan lewat Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq. Dukungan terhadap Jokowi diakuinya sudah dianalisa sendiri oleh HT kemudian bakal menjadi putusan saat rapimnas Perindo yang rencananya digelar pada akhir tahun 2017 ini.