Brilio.net - Buku adalah jendela dunia, pepatah kuno tersebut senantiasa menjadi pegangan di masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan buku merupakan hal penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Keterbatasan akses untuk beberapa wilayah di Indonesia membuat anak-anak yang ada di pulau-pulau terpencil masih memiliki keterbatasan untuk mendapatkan kesempatan membaca berbagai buku seperti halnya anak-anak yang berada di kota.

Hal inilah yang membuat berbagai pihak terdorong untuk melakukan berbagai insiatif agar anak-anak yang berada di pelosok atau pulau-pulau terpencil tetap mendapatkan kesempatan untuk membaca buku yang beragam. Salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan Perahu Pustaka. Keberadaan perpustakaan berpindah yang menggunakan mini bus tentunya sudah menjadi hal lazim untuk ditemui. Namun bagaimana jika perpustakaan itu berupa perahu?

Terobosan baru dengan Perahu Pustaka baru saja diwujudkan oleh Nirwan Arsuka, Ridwan Alimuddin dan Kamaruddin Azis. Awalnya Nirwan Arsuka dikenal sebagai orang yang mengagas Kuda Pustaka yang berkeliling membawa buku bacaan di daerah Gunung Slamet mengunakan kuda. Dengan maksud yang sama yaitu menyebarkan buku untuk anak-anak yang berada di daerah terpencil, Nirwan akhirnya memiliki ide untuk membuat Perahu Pustaka bekerja sama dengan sahabatnya Ridwan Alimuddin dan Kamaruddin Azis.

Perahu Pustaka tersebut diberi nama Perahu Pattingalloang yang diambil dari nama seorang perdana menteri Kerajaan Gowa, I Mangngadaccinna Daeng I Ba'le' Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang. Perdana menteri kerajaan Gowa ini dikenal sebagai sosok yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Perahu Pattingalloang diperkenalkan pertama kali kepada publik di acara Makassar Internasional Writes Festival 2015 yang diselnggaran pada tanggal 3-6 Juni lalu di Benteng Rotterdam.

Bentuk dari perahu pustaka ini mengadopsi bentuk perahu ba'go yang merupakan salah satu jenis perahu tradisional Sulawesi. Perahu jenis ini dulunya sering digunakan sebagai moda transportasi yang mengangkut sembako ke pulau-pulau yang berada di sekitar selat Sulawesi.

"Kami senang dengan adanya Pattingalloang yang membawa buku-buku ke pulau, jadi kami para nelayan dan anak-anak juga bisa baca buku," ujar Emmang, salah seorang nelayan yang sempat didatangi Perahu Pattingalloang di Pulau Lae-lae, kepada brilio.net, Selasa (28/7).

Seperti yang diungkapkan Emmang, masyarakat menyambut baik keberadaan Perahu Pattingalloang. Tidak hanya anak-anak yang menyambut perahu pustaka ini dengan antusias, para orang tua yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan pun senang dengan keberadaan perahu pustaka itu.

"Perahu Pattingalloang bisa jadi tempat baca buku, ada buku cerita dan buku pelajaran juga," cerita Senna, salah seorang anak yang tinggal di Pulau Lae-lae.

Selain menjadi perpustakaan dan salah satu sumber ilmu bagi anak-anak di pulau terpencil, keberadaan Perahu Pattingalloang juga menjadi salah satu cara melestarikan kebiasaan bahari masyarakat dan mempertahankan bentuk perahu tradisional Sulawesi yang sudah jarang dijumpai saat ini.