Brilio.net - Mei 1998 adalah bulan mencekam bagi masyarakat Indonesia. Huru-hara di mana-mana, penjarahan, pemerkosaan dan pembunuhan terhadap etnis Tionghoa merebak di Ibu Kota Jakarta. Peristiwa penembakan mahasiswa, pecahnya kerusuhan dan desakan dari mahasiswa membuat Presiden Soeharto meletakkan jabatannya setelah 32 tahun berkuasa.

Seruan reformasi dalam pemerintahan sudah bergaung sejak awal tahun 1998 akibat krisis ekonomi yang berakibat melambungnya harga BBM hingga 71% pada 4 Mei 1998. Dilanjutkan banyaknya demonstrasi mahasiswa yang dimulai 7 Mei di Universitas Jayabaya, Cimanggis Depok. Demo menyebar ke Yogyakarta yang dikenal dengan peristiwa Gejayan pada 8 Mei.

Tindakan represif aparat dalam demo mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei yang mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti tewas menjadi pemicu kerusuhan besar pada hari berikutnya. Kerusuhan yang memporakporandakan ibu kota disusul penjarahan dan pembunuhan terhadap etnis Tionghoa membuat keadaan makin mencekam.

Tanggal 18 Mei, mahasiswa mulai menduduki gedung DPR/MPR dan menuntut Presiden Soeharto mundur. Tanggal 19 Mei usulan agar presiden mundur juga muncul dari dalam lingkup pemerintahan dan Presiden meminta saran dari beberapa tokoh nasional seperti Nurcholis Madjid, Emha Ainun Nadjib dan Gusdur.

20 Mei 1998, Presiden Soeharto tidak mempunyai pilihan selain mundur. Hal itu disampaikan kepada Yusril Ihza Mahendra yang menyampaikannya kepada Cak Nur (Nurcholis Madjid). Cak Nur dan tokoh reformasi Amien Rais mengatakan, Soeharto akan mundur pada 21 Mei. Pukul 09.00 WIB, 21 Mei 1998, Presiden Soeharto resmi membacakan surat pengunduran dirinya dan menyerahkan posisi Presiden kepada B.J Habibie