Brilio.net - Pemilihan umum (Pemilu) Presiden Indonesia 2019 akan dilakukan pada 17 April 2019 mendatang. Pasangan calon (paslon) dalam pemilu kali ini ialah nomor urut 01 Jokowi dan Ma'ruf Amin. Di nomor urut 02 ada Prabowo dan Sandiaga Uno.

Kedua paslon sama-sama berpengaruh. Paslon Jokowi merupakan petahana. Wakilnya ialah Ma'ruf Amin pernah menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno tak kalah berpengaruh. Prabowo merupakan seorang politisi terkenal yakni Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Sedangkan wakilnya Sandiaga Uno merupakan pengusaha yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Sama-sama kuat dan berpengaruh, Master Fengshui Indonesia Yohan Suyangga mengatakan kedua paslon punya hubungan chemistry unik. Dilansir brilio.net dari Antara (10/4), kedua paslon ini punya shio Ciong. Adapun Ciong maksudnya masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden memiliki pandangan atau pendapat yang saling bertolakbelakang.

"Dua-duanya (paslon) punya shio yang ciong, ciong besar. Jadi, dua-duanya punya selisih paham yang mungkin nanti harus saling mengerti satu sama lain," ujar Yohan dilansir Brilio.net dari Antara.

Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo yang lahir pada 21 Juni 1961 dan menempatkannya di bawah naungan shio sapi. Sedangkan calon wakil presiden Ma'ruf Amin lahir pada 11 Maret 1943 berada menempatkannya di bawah naungan shio kambing.

Sementara itu, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto lahir pada 17 Oktober 1951 menempatkannya di bawah naungan shio kelinci. Sedangkan calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno lahir pada 28 Juni 1969 menempatkannya di bawah naungan shio ayam.

Biarpun shio kedua paslon ini ciong, Yohan mengatakan keduanya tetap bisa saling pengertian. "Atau lebih baik satunya diam karena keduanya kalau bicara pasti nanti akan kelihatan berbeda. Masyarakat akan dibuat bingung," kata Yohan dilansir Brilio.net dari Antara.

Yohan menambahkan saat menjabat nanti, paslon terpilih baiknya mengarahkan satu suara sebelum membuat keputusan presiden. "Ke depannya, lima tahun ke depan. Itulah keputusan-keputusan yang membuat masyarakat akan bingung. Jadi, lebih baik diarahkan satu suara sebelum menerbitkan keputusan presiden. Lebih baik dibicarakan dulu," kata Yohan dilansir brilio.net dari Antara.