Brilio.net - Hari ini, Rabu (12/8), merupakan hari istimewa bagi wanita-wanita yang berkiprah sebagai prajurit TNI Angkatan Udara. Tepat 52 tahun silam, TNI Angkatan Udara memiliki kesatuan khusus wanita yang dinamai Wanita Angkatan Udara (Wara).

Tempat pendidikan Wara berada di Pelawangan, lereng Gunung Merapi di Kaliurang, Yogyakarta. Ini lokasi yang bersejarah karena di sinilah tempat berkumpulnya para pemimpin Republik Indonesia mengadakan perundingan dengan perutusan Belanda di bawah pengawasan Komisi Tiga Negara (KTN) sebelum pecahnya Perang Kemerdekaan II.

Para anggota Wara ketika itu banyak ditugaskan untuk urusan administrasi. Tapi kini di usianya yang ke-52, banyak anggota Wara yang diberi kepercayaan untuk tugas-tugas yang menuntut sisi maskulinitas tinggi, seperti penerbang, penerjun, teknisi pesawat tempur, Provost, maupun tugas sebagai tentara perdamaian PBB di wilayah konflik.

Salah satu yang cukup dikenang adalah prestasi penerjun Wara dalam olahraga terjun payung. Seperti dikutip dari laman resmi TNI AU, Rabu (12/8), Wara pernah memiliki tim penerjun legendaris yang dikenal dengan sebutan Pink Force. Tim yang terdiri Sersan Endang Dwi Sulistyani, Sersan Ni Putu Mardiyani, Sersan Ike Pujiati dan Sersan Retno Supriyantari ini berhasil memecahkan rekor penerjunan beregu maupun perorangan dalam arena Pekan Olahraga Nasional (PON). Mereka juga ambil bagian dalam kejuaraan tingkat dunia terjun payung, satu diantaranya adalah Kejuaraan Dunia untuk ketepatan mendarat, di Senayan, 1991.

Regenerasi penerjun Wara terus dilakukan. Bukan hal mudah untuk bisa menjadi penerjun. Kegiatan ini membutuhkan adrenalin besar. Mereka harus berani meloncat dari pesawat yang terbang pada ketinggian 7.000-8.000 kaki. Yang tak punya nyali dan keahlian tidak bakal berani melakukan.

Untuk bisa mempunyai kemampuan terjun payung, harus melewati sembilan tahapan, di antaranya kesadaran dan gerak tubuh. Tahapan-tahapan ini telah dilatihkan ketika di darat. Setiap penerjun wajib lulus seluruh tahapan ini. Setelah lulus, penerjun boleh terjun sendiri tanpa dipegangi pelatih.

Dalam pendidikan itu, para penerjun Wara menempuh kategori para lanjut olahraga (PLO). Sehingga, tidak melalui dari tahap terjun statik, sebagaimana yang dilakukan penerjun tempur. Sebab mereka lebih diarahkan untuk menjadi atlet terjun payung.