Brilio.net - Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai pasti sudah tidak asing dengan pohon bakau. Pohon bakau punya peran besar untuk mencegah abrasi pantai. Biasanya buah bakau tak pernah dimanfaatkan dan dibiarkan membusuk di sekitar pohon bakau. Tapi di tangan Cahyadi Adhe Kurniawan (24), buah bakau yang busuk itu malah bisa disulap menjadi pewarna batik alami. Peluang bisnis yang ternyata yang cukup menjanjikan.

Dari pewarnaan alami itu, pemuda kelahiran Jakarta 3 Juni 1991 ini bisa membangun bisnis batik dengan pewarna alami dari buah bakau. Batik yang diberi nama Batik Bakau itu pun sudah terjual ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan hingga luar negeri.

Manfaatkan buah bakau busuk, Cahyadi buat batik yang mendunia

Foto: dokumen pribadi Cahyadi


Pertemuan Cahyadi dengan bakau berawal karena seringnya anak kedua dari tiga bersaudara ini berkunjung ke daerah pesisir pantai utara. Maklum saja, dia belajar di Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (Undip), Semarang.  Mau tak mau dia harus sering melakukan praktik dan penelitian di daerah pantai.

Manfaatkan buah bakau busuk, Cahyadi buat batik yang mendunia

Foto: dokumen pribadi Cahyadi


Dari situ, Cahyadi melihat buah bakau yang melimpah tapi sama sekali tak dimanfaatkan oleh warga sekitar. Buah bakau itu hanya dibiarkan membusuk begitu saja. Dia lalu berpikir untuk mencari tahu manfaat dari buah bakau sehingga bisa dimanfaatkan dan punya nilai jual.

Mulailah Cahyadi melakukan riset selama satu tahun. Dia mencari info melalui buku, internet, dan wawancara langsung dengan masyarakat pesisir. "Mengenai kearifan lokal dalam pemanfaatan bakau zaman dahulu," kata Cahyadi kepada brilio.net, Kamis (5/11).

Dari riset tersebut dia terpikir untuk mengubah buah bakau itu menjadi pewarna alami batik. Apalagi Cahyadi memang sangat mencintai batik dan hobi memakai batik di berbagai kesempatan. Maka jadilah ide tersebut sangat klop dengan keseharian Cahyadi.

Karena bertekad untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar pesisir tempat tumbuhnya pohon bakau, Cahyadi lalu memberdayakan masyarakat di dua desa di Semarang untuk membantunya dalam memproduksi batik. Saat ini, telah ada 12 ibu rumah tangga dari dua desa tersebut yang membantunya menghasilkan Batik Bakau.

Lantas selain pewarna alami, apa yang membedakan Batik Bakau ini dengan batik lainnya?

Batik Bakau buatan Cahyadi mengangkat tema flora dan fauna yang ada di ekosistem mangrove. Maka jadilah motif yang dibuat tak jauh-jauh dari tema pesisir pantai. Cahyadi bahkan berani menyebut Batik Bakau sebagai yang pertama mengangkat tema tersebut.

Selain itu Batik Bakau juga memiliki motif spesial, yaitu motif fauna yang mulai terancam punah. Cahyadi ingin menjadikan Batik Bakau menjadi batik yang bisa mengampanyekan konservasi perlindungan fauna, terutama fauna laut seperti penyu, hiu dan paus.

Saat ini, diakui Cahyadi jika Batik Bakau semakin berkembang pesat. Selain ekspansi di berbagai daerah di Indonesia, Cahyadi juga telah menerima pesanan konsumen dari Thailand, Filipina, Jepang, dan Belanda. Beberapa waktu lalu ia juga telah diminta untuk memberikan pelatihan pemanfaatan buah bakau di berbagai pesisir seperti Deli Serdang, Batam, Jambi, Belitung, dan Rembang.

Tahun depan, agenda untuk menularkan ilmunya ke beberapa kota seperti Raja Ampat, Timika, dan Cilacap telah menanti. Atas kreativitasnya memanfaatkan buah bakau, tak heran jika ia beberapa waktu lalu meraih pengharghaan sebagai Runner-Up HiLo Green Leader 2015.

Sukses selalu ya Cahyadi!