Brilio.net - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia sepakat menyetujui pengenaan biaya pada kantong plastik belanja sebesar Rp 200 per kantong. Kebijakan yang dimulai dari usaha retail, seperti supermarket, hipermarket, dan minimarket ini merupakan langkah antisipasi jumlah limbah plastik di Indonesia yang sudah terlalu banyak. Kebijakan kantong plastik berbayar pada usaha ritel modern mulai diterapkan pada 21 Februari bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional.

Ternyata kebijakan tersebut disambut beragam oleh masyarakat. Meski memiliki tujuan baik tapi ternyata ada saja yang memandangnya sebagai kebijakan yang tidak pas dengan alasan memberatkan rakyat kecil. Pendapat ini disampaikan oleh akun Joko Prasetyo di jejaring media sosial Facebook, Rabu (24/2).

Tolak bayar kantong plastik Rp 200, pria ini tuai perdebatan netizen

 


Isi status:

'Ayo Lawan Kedzaliman Penguasa Meski Hanya Dengan Menolak Bayar Kantong Keresek 200 Perak'

"Saya biasanya menunggu di motor, tapi barusan setelah menunggu satu menit, lalu menyusul istri masuk ke Indomaret.

"Saya tidak mau bayar yang Rp 200 untuk kantong kereseknya Mbak!" ujar saya begitu membaca pengumuman di kassa sejak Ahad 21 Pebruari pembeli yang memakai kantok plastik dari Indomart diharuskan membayar Rp 200 untuk mengurangi sampah plastik.

"Itu sudah aturan dari pemerintahnya Pak..." ujar pelayan Indomart di kassa.

"Justru itu, saya tidak mau... pemerintah dzalim!" tegas saya.

"Lihat," ujar saya sembari menenteng sabun cair pencuci piring Sunlight yang saya sabet dari rak pajangan,
"plastiknya tebal, butuh waktu ratusan tahun bagi tanah untuk mengurainya! Tapi mengapa kita malah harus bayar kantong keresek yang mudah diurai?"

Pembeli yang di kassa melihat saya sambil senyum, pelayan Indomart yang laki-laki menghampiri dan mendampingi pelayan perempuan. Pelayanan lainnya sambil mengelap kaca memandang ke kassa.

Mendengar saya berbicara dengan nada tinggi (nada tinggi itu versi istri ya, versi saya itu biasa saja, hee.. he..) di kassa, istri langsung menghampiri. Saya lalu merebut minyak goreng yang berbungkus plastik tebal yang dipegang istri, Sovia.

"Ini juga butuh ratusan tahun! Tapi kenapa kita yang malah disuruh mengurangi penggunaan kantong plastik! Bukannya perusahaan-perusahaan itu yang dilarang menggunakan kemasan plastik? Di kantong plastik Indomart kan ada tulisan go green, pertanda mudah diurai, mengapa penggunaannya harus dikurangi dengan harus membayar Rp 200 bila tetap ingin memakainya tetapi... lihat, itu... Coca Cola, botolnya dari plastik, butuh waktu ratusan tahun untuk diurai!"

Lalu saya memegang mie instant Indomie yang disodorkan pembeli lain ke kassa yang hanya senyum-senyum saja melihat saya, "ini juga plastik, butuh waktu yang jauh lebih lama untuk diurai daripada kantong keresek go green!"

"Tapi ini sudah aturannya ya Pak," ujar pelayan laki-laki.

"Justru itu, Mas lapor ke atasan Mas, saya tidak mau bayar, bukan saya tidak mampu, tapi saya tidak mau menaati kebijakan pemerintah yang dzalim itu! Kalau tetap harus bayar 200 saya tidak jadi belanjanya. Biar Indomart lapor juga ke pemerintah, rakyat tidak mau didzalimi terus!" tegas saya.

"Kalau berbicara lingkungan," lanjut saya, "Mengapa lima anak perusahaan Sinar Mas yang membakar hutan dibiarkan? Mengapa perusahaan-perusahaan minyak, minuman, sabun, dibiarkan menggunakan plastik tebal? Kenapa kita, rakyat ini, mau pakai plastik go green saja harus bayar Rp 200? Apa karena mereka yang membiayai kampanye pemilunya?"

Status tersebut kemudian jadi bahan perdebatan di kalangan netizen. Banyak yang mendukungnya tapi lebih banyak lagi yang justru tak sependapat dengan Joko. "Ayo dukung, kalau mau mendidik itu semua lapisan masyarakat, ya pejabat, pengusaha dan rakyat. Jangan hanya menekan rakyat saja. Begitu aja kok repot," ujar akun Widuri Tresnawati yang membenarkan logika Joko Prasetyo.

Namun tak sedikit yang justru menganggap status Joko Prasetyo itu keliru dan menggunakan logika yang salah. "Ngak mau keluar uang lebih ya bawa kantong sendiri, bawa totebag atau bakul juga baguskan, ya belajarlah mengurangi penggunaan kantong plastik. Kalau mau gratis ya belanja ke pasar tradisional. Jangan sampai mau mengkritik biar berasa ideologis padahal cuman gegara enggan bayar. Seorang muslim juga mesti peduli lingkungan juga. Kalau misalkan protes kemasan produk juga pakai plastik yang susah diurai, harus rela juga dong harga naik, Entar malah koar-koar lagi pemerintah dzolim, mau membunuh rakyatnya dengan menaikkan harga barang. Ngak jadi deh mie instan jadi makanan anak kost kalau kemasannya pakai kaleng," kata akun Manshuri Yusuf tak sependapat dengan pemikiran Joko Prasetyo tersebut.

Nah kalau kamu bagaimana?