Brilio.net - Pada hari-hari yang kita susuri sebagai manusia, tentu ada kalanya kita merasakan masa-masa pahit. Ya, episode hidup memang tak selalu indah bukan? Kebahagiaan dan kesedihan akan kita alami silih berganti. Tawa dan tangis hadir bersama ujian hidup yang telah Tuhan tentukan sesuai kadar kemampuan. Termasuk ujian dalam kepergian seseorang yang kita cintai. Sayangnya, terkadang kita sebagai manusia baru menyadari seseorang itu berarti dalam hidup kita setelah mereka pergi.

Penyesalan selalu datang belakangan. Memang ada benarnya ungkapan ini. Seperti penyesalan yang dirasakan oleh Yudith (25) setelah kepergian ayahnya untuk selama-lamanya. "Ayah saya sedang sakit parah di rumah sakit tapi saya malah sering berkata kasar," cerita Yudith yang tinggal di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kepada brilio.net, Sabtu (3/10).

Sakit parah yang diderita ayahnya, Undang (55), tak kunjung sembuh sehingga membuatnya harus bolak-balik dirujuk ke rumah sakit. Yudith bersama ibunya dan anggota keluarga lainnya bergantian menjaga Undang di rumah sakit. Rasa bosan yang menghampiri ditambah lagi kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, berkecamuk dalam pikiran Yudith. Tak dapat dihindari seringkali Yudith terbawa emosi sehingga sering berkata tidak baik kepada ayahnya.

Hingga pada akhirnya, suatu hari di bulan September 2007 saat Yudith tengah menjaga ayahnya di rumah sakit, ia meminta ayahnya untuk makan teratur supaya lekas sembuh. Tapi ayahnya selalu menolak. Ia memilih untuk pergi membeli obat daripada semakin terbawa emosi. Tapi sebelum ia pergi masih sempat mengatakan pada ayahnya bahwa tidak ingin berlama-lama lagi menginap di rumah sakit.

Maut tak dapat ditolak. Sepulang dari membeli obat, keluarganya sudah berkumpul di dekat ayahnya yang terbaring kaku dengan sepotong kain putih yang menutupi wajahnya. Rasa penyesalan semakin menjadi dirasakan oleh Yudith. Namun, melihat kedua adiknya yang masih membutuhkannya dan juga harus membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat Yudith harus kembali menata hidup. Meski rasa penyesalan karena sikap kasar terhadap ayahnya akan terus menghampiri.

Dalam kepergian, ada pelajaran tentang mengikhlaskan. Tapi Yudith mampu mendapatkan pelajaran lain dari rasa penyesalan atas kepergian ayahnya. Dengan menjadi seorang penjahit, meski hasilnya tak seberapa tapi mampu membuatnya bahagia.

Bagi Yudith, melihat kedua adiknya, Hari (20) dan Wulan (9) bisa terus bersekolah dan membantu dapur ibunya tetap mengepul dirasa mampu mengobati rasa bersalah atas sikap kasar terhadap ayahnya di masa lalu. "Ini bisa menjadi pelajaran hidup bagi saya dan mungkin bagi para pembaca bahwa semenyebalkan apapun orangtua kita yang sedang sakit, mereka tetap orangtua yang membuat kita mengerti apa artinya hidup," lanjut Yudith.

Ya, akan ada suatu waktu kita menarik nafas begitu panjang karena rasa penyesalan atas segala sikap yang pernah kita lakukan. Tetapi juga akan ada suatu waktu yang pada akhirnya harus kita lakukan untuk terus melakukan kebaikan tanpa tapi.

Cerita ini disampaikan oleh Yudith melalui telepon bebas pulsa Brilio.net di nomor 0-800-1-555-999. Semua orang punya cerita. Ya, siapapun termasuk kamu punya kisah tersembunyi baik cerita sukses, lucu, sedih, inspiratif, misteri, petualangan menyaksikan keindahan alam, ketidakberuntungan, atau perjuangan hidup yang selama ini hanya kamu simpan sendiri. Kamu tentu juga punya cerita menarik untuk dibagikan kepada kami. Telepon kami, bagikan ceritamu.