Brilio.net - Mbah Narto (88), begitu tukang cukur ini biasa disapa oleh para pelanggannya. Sehari-hari ia biasa menjajakan jasanya di pojok Alun-Alun Utara Yogyakarta. Setiap hari mulai dari jam 08.00–15.00 WIB ia sudah siap untuk menanti setiap orang yang membutuhkan jasanya. Sejak masa remajanya di tahun 1948 ia sudah menekuni profesi ini hingga merantau sampai ke Demak, Semarang, dan Madiun. Kemudian hijrah ke Yogyakarta hingga 30 tahun lamanya, sekaligus menjadi pioneer tukang cukur di area alun-alun utara. Sekarang, sudah ada dua atau tiga tukang cukur lain yang juga menjajakan jasa di samping kiosnya.

Duda dengan sembilan anak ini biasa pulang-pergi dari tempat tinggalnya di daerah Godean menuju alun-alun utara dengan memakai jasa ojek. Jasa cukur mbah Narto ini unik. Keunikannya itu ada pada tarif yang dibebankan ke pelanggan. Mbah Narto tidak mematok tarif tertentu.

"Nek kados kulo niki biasane nggih sak ikhlase mawon, kulo sedekah ake. Lha sak niki lak mboten ikhlas kan nggih percuma to? (kalau seperti saya ini biasanya seikhlasnya saja, saya sedekahkan. Kalau tidak ikhlas kan percuma)," tutur Mbah Narto kepada brilio.net ketika ditemui di tempat kerjanya, Selasa (25/8). Bahkan, ia mengaku pernah di bayar hanya dengan Rp 1.000 atau Rp 2.000 saja.

Dalam sehari biasanya mbah Narto bisa melayani minimal 10 orang. Namun, Ia juga mengaku bahwa tidak pernah menargetkan pendapatannya. "Nek sampun rejeki nggih mboten keliru. Kulo niki mboten nate narget pun dibodon mawon (kalau sudah rejeki tidak akan ke mana. Saya tidak pernah menetapkan target dipukul rata saja)," ungkapnya.

Meski demikian, sebenarnya tarif ideal menurut dia adalah Rp 7.000 untuk sekali cukur. Hanya saja dia takut memberatkan pelanggan jika terlalu mahal. Tetapi, jika sedang beruntung mbah Narto juga pernah mendapatkan Rp 25.000 untuk sekali cukur.

Meskipun tidak fasih berbahasa Inggris ia juga cukup sering memangkas rambut turis-turis yang sedang berwisata. Ia juga mengaku ada anggota DPR yang sudah menjadi langganannya. Namun sayang, sudah sejak setahun ini mbah Narto agak sepi pelanggan karena bus pariwisata tidak diperbolehkan untuk masuk ke area alun-alun.

Anak-anaknya sekarang sudah dewasa. Bahkan, salah satu dari sembilan anaknya sudah sukses sampai ke Malaysia. Ada juga yang sudah mendirikan pondok pesantren sendiri. Sekarang, sudah sekitar 15 tahun lamanya sejak kepergian istri tercinta mbah Narto hanya ditemani oleh anak bungsunya di kediamannya.