Brilio.net - Kamu pasti pernah mendengar kata-kata ini. "Ah ngapain berhenti merokok, kakekku saja yang usianya 90 tahun masih sehat-sehat saja tuh sampai sekarang meski tiap hari merokok!" Ungkapan di atas sering menjadi dalih para perokok untuk menolak berhenti merokok. Alasan tersebut akhirnya bisa dijelaskan secara ilmiah.

Para ilmuwan Inggris berhasil menguak misteri kenapa orang terlihat tetap sehat dan baik-baik saja meski telah menjadi perokok selama puluhan tahun lamanya. Sebaliknya, mereka justru tampak sakit-sakitan ketika berhenti merokok. Kenapa hal ini bisa terjadi?

Sebuah analisis terhadap lebih dari 50.000 orang menunjukkan adanya mutasi yang menguntungkan pada fungsi paru-paru dan justru melindungi dampak mematikan dari merokok. Temuan itu akan menjadi petunjuk untuk menciptakan obat untuk meningkatkan kesehatan paru-paru.

Meski begitu, tidak hanya pada perokok, penyakit paru-paru juga bisa dialami seseorang yang belum pernah menyentuh rokok selama hidup mereka.

Penelitian tersebut berfokus pada Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau penyakit paru-paru kronis yang ditandai dengan sesak napas, batuk, dan infeksi dada yang berulang.

Dengan membandingkan perokok dan non-perokok yang terjangkit penyakit paru-paru maupun tidak, ditemukan adanya DNA tertentu yang bekerja mengurangi risiko COPD. Jadi perokok dengan "gen baik" memiliki risiko lebih rendah terkena COPD dibandingkan dengan mereka yang memiliki "gen buruk".

Prof Martin Tobin, salah seorang peneliti dari University of Leicester, mengatakan gen punya andil besar terhadap cara paru-paru tumbuh dan merespons cedera. Namun dia juga mengingatkan para perokok untuk segera berhenti agar terhindar dari risiko penyakit mematikan.

"Tak ada jaminan bahwa seseorang akan terlindungi dari asap tembakau. Mereka (perokok) akan memiliki paru-paru yang tidak lebih sehat daripada non-perokok.

"Satu-satunya cara untuk melindungi diri dari penyakit COPD dan dampak merokok, seperti kanker dan penyakit jantung adalah dengan berhenti merokok," ujarnya yang dikutip brilio.net dari BBC, Senin (28/9).

Tobin mengakui bahwa temuan yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Respiratory Medicine itu akan menjadi terobosan baru sekaligus petunjuk untuk menciptakan obat untuk meningkatkan kesehatan paru-paru, terutama bagi para pecandu rokok.

"Memahami predisposisi genetik penting dalam membantu kami mengembangkan pengobatan baru bagi penderita penyakit paru-paru dan juga mengedukasi non-perokok untuk lebih memperhatikan kesehatan paru-paru mereka," ungkap Ian Jarrold, kepala peneliti dari British Lung Foundation.