Brilio.net - Ketabahan Ngadiyem pemilik tempat wisata alam Pulosari ini luar biasa. Nenek berumur 76 tahun ini tinggal hanya bersama suaminya, Kertowiyono (80) di sebuah rumah berdinding anyaman bambu dengan lantai tanah di Triwidadi, Pajangan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

Nenek pemilik wisata Pulosari, hidup dari angon sapi milik tetangga

Jika kamu bertamu ke sana, kamu tidak akan menemukan perabotan yang mencolok di rumah yang sangat sederhana itu. Di ruang tamu, hanya ada satu meja makan dan dua bangku.

Nenek pemilik wisata Pulosari, hidup dari angon sapi milik tetangga

Dua anak Ngadiyem telah berkeluarga dan tinggal bersama suaminya masing-masing di desa lain. Ngadiyem dan suaminya kerap merindukan anak-anaknya. Terakhir, tiga bulan lalu kakek-nenek itu dijenguk sehingga kini mereka merasa rindu kembali.

Meski anaknya tinggal di desa tetangga, tapi dia tidak bisa pergi mengunjunginya. Ngadiyem harus dekat dari rumah untuk menjaga suaminya yang sudah renta. “Bapak sudah enggak bisa kerja sejak 20 tahun silam,” tutur Ngadiyem.

Ketika itu, suami Ngadiyem, Kertowiyono mengalami kecelakaan. Dia jatuh dari pohon dan mengalami gegar otak. Meski nyawanya tertolong, kondisinya kini sudah berbeda. Fisiknya lumpuh. “Setiap hari bapak hanya tiduran dan duduk-duduk. Kalau jalan-jalan harus pakai tongkat,” ucap Ngadiyem lirih.

Nenek pemilik wisata Pulosari, hidup dari angon sapi milik tetangga

Meski tanah miliknya kini dijadikan tempat wisata, kehidupan Ngadiyem ternyata tak banyak berubah. Kegiatan sehari-hari nenek bercucu 4 ini yaitu mencarikan rumput untuk sapi yang dipeliharanya. Sapi tersebut bukanlah miliknya, melainkan milik tetangganya yang dia pelihara dengan sistem bagi hasil. “Nyari rumputnya di sekitaran sini saja,” kata Ngadiyem kepada brilio.net beberapa waktu yang lalu.

Pernah suatu ketika Ngadiyem mendapatkan uang dari bagi hasil sapi peliharaannya. Belum sempat menikmati uang hasil jerih payahnya, uang tersebut keburu dipinjam oleh anaknya. Hingga sekarang, uang tersebut belum dikembalikan. “Kalau buat anak, saya ikhlaskan saja mas,” tutur Ngadiyem sambil tersenyum.

Selain bekerja, untuk memenuhi kebutuhan setiap hari-hari, Ngadiyem juga mengandalkan bantuan sembilan bahan pokok (sembako) dari pemerintah. “Setiap bulan biasanya dapat bantuan beras 11 kg,” katanya.